##Bab 9 Ingin Punya Anak

582 27 0
                                    

Usha melebih-lebihkan cerita sambil terisak, "Bu, lihat wajahku sudah membengkak, bukan? Apakah sangat jelek? Kalau bukan karena ada banyak orang di sekeliling, dia mungkin ingin menamparku sampai mati!"

"Dia berani! Kalau dia berani, aku orang pertama yang menamparnya sampai mati! Masih tidak sadar diri, berani-beraninya bersikap sombong seperti ini!"

Febi duduk di kursi depan, hanya menatap kosong ke jalan, seolah-olah dia tidak mendengar kata-kata tajam itu. Paman Leonardo yang duduk di samping memberinya tatapan simpatik, tapi tidak mengatakan sepatah kata pun. Paman Leonardo seakan sudah terbiasa dengan pemandangan seperti ini.

Selama dua tahun terakhir, Febi selalu bersabar dalam Keluarga Dinata. Meskipun dia kadang-kadang bertengkar dengan adik iparnya, dia selalu patuh dan tidak pernah mencari masalah dengan ibu mertuanya.

...

Setelah kembali ke Kediaman Dinata, ayah mertua maupun Nando tidak berada di sana.

Bella mengobati luka Usha dengan saksama, karena sebelumnya dia sudah cukup memarahi Febi di dalam mobil, jadi sekarang Febi bisa sedikit rileks. Febi pergi ke kamar tidur dan berbaring di ranjang dengan lelah. Selimut lembut menyentuh luka di wajahnya, membuatnya mengernyit karena sakit.

Dia mengambil handuk dan menyeka bekas luka di wajahnya yang dicakar oleh Usha. Melihat dirinya yang terlihat menyedihkan di cermin, tiba-tiba matanya terasa perih.

Dua tahun terakhir ini, bagaimana dia bisa tega membiarkan dirinya hidup menyedihkan seperti ini?

Dia menarik napas dalam-dalam, lalu melemparkan handuk ke meja kaca dengan putus asa. Melihat gaun kecil yang dirobek oleh Usha, tiba-tiba dia teringat dengan lelaki aneh di hotel.

Sentuhan dan ciuman penuh gairah langsung muncul di benaknya hingga membuatnya tersipu dan merasa bersalah. Keterampilan berciuman lelaki itu sangat hebat sehingga dia tidak bisa menolaknya.

Namun, semua ini mengingatkannya pada fakta yang lebih memalukan, dia telah ... berselingkuh!

Dia tidak memiliki keberanian untuk memberi tahu Nando, semua ini tidak bisa diucapkan olehnya. Meskipun dalam pernikahan ini tindakan Nando lebih keterlaluan dibandingkan dengan dirinya.

Febi berjongkok dengan lemah di sudut kamar mandi, punggungnya bersandar di bak mandi yang dingin. Tiba-tiba dia menangis, tangisannya itu tidak bisa ditahan olehnya.

Telepon di kamar tidur tiba-tiba berdering, dia mengangkat telepon melalui jaringan telepon yang tersambung di kamar mandi.

"Halo ...."

"Kenapa? Suaramu terdengar lemah?" Orang yang meneleponnya adalah Tasya Gunawan.

Saat mendengar suara Tasya, Febi seakan mendengar suara keluarganya. Seketika dia langsung terisak, "Tasya, aku sudah celaka! Apa yang harus aku lakukan? Kali ini aku benar-benar celaka!"

Tasya juga ketakutan karenanya, kapan dia pernah menangis seperti ini? "Jangan menakutiku! Ada apa? Katakan dengan jelas, aku akan menganalisisnya untukmu."

Febi mengulangi semua kejadian tadi malam. Cerita itu membuat Tasya terkejut hingga terdiam untuk waktu lama.

"Bukankah kamu ingin menganalisisnya untukku? Bicaralah!" desak Febi dengan sedih.

"Kamu harus memberiku waktu untuk mencerna." Tasya menarik napas dalam-dalam, dia mencerna fakta bahwa Febi telah berselingkuh, kemudian mengucapkan kalimat yang mencengangkan, "Febi, kamu cerai saja!"

Febi terkejut.

"Orang itu punya banyak uang, pertemuan pertama dia sudah memberimu pakaian merek chanel! Tentu saja kamu tidak boleh menyia-nyiakan lelaki seperti ini! Cepat tinggalkan si bajingan Nando. Katakan padaku, apakah kamu bahagia tinggal di Kediaman Dinata? Nando lebih keterlaluan, dia bermain-main dengan wanita di luar dan membiarkanmu di rumah sendirian. Sial! Dia bukan manusia! Kamu memanfaatkan kejadian ini dan cepat singkirkan dia!"

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang