🌜78🌛

544 64 4
                                    

Anak mana yang akan diam saja melihat Ibunya disakiti seperti ini. Anak mana yang tidak akan sedih melihat Ibunya terluka.
Itulah yang dialami Rama saat ini. Ia sangat sedih melihat Mamanya harus mendapatkan jahitan di bahu akibat ulah sepupu gilanya itu. Rama berjanji akan membalas perbuatan Mawar yang sudah berani melukai wanita yang sudah melahirkannya.

Rama menatap Mamanya yang tengah tertidur. Entah apa yang dipikiran sepupunya sehingga perempuan itu dengan teganya melukai Tantenya sendiri. Setahu Rama, Mamanya tidak pernah berbuat jahat pada Bunga. Bahkan saat masih kecil, Bunga sangat dekat dengan Mamanya. Saat masih kecil, Bunga sering dititipkan pada Mama Asti karena kedua orangtuanya sibuk bekerja.

Rama sudah mendengar cerita kejadian malam ini dari kepala penjaga di rumahnya. Saat itu Bunga datang dan langsung masuk ke rumah. Para penjaga yang mengenal Bunga sebagai keponakan dari bosnya tentunya tidak melarang. Mereka membiarkan Bunga masuk. Selang beberapa terdengar suara teriakan dari dalam rumah. Para penjaga yang ada di luar rumah langsung masuk dan melihat keadaan rumah yang sangat berantakan. Pecahan guci dan bantal sofa berserakan di mana-mana. Bukan hanya itu, Bunga juga berteriak dengan terus memanggil-manggil pemilik rumah. Papa Deni, Mama Asti dan juga Rama. Mereka mencoba menenangkan Bunga dan menarik perempuan itu untuk keluar rumah karena takut akan semakin membuat kekacauan. Saat itu tiba-tiba Mama Asti datang. Beliau mendekat dan mengajak Bunga mengobrol dengan baik. Bunga sempat tertunduk dan seperti menyesali perbuatannya. Akan tetapi hal itu salah. Ternyata itu semua hanya tipu daya yang ia lakukan untuk membuat para penjaga lengah. Keadaan seperti itulah yang dimanfaatkan Bunga untuk menyakiti Mama Asti. Dengan menggunakan beling yang ia lihat di bawah kaki salah satu penjaga yang tadi memeganginya, Bunga berniat melukai Mama Asti. Ketika tangannya sudah menggenggam beling, secepat kilat Bunga mengarahkan benda tajam itu ke arah leher Mama Asti. Untungnya gerakan itu diketahui penjaga yang berada di kanannya. Penjaga itu langsung menendang tangan Bunga namun nahas, beling itu justru mengenai bahu Mama Asti. Bahkan baju yang dipakai oleh Mama dari Rama itu sampai robek cukup lebar. Mama Asti langsung dibawa ke rumah sakit sedangkan Bunga langsung dibawa ke kepolisian.

Rama melihat mata Mamanya yang bergerak-gerak. Sepertinya, Mamanya akan bangun. Benar saja. Tak lama mata sang Mama pun terbuka. Arya mencondongkan badannya agar lebih dekat dengan Mama Asti.

"Rama...." Kata itu terucap pertama kali dari bibir Mama Asti.

"Iya Ma. Ini Rama. Gimana keadaan Mama?"

"Baik. Kok kamu masih di sini?" Rama berdecak saat mendengar pertanyaan Mamanya.

"Mama nggak suka Rama di sini?"

"Bukannya gitu. Tapi kan harusnya kamu nggak di sini. Mama udah baik-baik aja. Ini cuma luka goresan." Suara decakan Rama semakin keras. Goresan katanya? Jika hanya goresan, tidak mungkin dokter memberikan enam jahitan di bahu Mamanya.

"Yang seperti itu Mama debut goresan? Kalau hanya goresan, dokter tidak mungkin menjahit luka yang Mama sebut goresan itu," Ucap Rama ketus.

"Hehehe kamu jangan ngomel terus.  Calon Papa nggak boleh banyak ngomel. Eh ngomong-ngomong, siapa yang jagain menantu Mama kalau kamu di sini? Terus Mbok Nah ke mana? Apa udah pulang?" Tanya Mama Asti beruntun.

"Mbok Nah belum pulang. Si Mbok lagi nungguin Syifa di ruangannya," Jawab Rama.
Tadi saat ia ditelpon oleh salah satu penjaga di rumahnya dan mengabarkan bahwa Mamanya sedang dalam perjalanan ke rumah sakit karena terluka, Rama langsung keluar dari kamar inap istrinya. Rama menunggu di lobby rumah sakit. Ternyata Mamanya tidak hanya diantar oleh para penjaga tapi juga ada Mbok Nah. Lalu Rama meminta Mbok Nah untuk menjaga Syifa karena ia mau menemani Mamanya  lebih dulu.

"Kamu kembali ke ruangan Syifa sana! Biar Mbok Nah yang di sini."

"Mama ngusir Rama?"

"Bukan gitu tapi untuk saat ini Syifa lebih membutuhkan kamu. Nanti kalau Syifa bangun dan kamu tidak ada di sana bagaimana? Kalau dia butuh apa-apa gimana?"

"Kan ada si Mbok, Ma."

"Kalau Syifa mau ke kamar mandi gimana? Ingat loh kata Mama tadi. Jangan biarin Syifa turun dari tempat tidurnya dulu. Pokoknya dia harus bed rest untuk sementara waktu kondisinya benar-benar pulih. Jadi, kamu pergi aja sana!"
Rama tidak bergeming. Ia masih diam di tempat. Sebenarnya ia juga merasa bersalah telah meninggalkan istrinya tapi ia tidak tega melihat Mamanya berbaring di rumah sakit karena kesalahannya. Andai saja tadi ia tidak memaksa Mamanya pulang, mungkin kejadiannya tidak seperti ini.

"Rama, kamu jangan merasa bersalah. Apa yang terjadi pada Mama sekarang bukanlah kesalahan kamu. Ini takdir yang harus Mama terima. Lagipula kan Mama nggak pa-pa. Tadi kamu denger kan penjelasan dokter. Mama nggak kenapa-kenapa. Nggak ada yang di perlu dikhawatirkan."

"Gimana Rama nggak khawatir, tadi waktu dibawa kesini aja, Mama dalam kondisi tidak sadarkan diri." Saat dibawa ke rumah sakit, Mama Asti memang dalam keadaan pingsan. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Setelah sampai di rumah sakit, Mama Asti sudah siuman.

"Mama cuma syok dengan apa yang sudah di lakukan Mawar." Mendengar Mamanya menyebut nama Bunga, Rama mengepalkan tangannya dengan kuat. Urat-urat yang ada di tangannya sampai terlihat jelas.

"Rama janji! Rama akan membalaskan apa yang sudah dilakukan perempuan itu pada Mama! Rama pastikan dia akan mendapat hukuman yang berat." Rahang Rama mengeras. Tangannya pun mengepal dengan kuat.

"Jangan!" Rama menoleh saat tangan Mamanya menangkup tangannya yang jauh lebih besar.

"Jangan ya. Mama tidak pernah mengajari kamu untuk menjadi seorang pendendam. Biarkan dia beb_"

"Ma! Rama nggak akan membebaskan dia setelah apa yang dia perbuat pada Mama." Rama sengaja memotong ucapan Mamanya karena ia tahu apa yang diucapkan wanita yang telah melahirkannya itu. Ia tidak membebaskan Bunga. Bunga harus mendapatkan ganjaran atas perbuatannya.

"Kasihan dia Rama. Walau Mama tidak suka dengan Adikmu_"

"Rama tidak punya Adik seperti dia." Rama lagi-lagi memotong ucapan Mamanya. Jika tidak sedang seperti ini, pastilah ia akan kena marah.

Mama Asti terkekeh melihat anaknya yang ngambek seperti ini.

"Mama kenapa ketawa sih?Emang ada yang lucu?"

"Ada. Melihat kamu ngambek seperti ini, Mama jadi ingat waktu kamu masih kecil. Dulu kamu tuh ambekan banget. Dikit-dikit ngambek. Kalau Mama pengen sesuatu yang nggak kamu suka, pasti kamu ngambek. Ternyata kebiasaan itu masih kamu bawa sampai sekarang."

Rama hanya diam.

"Ram, Mama nggak akan maksa kamu buat membebaskan Mawar. Tapi biarkan pihak yang berwajib saja yang mengurusnya. Kamu fokus saja pada istri dan calon anakmu. Kamu mau kan menuruti permintaan Mama?"
Bukannya apa-apa. Jika Rama ikut campur, maka hukuman pada Mawar bisa jauh lebih berat.

"Ram!" Panggil Mama Asti. Rama pun mengerjapkan matanya.

"Iya Ma. Rama nggak akan ikut campur." Mama Asti tersenyum. Ia membuka tangannya lebar dan membiarkan sang putra memeluknya.

Hai semuanya 🙋🙋
Berhubung masih dalam rangka tahun baru, Aku mau ngucapin selamat tahun baru buat yang merayakannya 😆😆
Semoga di tahun ini, apa yang kita inginkan bisa tercapai.
Aamiin 🤲

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang