##Bab 100 Apakah Kamu Sakit?

272 25 0
                                    

Malam itu.

Febi sedang berbaring di ranjang besar Julian. Cahaya bulan berkabut, tiba-tiba tidak begitu dingin, tetapi malah terasa sedikit romantis.

Hotel akan mengganti sprei bersih setiap hari, seprei memiliki aroma lemon yang sangat nyaman. Febi mengenakan kemeja Julian, memeluk selimut, meringkuk di ranjang besar dan tidak tertidur untuk waktu yang lama.

Ketika sudah larut malam, Febi mengambil selimut dari lemari dan berjalan keluar dari kamar tidur. Julian masih tidur di sofa. Sofa itu tidak kecil, itu adalah sofa kulit yang sangat mewah. Namun, saat Julian berbaring di atasnya, sofa itu terlihat sedikit sempit untuk dia yang bertubuh tinggi. Febi menundukkan kepalanya dan menatap wajah tampan Julian, hatinya merasa sangat tersentuh.

Dia mengambil selimut itu dan meletakkannya dengan pelan di atas tubuh Julian. Gerakannya sangat hati-hati, karena dia takut akan membangunkan Julian. Julian tidak bangun, dia hanya bergerak, menarik selimut dan tertidur.

...

Keesokan harinya.

Febi bangun sangat pagi. Dia mengikat rambutnya yang tergerai dan memanaskan sepanci air panas terlebih dahulu, lalu pergi ke kamar mandi.

Febi mengenakan kemeja yang Julian panjang dan lebar hingga membuatnya terlihat lebih ramping. Di pakaiannya masih tersisa aroma Julian yang seakan Febi sedang dipeluk olehnya, hingga membuat jantung Febi berdebar kencang.

Febi berdiri di depan cermin dan melihat dirinya yang seperti ini, ada perasaan aneh yang terlukiskan di dalam hatinya. Bagaimanapun, dia masih memiliki hati seorang gadis muda. Saat dia menonton "City Hunter", adegan Nana yang mengenakan kemeja Yun-seong terus teringat olehnya untuk waktu yang lama.

Febi merasa itu adalah adegan yang sangat romantis.

Sekarang, dia juga memakai kemeja seorang pria, tapi ... pria yang pernah dia pikirkan ternyata digantikan oleh Julian....

Febi tersenyum, dia merasa perasaan ini tidak buruk.

Febi mengambil sikat gigi sekali pakai yang disiapkan oleh hotel, lalu memeras keluar pasta gigi dan menggosok gigi.

"Apa yang kamu tertawakan pagi-pagi begini?"

Suara yang tiba-tiba muncul itu mengagetkannya. Febi melihat ke samping dan melihat Julian bersandar di pintu dengan mengenakan pakaian tidur.

Julian jelas belum sepenuhnya bangun, ada kelelahan yang mendalam di matanya yang gelap dan ekspresinya terlihat seakan dia sedang kesakitan. Dia mengangkat tangan dan menekan pelipisnya. Febi buru-buru mengeluarkan sikat gigi dari mulutnya, lalu mengambil air dan membilas mulutnya. Kemudian, dia menatap Julian dengan cemas, "Apakah aku terlalu berisik hingga membangunkanmu?"

Julian mengangkat kepalanya dan melihat tatapan meminta maaf Febi, dia melambaikan tangannya dengan tergesa-gesa, "Tidak ada hubungannya denganmu, aku mudah terbangun."

"Itu juga ada hubungannya denganku. Aku menempati ranjangmu, jadi kamu tidak tidur nyenyak." Febi berjalan mendekat dan menunjuk ke arah ranjang, "Kamu berbaring sebentar. Aku akan membuatmu teh panas. Airnya sudah direbus. Tadi malam kamu minum banyak, sekarang kamu pasti sakit kepala."

"Tidak perlu, bukankah kamu terburu-buru? Aku akan berkemas dan mengantarmu kembali ke Jalan Akasia." Julian meraih tangannya.

"Sekarang masih pagi, kamu duduklah." Febi menekan Julian ke ranjang, "Jangan bergerak, aku akan membawakan teh."

Febi meniru penampilan Julian yang mendominasi dan sengaja memperlihatkan ekspresi memerintah. Penampilan itu membuat Julian tersenyum dan membiarkannya pergi.

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang