🌜80🌛

491 53 1
                                    

"Ma, gimana sama anak-anak? Mereka nggak ada ngabarin kita sampai saat ini." Bayu mondar-mandir sambil menatap jalanan yang ada di bawah dari jendela beda yang ada di kamarnya.

"Biarin aja sih Pa. Mereka udah pada gede ini," Jawab Sinta tanpa melihat pada suaminya. Ia malah fokus pada kukunya yang saat ini sedang ia beri kutek.

"Mereka memang sudah besar Ma, tapi kan mereka tetap anak kita. Kalau sesuatu terjadi sama mereka, kita juga yang akan sedih."

"Itu sih Papa, Mama sih enggak ya," Jawab Sinta cuek. Bayu hanya menggelengkan kepalanya mendengar jawaban sang istri. Istrinya itu benar-benar tidak khawatir dengan kondisi kedua anak mereka yang sudah dua hari ini hilang tanpa kabar.

"Pa, saat ini lebih baik Papa mikirin gimana caranya kita bisa keluar dari sini dengan aman. Kemarin, waktu Mama ke minimarket di seberang hotel, Mama ngerasa sedang diawasi. Apa itu kerjaannya Mas Deni?"

Bayu menghendikkan bahunya. "Mungkin. Mama tahu sendiri gimana Mas Deni. Dia nggak akan melepaskan kita setelah mengetahui apa yang kita lakukan."

"Lagian kenapa Papa nggak hati-hati sih? Kenapa juga Papa ngajakin orang bodoh kayak Gio untuk bekerja sama? Baru jalan beberapa bulan, udah di tangkap aja! Kalau udah kayak gini gimana coba? Pusing Mama mikirinnya!" Sinta menatap suaminya dengan wajah yang jengkel.

Bayu menghela nafas lelah. "Papa juga nggak nyangka akan ketahuan secepat ini Ma. Papa ngajak Gio kerja sama karena hanya dia yang mau melakukan hal ini."
Gio adalah nama orang yang diajak oleh Bayu untuk bekerja sama melakukan kecurangan pada proyek Kalindra Group. Gio sudah di tangkap di rumahnya. Bayu yang mengetahui rekannya sudah di tangkap memilih kabur karena tidak mau memiliki nasib yang sama.

"Kalian berdua itu benar-benar nggak becus!" Bayu sedari tadi hanya diam mendengarkan istrinya yang terus menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi sekarang. Padahal semua yang terjadi saat ini bukanlah murni kesalahannya. Jika bukan sang istri yang mendesaknya untuk mengambil uang lebih banyak, mungkin apa yang ia lakukan tidak akan ketahuan secepat ini.

"Pa! Pokoknya Mama nggak mau tahu. Papa harus nemuin cara supaya kita bisa pergi dari sini dan nggak ketangkap sama Mas Deni!" Ucap Sinta dengan menggebu-gebu.

"Papa belum bisa mikirin hal itu. Papa masih mikirin di mana keberadaan anak kita sekarang."

"Ngapain mikirin mereka sih Pa? Mereka itu udah gede. Udah bisa jaga diri."

"Tapi Ma_"

"Ahh pusing Mama dengerin ocehan Papa terus! Mendingan Mama tidur!" Sinta beranjak dari sofa yang ia duduki. Baru beberapa langkah, ia kembali membalikkan badannya.

"Setelah Mama bangun tidur, Papa harus udah nemuin jalan keluarnya." Setelah mengatakan itu, Sinta langsung naik ke tempat tidur dan memposisikan diri memunggungi suaminya.

Bayu hanya bisa menghela nafas. Ia tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan istrinya. Bagaimana bisa, istrinya itu santai-santai saja disaat kedua anak mereka tidak bisa dihubungi sama sekali.
Bayu duduk di sofa yang tadi di duduki oleh istrinya. Ia menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa sambil memijit kepalanya yang terasa ngilu karena memikirkan nasib kedua anaknya.

Saat ini Bayu dan Sinta sedang berada di hotel yang letaknya tidak jauh dari bandara internasional Soekarno Hatta. Setelah mengetahui penangkapan Gio, Bayu langsung memberitahu istri dan kedua anaknya. Rencananya mereka akan pergi ke luar negeri agar tidak tertangkap. Namun rencana itu tidak bisa terealisasikan karena Baron dan juga Bunga tidak kunjung datang. Mereka hilang dan tidak ada kabar sama sekali.

Di tempat lain, Rama sedang menerima telepon dari orang suruhannya. Orang itu melaporkan mengenai keberadaan Bayu dan Sinta yang menghilang sejak ditangkapnya Gio, kepala mandor proyek hotel Kalindra Group.

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang