Julian seakan bisa menghangatkan hati Febi yang saat ini terasa dingin. Pria ini adalah penyelamat hidupnya.
Febi duduk di sofa dengan rambut hitam yang terurai di bahunya yang ramping. Rambut itu membingkai wajah kecil Febi yang sangat menawan.
Mata Julian yang bersemangat dan cerah itu terus-menerus menatap Febi. Jari-jari panjang Julian yang hangat mencubit dagu Febi dan melihat seluruh penampilannya yang sedikit linglung.
"Apa kamu tahu siapa aku?"
Mata Febi basah, lalu dia mengangguk dengan cepat.
"Kalau begitu siapa aku?"
"... Julian."
Nama itu diucapkan Febi dengan pelan dan sedikit hati-hati. Julian merasakan sesuatu yang lembut seperti bulu langsung menggelitik hatinya hingga merasa kesemutan dan gatal.
Napas Julian terengah-engah. Dia kembali mencium bibir Febi, menghadiahinya ciuman yang sangat bergairah. Kemudian, mereka memasuki tahap selanjutnya ....
Tiba-tiba air mata keluar dari mata Febi, semakin banyak air mata yang mengalir keluar. Mulut Julian mencium rasa pahit dan dingin, tiba-tiba dia menghentikan gerakannya. Julian menyipitkan mata pada Febi, rasa sakit dan kesedihan Febi semua terlihat olehnya. Tatapan yang penuh gairah berangsur-angsur menghilang. Dengan cepat, hanya tersisa aura dingin di matanya.
Julian menarik tangannya dan hendak pergi tanpa rasa enggan sedikit pun, seolah-olah mabuk karena berciuman dengan Febi barusan hanyalah ilusi semata.
Tangan Febi bergemetar, dia kembali meraih lengan Julian seperti sebuah perahu kecil yang tenggelam di laut.
Julian mendorongnya menjauh dengan kesal.
"Febi, sebaiknya kamu tidak memprovokasi aku lagi!" keluh Julian dengan kejam sambil menggertakkan giginya.
"Kenapa tidak melanjutkan? Kenapa?" Febi duduk terisak sambil menatap Julian dengan mata memerah. Ekspresi Febi terlihat menyedihkan seperti anak terlantar.
Julian kesal dan menarik Febi ke atas sambil menggertakkan giginya, "Mau berselingkuh? Febi, apakah kamu bisa?"
Wajah Julian yang sedingin es itu mendekat, jarak keduanya sangat dekat, ekspresi Julian terlihat sangat dingin dan menindas. Febi terkejut hingga tanpa sadar berjalan mundur selangkah. Kemudian, perlahan dia kembali ke alam sadarnya. Dia terjatuh ke sofa dengan frustrasi, lalu menutupi wajahnya dan menangis.
"Kenapa hanya dia yang bisa se ... selingkuh .... Aku tidak bisa?"
"Aku juga mau ... aku juga mau ...." Febi menggertakkan giginya, dengan kebencian ingin membalas dendam.
"Ada banyak pria lain di luar sana, kamu bisa dengan mudah mencari salah satu dari mereka!" Melihatnya menangis, Julian sama sekali tidak menunjukkan rasa simpatinya, dia malah berbicara dengan dingin. Wanita ini berencana menggunakannya untuk memprovokasi Nando, dia benar-benar melakukannya tanpa memikirkan konsekuensinya.
Julian mengabaikan Febi dan membiarkannya duduk di sofa sambil mengoceh dan menggila karena mabuk. Julian berbalik dan pergi ke kamar mandi.
Apartemen tunggalnya berkonsep terbuka. Setelah memasuki apartemennya bisa langsung melihat seluruh ruangan. Julian keluar dari kamar mandi dan mandi menggunakan air dingin. Panas di tubuhnya sudah sedikit meredah. Saat Julian melirik, dia langsung melihat Febi yang berada di sofa.
Saat ini, Febi sudah tidak gila lagi, dia duduk di sofa dan tertidur.
Julian masih mengabaikan Febi dan membiarkannya tertidur seperti itu. Dia berbaring di tempat tidur besar dan mematikan lampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur, Ayo Cerai
RomanceDua tahun lalu, di bawah mata cemburu semua orang, dia menikah dengan putra Keluarga Dinata dan menjadi orang terhormat. Namun, tidak ada yang tahu dua tahun kemudian, dia yang sudah menikah masih adalah seorang gadis .... Pada hari itu, dia dijebak...