Pagi ini, Rama dan Papanya sedang dalam perjalanan menuju kantor polisi. Semalam, orang kepercayaannya melapor bahwa Om dan Tantenya sudah di tangkap. Orang kepercayaannya itu mengatakan jika Sinta hendak kabur dan beruntung aksinya itu langsung di ketahui oleh orang yang memata-matainya. Sinta di tangkap dan mereka langsung membawanya ke pihak yang berwajib.
Sebenarnya, Papa Deni tidak mengizinkan putranya itu untuk ikut ke kantor polisi karena ia bisa menangani masalah ini sendiri. Selain itu, ia ingin sang putra tetap di rumah saja agar bisa menjaga dan menemani menantunya yang baru saja pulang dari rumah sakit. Namun hal itu justru di tolak menantunya. Syifa mengizinkan suaminya itu untuk ikut Papa mertuanya dengan syarat saat pulang nanti, sang suami harus membelikannya es pisang hijau. Syarat mudah yang pastinya akan bisa di penuhi oleh sang putra.
"Apa yang akan Papa lakuin sama bertemu dengan mereka nanti?" Tanya Rama pada Papanya.
"Entahlah. Papa sendiri bingung. Di maki pun rasanya percuma. Om kamu itu terlalu bebal," Jawab Papa Deni dengan wajah datar.
"Dia terlalu cinta sama istrinya, sampai-sampai, apapun yang diminta wanita itu selalu dituruti. Menghalalkan segala cara agar istrinya itu tidak meninggalkan dia. Om kamu sampai tidak sadar jika dia sedang di perbudak oleh istrinya." Lanjut Papa Deni.
Rama hanya menganggukkan kepalanya. Apa yang dikatakan oleh Papanya memang benar. Rasa cinta Omnya kepada sang Tante begitu amat besar. Apapun yang di inginkan Tantenya pasti akan dituruti. Rama ingat, saat itu Omnya pernah meminjam uang untuk merayakan hari ulang tahun sang Tante di sebuah hotel mewah. Padahal saat itu kondisi keuangan Omnya sedang sangat buruk karena perusahaan yang dipimpin oleh laki-laki itu mengalami masalah keuangan dan terancam bangkrut. Akan tetapi Omnya masih memikirkan hal yang demikian. Suatu hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan dalam kondisi seperti itu.
Dalam perjalanan menuju kantor polisi, Rama meminta pendapat Papanya mengenai pekerjaan yang saat ini ia kerjakan. Walaupun ia sudah cukup mahir di bidang ini, Rama masih membutuhkan saran dan Papanya. Menurutnya, Papanya adalah orang yang tepat untuk diajak berdiskusi karena beliau sudah lebih dulu berkecimpung di bisnis yang ia jalani sekarang.
Begitu sampai, keduanya bertemu dengan pengacara yang di tunjuk untuk menangani masalah ini. Laki-laki muda yang seusia dengan Rama itu menyambut baik kedatangan dua klien besarnya.
"Selamat pagi Pak Deni, Pak Rama?"
"Selamat pagi Pak Juan," Jawab Rama dengan ramah sedangkan Papanya hanya tersenyum.
"Bagaimana kabarnya? Sudah lama ya kita tidak bertemu?" Tanya Pak Juan basa-basi.
Kali ini Rama menjawabnya dengan senyuman. Sebelum menjawab, ia sengaja menghadiahkan sebuah pukulan ringan di lengan pengacaranya.
"Nggak usah sok formal gitu. Gue berasa ngomong sama pengacara sungguhan," Jawab Rama sambil terkekeh.
Juan pun lantas tertawa mendengar jawaban Rama. Ia melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Rama kepadanya.
"Sialan loe! Gue emang pengacara sungguhan! Udah banyak kasus yang gue tangani dan selalu berhasil," Jawab Juan menyombongkan dirinya.
"Selalu saja menyombongkan diri," cibir Rama.
"Hahaha sombong memang sudah menjadi bagian dari diri gue."
"Sudah.... sudah! Kalian berdua ini, kalau bertemu pasti berdebat," Lerai Papa Deni. Rama dan Juan yang tak lain adalah anak dari sahabatnya itu sudah saling mengenal sejak kecil. Keakraban yang terjalin sejak keduanya masih kecil, berlanjut hingga saat ini. Walaupun sudah jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, mereka masih tetap berkomunikasi.
![](https://img.wattpad.com/cover/258612705-288-k621434.jpg)