##Bab 59 Memusuhi Semuanya

309 20 0
                                    

"Apakah kamu marah padaku?" Julian meremas dagu Febi yang halus, memaksa mata Febi untuk menatap matanya.

Mata Julian begitu dalam, seperti laut yang tidak terlihat dasarnya dan juga seperti pusaran air yang bisa dengan mudah menarik orang masuk ke dalamnya.

Jantung Febi berdetak kencang, dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Julian, "Tidak ada! Kemarahan macam apa yang bisa aku luapkan padamu? Pak Julian, Usha masih menunggumu, tolong lepaskan!"

Julian membiarkannya menepis tangannya, dia tetap tidak bergerak. Bagi Julian, kekuatan Febi tidak berbeda dengan seekor semut.

"Febi, bukankah kamu memiliki temperamen yang baik? Kamu tahan melihat suamimu bersama dengan wanita lain. Kenapa aku makan dengan Usha? Kamu sudah langsung tidak sabar untuk memutuskan hubungan denganku? Hah?"

Julian tidak berbicara dengan sungkan, kata-kata itu terdengar seperti ejekan di telinga Febi. Febi tiba-tiba marah dan mendorongnya lebih keras, "Ya! Aku adalah orang yang tidak berguna dan sekarang aku memusuhi semua orang! Pak Julian, karena kamu adalah teman Usha, tolong menjauh dariku! Aku tidak mau memiliki hubungan apa pun dengan kalian!"

"Kalian?" Julian mencibir, "Siapa yang termasuk kalian? Atas dasar apa kamu menjadikan aku dan mereka dalam kelompok yang sama?"

Febi menarik napas dalam-dalam. Saat dia bertemu dengan mata Julian yang gelap, dia menyadari bahwa emosinya ini memang sedikit tidak beralasan. Julian dan Febi memang tidak akrab, jadi mengapa Julian harus menanggung kebencian yang tidak dapat dijelaskan ini?

Febi merasa dirinya sangat konyol.

Memikirkan hal ini, Febi melembutkan sedikit nada suaranya sambil mengerutkan bibirnya dan berkata lagi, "Di depan Usha, bukankah kita menjadi orang yang tidak saling mengenal? Lalu ... kelak, mari kita berpura-pura tidak saling mengenal. Usha sangat menyukaimu ...."

Saat mengatakan masalah ini, tidak tahu kenapa hati Febi seakan terpelintir. Perasaan itu bercokol di hatinya hingga membuatnya tidak berani berpikir dalam-dalam.

Sementara Julian, dia terdiam dalam waktu sangat lama. Febi menundukkan kepalanya, tapi dia masih bisa merasakan tatapan tajam dan dinginnya di atas kepalanya, napas pria itu tepat di atas kepalanya dan detak jantung Julian sangat dekat hingga terasa begitu kuat seakan memukulnya hati Febi bagaikan sebuah drum.

Hal ini juga membuat Febi merasa bingung ....

"Kita sudah melakukan semua yang boleh dan tidak boleh kita lakukan, sehingga kamu bisa berpura-pura tidak pernah mengenal satu sama lain?" Akhirnya, Julian berbicara dengan perlahan, nadanya terdengar sedikit mengejek. "Apakah menurutmu itu mungkin?"

"Pak Julian, tolong jangan mengungkit masalah di masa lalu." Setiap kali Febi memikirkannya, wajahnya akan memerah dan jantungnya akan berdetak lebih cepat. Keintiman dan kehangatan semacam itu membuatnya merasa ketakutan yang tak dapat dijelaskan, seolah-olah ada sesuatu yang menarik hatinya hingga membuatnya ingin berpikir lebih dalam.

Wajah Julian berubah menjadi dingin. Saat dia hendak mengatakan sesuatu, mereka malah mendengar tangisan dari jauh yang sedang mendekat, tangisan itu terdengar sangat sedih. Suara itu adalah Vonny yang menangisi seikat krisan putih yang diberikan oleh Tasya.

"Kak Vonny, jangan menangis. Jangan khawatir, kakakku tidak akan mengampuni pembuat onar itu! Sungguh!" Usha menghiburnya, "Lihat dirimu, kamu menangis hingga dandananmu luntur, kakakku pasti akan sangat sedih."

Tubuh Febi menegang.

"Yah, aku tidak akan menangis lagi." Vonny tersenyum dan mengganti topik pembicaraan, "Usha, apakah Julian pacarmu?"

Terdengar suara malu Usha, "Dia sangat hebat, 'kan? Dia dulu adalah seniorku. Banyak gadis mengejarnya, tapi mereka semua ditolak olehnya. Aku sudah menyukainya selama bertahun-tahun. Awalnya, aku kira kami tidak akan bertemu lagi. Tapi tidak disangka aku bertemu lagi dengannya di perjamuan."

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang