Tepat ketika Febi memutuskan untuk pergi lebih dulu, pintu mobil tiba-tiba didorong terbuka. Julian membungkuk untuk keluar dari mobil dan berdiri di depannya.
Tubuh tinggi dan lurus itu menyelimuti Febi, serta menghalangi semua cahaya di atas kepalanya. Di bawah cahaya lampu, mata Julian berbinar-binar dan menatap lurus ke arah Febi hingga membuat tubuhnya terasa panas.
Febi ditatap oleh Julian hingga mulutnya terasa kering. Lidah lembut Febi menjilat bibirnya yang kering, lalu bertanya dengan suara pelan, "Ada apa? Masih ada urusan?"
Mata Julian menegang.
Julian berpikir, dirinya pasti sudah gila.
Oleh karena itu, di matanya, setiap gerakan kecil Febi terlihat begitu indah dan terus menggoda hatinya. Saat pertama kali Julian mendekatinya, apakah Julian pernah suatu hari Febi akan bisa masuk ke dalam hatinya?
Sekarang, Febi mungkin satu-satunya yang bisa mengendalikan emosi Julian seperti ini.
Kaki Julian yang panjang melangkah mendekat ke Febi. Di bawah mata Febi yang bingung, Julian tiba-tiba memegang wajah kecilnya, menatap mata berbinar-binar Febi yang terlihat indah dan memabukkan.
Perasaan bahaya membuat napas Febi terhenti. Saat berikutnya, ciumannya tiba-tiba jatuh. Ciuman itu sangat bergairah dan panas, seolah-olah Julian ingin mencium jiwanya hingga membuat jantung Febi berdetak kencang dan pikirannya tiba-tiba menjadi kosong. Febi secara naluriah hanya bisa menanggapi ciumannya itu.
Febi juga tidak bisa mengendalikan dirinya, dia menempel di lengan Julian dengan emosional. Bibir Febi yang merah merona sedikit terbuka dan membiarkan lidah Julian menyerang dengan bebas.
Tanggapan Febi membuat Julian mendengus pelan. Dia memasukkan jari-jarinya yang panjang di antara rambut Febi, memegang bagian belakang kepalanya dan mendorongnya untuk lebih dekat, lalu menciumnya semakin lama dan penuh semangat. Telapak tangan besar Julian yang lainnya sudah memasuki piyama Febi dengan tidak terkendali.
Di dalam piyama, Febi tidak mengenakan apa pun. Jari-jari Julian yang panjang dengan akurat menyentuh sesuatu yang kenyal dan lembut. Febi kaget dan dengan cepat meraih tangan Julian, "Jangan...."
Di sini, banyak orang yang lalu-lalang, jadi kemungkinan besar adegan ini sudah terlihat oleh yang lain. Julian hanya bisa menahan diri dan menarik tangannya dari piyama Febi. Dia menatap Febi dengan tatapan yang dipenuhi dengan rasa sakit karena menekan keinginannya.
Ujung hidung Julian yang berkeringat tipis menempel di hidung Febi, "Malam ini, aku mungkin tidak akan bisa tidur nyenyak...."
"Hah?" Mata Febi yang berbinar terlihat bingung. Tatapannya sedikit linglung sama seperti Julian.
Julian kembali mencium bibir Febi dengan kuat, membuat Febi terengah-engah. Setelah itu, Julian baru memaksa dirinya untuk berhenti dan berkata dengan suara rendah, "Aku menginginkanmu, hingga tidak bisa tidur.... "
Begitu kata-katanya keluar, seketika wajah Febi memerah. Kata-katanya begitu lugas sehingga Febi merasa malu.
"Kamu ... cepatlah kembali, ini sudah larut."
Febi tersipu dan mendesaknya.
Melihat Febi yang seperti ini, Julian merasa lucu dan tertawa, "Tunggu aku kembali."
"Oke," jawab Febi dengan patuh sambil mengawasinya kembali ke mobil. Kali ini, ketika Julian kembali, Febi bukan Nyonya Muda Dinata lagi.
Julian tidak segera pergi, dia menurunkan jendela mobil perlahan. Febi berjalan mendekat, menundukkan kepalanya dan berkata dengan nakal, "Jangan terlalu merindukanku, tidurlah yang nyenyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur, Ayo Cerai
RomanceDua tahun lalu, di bawah mata cemburu semua orang, dia menikah dengan putra Keluarga Dinata dan menjadi orang terhormat. Namun, tidak ada yang tahu dua tahun kemudian, dia yang sudah menikah masih adalah seorang gadis .... Pada hari itu, dia dijebak...