🌜69🌛

671 71 4
                                    

"Aku cocok Ma, sama rumah ini. Nggak terlalu kecil dan fasilitasnya juga lengkap. Aku mau kamar yang di atas. Kamar paling ujung, " Ucap Bunga setelah melihat-lihat rumah yang akan ia tempati.

"Kamu gimana Baron? Setuju dengan rumah ini? Atau mau cari yang lain? " Tanya Bayu pada anak sulungnya.

"Udahlah ini aja. Segini juga udah cukup kok buat tinggal kita. " Sahut Bunga mendahului abangnya.

"Iya Pa. Baron setuju. Yah walaupun rumah ini nggak sebesar rumah Om sama Tante setidaknya ini lebih luas dari tempat tinggal kami sebelumnya yang terlihat seperti kandang ayam itu. "

"Baiklah kalau kalian sudah setuju. Kita akan menyewa rumah ini. " Bayu mengambil keputusan akhir.

"Jeng Dewi, suami dan anak saya setuju untuk menyewa rumah ini. " Sinta berbicara dengan pemilik rumah yang akan mereka sewa.

"Terimakasih sebelumnya karena jeng Sinta dan suami mau menyewa rumah saya ini. Untuk urusan selanjutnya, kalian bisa berkomunikasi dengan Dion. Dia keponakan saya dan orang yang saya percaya untuk mengurus rumah ini." Pria dewasa yang berada di samping bu Dewi tersenyum pada Sinta dan juga keluarganya.

Bunga terpesona dengan senyuman Dion. Menurutnya, senyum laki-laki itu sangat manis. Wajahnya tampan, badannya tegap dan aura yang dipancarkan membuat Bunga langsung tertarik pada pandangan pertama.

"Kalau begitu saya permisi. Dion, kamu urus masalah selanjutnya. Tante pergi dulu. " Titah bu Dewi pada Dion.

"Baik tante. " Bu Dewi undur diri dan pergi meninggalkan mereka. Dion mengajak pak Bayu ke ruangan lain untuk mengurus pembayarannya rumah.

Sinta mengajak anak-anaknya untuk berkeliling ke samping rumah. Mereka belum sempat melihat tempat itu karena terlalu exited dengan bagian dalam rumah.

"Aaaaaa kolam renang i'am cooming. " Bunga berteriak dan langsung berlari ke arah kolam. Tanpa diduga, perempuan itu juga menceburkan dirinya ke dalam kolam. Sinta dan Baron yang melihat kelakukan Bunga hanya menggelengkan kepala.

"Norak banget sih lo! Bener-bener ya! "

"Terserah deh elo mau bilang apa. Gue lagi seneng banget nih. Akhirnya bisa ngerasain renang lagi. Udah sebulan lebih gue nggak renang. Badan gue rasanya pegel-pegel" Jawab Bunga. Ia menutupi matanya dan terlihat sangat menikmati momen-momen seperti ini.

"Waktu itu kan gue udah nyuruh renang di samping kontrakan. Elo nolak dan malah marahin gue. "

"Gila loe! Itu kali, bukan kolam renang. Mana mungkin gue mau berenang di sana. Air nya kotor dan banyak kuman nya. Gue nggak mau badan gue gatal-gatal karena berenang di sana, " Jawab Bunga ngegas. Jelas saja saat itu ia tidak mau karena kali yang ada di samping kontrakan nya dulu airnya kotor dan banyak sampah yang berserakan.

"Udah diem! Gue mau rileksasi dulu. Denger suara elo bikin mood gue jadi rusak! Hush... Hush..." Bunga menyuruh Baron pergi karena tidak mau ketentraman nya di ganggu.

Baron tidak mau pergi. Ia malah duduk di pinggir kolam dan memasukkan kakinya.

"Dila gimana? Kapan dia pulang? " Tanya Sinta pada Baron. Menantunya itu sedang pergi ke rumah orang tuanya.

"Nggak tau Ma. Dia nggak ngehubungin, " Jawab Baron pasrah. Sudah lebih dari seminggu istrinya pergi dan tidak memberi kabar. Ketika pergi pun, Dila tidak pamit langsung pada Baron. Perempuan itu hanya mengirim pesan saat dalam perjalanan.

"Hmmm tanda-tanda tuh. " Celetuk Bunga.

"Tanda-tanda apa maksud loe? "

"Tanda kalau Dila udah nggak butuh elo lagi. " Jika sedang jengkel dengan kakak iparnya itu, Bunga terkadang menyebut Dila tanpa embel-embel 'kak'.

"Maksud loe apa ngomong kayak gitu?".

"Masa kayak gitu aja nggak tahu? Perlu gue jelasin banget??" Bunga melirik sebentar pada Baron lalu menutup matanya kembali.

"Elo tuh sekarang udah nggak guna Bang. Elo udah nggak bisa memenuhi keinginan dia. Makanya, secara perlahan dia pergi ninggalin elo. " Kalimat yang keluar dari mulut Bunga memancing amarah Baron.

"Udah tahu istri loe itu cewek matre. Elo maksa banget buat nikahin dia. Segala cara elo lakuin buat dapatin dia. Sekarang lihat kan? Dia ninggalin elo dan gue yakin dia lagi cari incaran cowok yang jauh lebih kaya dari elo untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. "

"Jaga ucapan loe! Dila bukan orang yang seperti itu!"

Mata Bunga terbuka sempurna. "Masih aja elo ngebela dia? Buka mata elo! Dia sengaja pergi ke rumah orang tuanya dengan alasan kangen. Kalau dia cuma kangen, kenapa nggak minta dianterin elo? Atau paling enggak, izin langsung sama elo. Bukan lewat WA kayak yang dia lakuin! Gue sih yakin dia pergi ke sana untuk mengurus surat cerai kalian. Dia_"

"Sialan!! " Baron memukul lantai dengan kerasnya. Sinta menjerit karena kaget.

"Tutup mulut elo! Atau gue buat mulut elo tertutup untuk selamanya! " Napas Baron memburu dan tangannya terkepal sangat kuat. Ia tidak terima dengan yang di ucapkan Bunga barusan.

"Bang sabar! Dia adikmu. " Sinta memegang pundak Baron. Ia tidak mau Baron melukai Bunga. Sinta sangat tahu bagaimana watak anak sulungnya ini. Jika ia sedang marah, ia akan menghajar orang yang telah melukainya tanpa pandang bulu.

"Bunga! Jaga ucapan mu! " Sinta membentak Bunga yang masih terlihat santai. Ia tidak taku dengan kemarahan Baron yang di sebab olehnya.

"Minta maaf pada Abang mu! " Perintah Sinta. Bunga hanya memandang sekilas. Ia seperti enggan meminta maaf pada Abang nya karena menurutnya ia sudah benar.

"Bunga! Ayo minta maaf! " Perintah Sinta sekali lagi.

Bunga masih diam saja hingga terdengar lah suara dering HP milik Baron. Baron mengambil benda berbentuk kotak itu dari dalam saku celananya.

"Lihat nih! Dila nelpon gue. Berarti apa yang elo bilang itu nggak bener! Dasar tukang fitnah! " Baron menunjukkan nama yang tertera di layar HP nya. Bunga tidak mau repot-repot menoleh. Ia tetap menikmati aktivitas yang sudah lama tidak ia jalani.

Baron langsung mengangkat telepon dari istrinya. Awalnya ia terlihat sangat senang karena akhirnya sang istri namun beberapa detik setelahnya ia terdiam setelah mendengar ucapan sang istri. Tanpa sadar ia menjatuhkan HP nya. Ponsel yang jatuh hingga menimbulkan bunyi itu membuat Bunga dan Mamanya bertanya-tanya. Ada apa?

🍃🍃🍃

Kepulangan Rama dan Syifa disambut penuh bahagia oleh keluarganya. Bahkan mama Asti menyiapkan kejutan kecil-kecilan untuk menyambut anak dan menantunya yang baru pulang dari bulan madu itu.

"Terimakasih ya Ma atas kejutannya. Syifa seneng banget. " Syifa memeluk tubuh Mama mertuanya dengan hangat.

"Kenapa berterimakasih? Kamu anak Mama, sudah seharusnya Mama membuat kamu bahagia. " Bagaimana Syifa tidak bahagia, jika saat ini ia dikelilingi orang-orang yang sangat ia sayangi. Selain Mama dan Papa mertuanya, ayah dan ibunya juga ada di sini untuk menyambutnya. Rencananya ia dan Rama baru akan berkunjung ke rumah ayah dan ibunya setelah pulang dari bulan madu ini. Nyatanya mereka justru lebih dulu mengunjunginya di rumah mertuanya.

Disisi lain, ibu Syifa sangat bersyukur karena anaknya memiliki mertua yang sangat menyayangi dan mau menerima keberadaan sang anak di tengah-tengah keluarga mereka. Hal ini tentunya menjadi dambaan setiap orang tua yaitu melihat kebahagiaan anaknya.

KANG MANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang