🌜39🌛

929 95 9
                                    

"Kang mantan udah nyampek Dubai? " Tanya Wulan.

"Udah. Semalam dia nelpon, katanya udah nyampek".

" Selama LDR, bakal terus teleponan dong? ".

" Nggak juga. Aku ngelarang akang buat sering-sering nelpon ".

" Kenapa? Biaya nelpon mahal ya? Emangnya Sultan kayak kang mantan,masih mentingin biaya nelpon pacar ya?"

"Ish bukan itu alasannya. Akang kan di sana kerja. Jadi biar dia fokus sama kerjaan nya aja. Biar cepet selesai".

" Iya ya. Kalau cepet selesai kan kalian bisa cepet ketemu lagi".

"Nah itu tau. Hehehe".

" Ekhem ". Syifa dan Wulan menoleh ke belakang saat mendengar suara deheman seseorang.

" Bisa lebih cepat enggak jalannya? Taukan ini hari Senin. Kita harus segera ke lapangan. Upacara udah mau di mulai". Bu Dita berucap cukup pedas pada Syifa dan Wulan.

"Iya bu maaf". Ucap Syifa sambil menunduk. Ia paham dan tau kesalahannya.

" Udah tau mau upacara, bukannya bantuin guru lain buat ngumpulin anak-anak supaya cepet baris malah asyik ngobrol. Mentang-mentang lagi deket sama pemilik yayasan, udah mulai bertingkah ya kamu! ".
Ucapan pedas itu di berikan bu Dita pada Syifa. Jangan lupakan tatapan tajam serta lirikan nya yang membuat siapa saja merasa ngeri saat di tatap.

Bu Dita sengaja menabrakkan bahu nya pada bahu Syifa hingga badan gadis itu sedikit terhuyung. Wulan memegang bahu Syifa takut sahabatnya itu jatuh.

" Kamu nggak pa-pa fa".

"Aku nggak pa-pa".

" Gila itu orang. Nggak ada angin nggak ada hujan marah-marah sendiri. Pantesan cepat tua". Imel Wulan karena tidak terima sahabatnya di perlakuan seperti itu.

"Udah. Sekarang kita cepet ke lapangan. Nanti kena omel lagi".

" Huh... Udah kayak nggak pernah telat aja dia! ".

" Memang dia nggak pernah telat. Beliau kan selalu on time. Makanya sering dapat predikat guru teladan". Ucap Syifa apa adanya. Bu Dita memang sosok guru yang rajin. Tidak pernah datang terlambat dan jarang izin tidak mengajar.

"Nggak usah ngebelain dia. Gedek gue liat mukanya".

Syifa segera menarik Wulan untuk berbaris. Jika di biarkan, Wulan pasti akan mengomel tiada henti.
Saat di lapangan, Syifa kembali merasakan sesuatu yang aneh. Ia merasa sedang di amati oleh seseorang. Syifa melirik menggunakan ekor matanya. Benar. Bu Dita dan salah seorang guru yang berdiri di barisan paling ujung sedang memperhatikannya. Syifa sedikit menunduk, memperhatikan penampilan nya barang kali ada yang salah. Namun tidak ada yang salah pada diri Syifa. Lalu kenapa ia di perhatikan sampai sebegitunya.

Selesai upacara di lanjutkan dengan rapat kecil bersama kepala sekolah dan wakilnya, kini Syifa sudah bersiap akan masuk kelas. Ia membawa setumpuk buku yang akan ia bagikan kepada murid-murid nya.
Syifa nampak kesusahan karena buku yang ia bawa tidaklah sedikit. Apalagi ditambah dengan absen serta buku paket yang akan ia gunakan untuk mengajar.

Bruk....

Buku yang di bawa Syifa jatuh lantaran ada anak yang tidak sengaja menabraknya.

" Bunda maaf ya. Vina nggak sengaja. Vina buru-buru mau ke WC. Perut Vina mulas banget". Seorang anak yang sudah menabrak Syifa meminta maaf sambil memegangi perutnya. Sepertinya anak itu memeng benar tengah sakit perut.

"Iya nggak pa-pa. Kalau mau ke WC, cepetan gih. Jangan sampai keluar disini ya. Bunda nggak tanggung jawab". Syifa sedikit bercanda pada anak itu.

" Ahh bunda. Nanti Vina bantuin kalau udah selesai urusan Devi yang bun. Vina buru-buru banget".
Setelah mengatakan itu, Vina langsung berlari secepat kilat. Syifa yang melihat nya hanya menggelengkan kepala.

Buku-buku yang berserakan kembali Syifa punguti satu per satu.
Terdengar suara derap langkah mendekat ke arah Syifa. Dari jarak kurang lebih 5 meter, pak Edo beserta bu Dita melihat Syifa yang sedang memungut buku yang berserakan.
Dua orang itu berjalan semakin mendekati Syifa. Dalam hatinya, Syifa bersyukur karena kedatangan mereka. Siapa tau mau membantu. Itulah doa Syifa.

Saat sudah sampai di depan Syifa, bukannya membantu mereka hanya melihat Syifa yang sedang kerepotan.

"Kenapa buku-buku itu bisa jatuh? " Tanya bu Dita.

"Tadi ada anak yang nggak sengaja nabrak saya bu".

" Yang nabrak dianya apa kamu nya? Makanya kalau lagi di tempat kerja tuh yang fokus. Biar nggak kayak gini kejadiannya. Sengaja ya biar nggak cepat ngajar anak-anak".

" Astaghfirullah bu Dita. Nggak kayak gitu. Tadi memang ada anak yang menabrak saya hingga buku-buku ini jatuh berserakan ".

" Hmmm ada saja alasannya ". Bu Dita membuang muka ke arah lain.

" A'a ayo kita pergi. Tadi a'a mau ke ruang UKS kan? " Bu Dita mengajak pak Edo pergi. Laki-laki itu sempat melirik Syifa sekilas lalu pergi bersama bu Dita.

Syifa cukup kaget dengan perubahan pak Edo. Tidak biasanya laki-laki itu acuh padanya.
Setelah buku-buku yang berserakan berhasil Syifa kumpulkan kembali, gadis itu segera pergi dan masuk kelas.

Jam pulang sekolah, Syifa bertemu dengan pak Edo di parkiran. Syifa memberikan senyum dan sedikit menundukkan kepala pada laki-laki itu. Bukan niatnya untuk menggoda tapi ia melakukannya sebagai tanda hormat pada yang lebih tua saja.

Pak Edo hanya diam. Tidak tersenyum balik atau menyapa seperti biasa. Hal ini yang membuat Syifa heran.
Syifa melihat sesuatu jatuh dari saku jaket yang sedang di pakai pak Edo. Sepertinya laki-laki itu tidak sadar.
Syifa berjalan mendekati pak Edo dan mengambil kunci motor laki-laki itu yang terjatuh.

"Ini pak". Syifa memberikan kunci motor tesebut pada pemiliknya.

" Makasih". Ucap pak Edo sambil mengambil kunci dari tangan Syifa. Beliau tidak menatap Syifa, hanya tangannya yang menggapai kunci motor.

"Emm bapak kenapa? " Tanya Syifa karena pak Edo terlihat berbeda dari biasanya.

"Sakit ya? " Tanya Syifa lagi karena pak Edo hanya diam saja.

"Nggak usah sok peduli". Jawaban sarkas itu membuat Syifa terlonjak kaget.

" Ma_maaf pak. Saya ada salah ya?".

Pak Edo yang masih menggunakan sarung tangan menatap Syifa tajam. "Masih tanya? Benar-benar nggak sadar diri".

Syifa menatap pak Edo bingung.

" Mending elo nggak usah deketin gue lagi kalau ujungnya mau nyakitin hati gue. Gue tau, gue kalah jauh dari dia dalam segi apapun. Tapi tolong jangan permainkan hati gue kayak gini dong. Kalau emang elo milih dia, oke fine. Gue ikhlas ".
Untuk pertama kalinya pak Edo menggunakan kosakata elo-gue pada Syifa. Lagi-lagi sesuatu yang aneh menurut Syifa.

Saat mereka masih mengobrol, bu Dita datang.

" Kenapa a'? ".

" Enggak. Kamu udah siap? ".

" Udah. Dia ngapain? " Tanya bu Dita sambil melihat Syifa.

"Saya nggak ngapa-ngapain kok bu. Kalau begitu permisi".

" Iya. Sana jauh-jauh". Bu Dita mengibaskan tangannya, mengusir Syifa. Tanpa di usir pun Syifa sebenarnya akan pergi.

"Oh ya, jadi cewek jangan sok cantik ya. Nggak semua cowok mau ngejar-ngejar kamu".

Kedua orang itu pergi lebih dulu dengan berboncengan. Syifa menatap pasangan yang ia sebut aneh itu dengan bingung.

" Cocok banget mereka berdua. Sama-sama aneh".

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang