##Bab 5 Ada Tidak?

588 38 0
                                    

Lelaki itu berbalik dengan perlahan, matanya yang gelap itu memperhatikan Febi sehingga dia bisa melihat dengan jelas rasa sakit, bersalah dan kegelisahan di mata Febi. Sebelum Lelaki itu berbicara, Febi telah kehilangan keberaniannya dan mengisyaratkan untuknya 'berhenti' dengan tangannya yang gemetar.

"Jangan! Kamu tidak perlu memberitahuku siapa kamu, aku tidak ingin tahu!" Febi mengangkat selimut dan melompat turun. Kemudian, dia baru menyadari pakaian yang dikenakannya terlalu tipis, seketika wajahnya memucat, lalu meraih selimut dan membungkus tubuhnya dengan erat, "Kamu hanya cukup memberitahuku, kami ... aku dan kamu ...."

Febi bersemangat hingga memperagakan dengan jemarinya seakan perkataan itu sulit untuk diucapkan, tapi dia harus berkata, "Apakah di antara kita ada terjadi sesuatu?"

Lelaki itu mencibir dan mulai mengenakan kemejanya dengan santai, seolah-olah dia sama sekali tidak ingin menjawab pertanyaannya. Kancing mawar emas terlihat menyilaukan di bawah sinar matahari pagi.

Dia sudah hampir gila.

"Sikap macam apa kamu? Jawab aku, apakah tadi malam kita ada bercinta?" Febi berjalan ke hadapannya dengan panik.

"Menurutmu?" tanya lelaki itu dengan nada dingin sambil melototi wajah kecil yang memerah karena marah itu dengan dingin.

"Menurutku? Kalau aku tahu, apa aku masih perlu bertanya padamu? Dasar bajingan! Apa kamu telah melakukan yang tidak-tidak padaku?" ucap Febi yang tiba-tiba tidak bisa menahan amarahnya, dia meremas tinjunya untuk memukul lelaki itu.

Sebelum tinju itu melayang, pria itu dengan cepat menggenggam tangan Febi dan menahannya. Tatapan dingin lelaki itu seakan menusuk ke dalam kulitnya dengan kejam, "Nona, izinkan aku mengingatkanmu, kamu sendiri yang masuk ke kamarku dengan pakaian seperti ini, jadi apa pun yang terjadi pada kita tadi malam, kamu sendiri yang harus bertanggung jawab atas. Aku tidak berkewajiban memberimu penjelasan apa pun!"

"Kamu ...." Febi kesal hingga kehabisan kata-kata.

Lelaki itu melirik Febi, lalu melihat mata Febi yang memerah. Dia melepaskan Febi, tetapi wajah tampannya itu sama sekali tidak terlihat bersahabat.

Pada saat ini, bel kamar tiba-tiba berbunyi. Dia masih melepaskan handuknya dengan tenang, lalu mengenakan celana panjang. Saat berbalik, dia Febi masih berdiri di sana dengan wajah pucat pasi, dia memerintah dengan suara rendah, "Buka pintunya."

"Kenapa aku yang membuka pintu?" Febi merasa lelaki itu sangat aneh. Belum lagi kamar ini sama sekali bukanlah kamarnya. Situasi dia yang berantakan sekarang juga tidak mungkin dilihat oleh yang lain.

"Apakah kamu berharap aku keluar dengan penampilan seperti ini?" Lelaki itu sama sekali tidak menatap Febi, dia memasang ikat pinggang Hermes dengan rapi, lalu mengangkat kerah kemejanya dan memasang dasi sutra di lehernya.

Febi menatap lelaki tidak dikenal itu dengan bingung. Wajahnya terlihat sangat tampan di bawah cahaya pagi yang terpancar dari jendela. Setiap gerakan tangannya terlihat sangat elegan. Ekspresi acuh tak acuh lelaki itu seakan tidak memedulikan apa pun.

Intuisi Febi memberitahunya dia bukanlah pria yang sederhana. Meskipun Febi tidak tahu orang seperti apa dia, orang yang bisa tinggal di kamar suite VIP seperti ini pasti orang kaya dan terhormat.

"Apa kamu sudah puas melihat?" Dia tiba-tiba memalingkan wajahnya ke samping, wajah tampannya tertuju pada Febi.

Febi tercengang, lalu membuang muka dengan cepat. Awalnya karena terlalu terkejut, Febi sama sekali tidak melihat wajahnya dengan saksama. Sekarang mereka saling berhadapan, bahkan jika hanya sekilas, ketampanannya itu benar-benar dapat digambarkan sebagai "pemandangan yang menakjubkan".


Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang