##Bab 38 Tidak Enak Badan

347 18 1
                                    

Dia tertidur lagi!

Setiap kali Febi sedih dan tak berdaya, dia akan langsung tertidur.

Julian melirik ponselnya, panggilan itu adalah panggilan dari seseorang yang bernama "Tasya". Julian tidak menjawabnya, hanya menekan mode diam di ponselnya.

Saat mereka tiba di gedung tempat tinggal Julian dan Julian memarkir mobil ke garasi dengan stabil, lalu menarik kunci dan keluar dari mobil, Febi masih tertidur lelap di sana. Wajah kecil itu terlihat mengernyit dan mulutnya bergumam kata-kata yang tidak bisa dimengerti oleh orang lain.

Julian berjalan ke arah Febi, lalu membuka pintu mobil dan membuka sabuk pengamannya terlebih dahulu, kemudian menepuk pipinya, "Febi."

Karena cuaca dan efek Febi minum banyak anggur, wajahnya terasa sangat panas. Setelah tidur untuk waktu yang lama, alkohol sudah sepenuhnya bekerja dan bercampur dengan rasa kantuk. Febi bahkan tidak malas untuk mengangkat kelopak matanya.

"Febi!" panggil Julian lagi. Febi akhirnya menggerakkan mulut kecilnya dan berkata, "Aku tidak enak badan ...."

Nada suara itu terdengar lembut dan merdu, dengan sedikit manja seperti anak kecil.

"Apakah kamu berencana tidur di dalam mobil?" Julian mungkin tertular oleh penampilan Febi yang lembut itu, nada bicara Julian yang biasanya acuh tak acuh sekarang menjadi sedikit melunak, suaranya sangat memikat hati.

Tidak tahu apakah Febi mengerti atau tidak, dia hanya menggelengkan kepalanya, tapi dia tetap tidak bangun. Sekujur tubuh Febi tampak lelah, dia bahkan tidak mampu mengerahkan kekuatan sedikit pun.

Julian melirik Febi, tidak pernah terpikir oleh Julian akan terjerat oleh wanita kecil yang nakal ini. Julian tidak bisa bersabar lagi, dia juga tidak bisa membiarkannya tidur di dalam mobil. Akhirnya Julian membungkuk dan menggendong Febi keluar dari mobil.

Febi sangat ringan sehingga Julian tidak bisa merasakan berat badannya. Meskipun Febi tertidur, rasa aman berada dalam pelukan Julian membuatnya secara naluriah memeluk leher Julian dengan erat, seolah-olah Febi telah menemukan tempat yang aman dan wajah kecilnya terbenam lebih dalam di dadanya.

Julian merasakan kehangatan dan bersama dengan aroma tubuh Febi yang lembut, hingga membuat Julian sedikit terkejut. Tiba-tiba dia teringat akan adegan ciuman mereka di malam itu.

Mata Julian menjadi gelap dan tubuhnya menegang. Dia menggendong Febi masuk ke dalam lift.

Julian langsung menggendong Febi ke sofa. Saat Julian hendak menurunkannya, Febi malah merangkul leher Julian dengan erat. Julian sedikit menundukkan kepalanya, tubuh tinggi itu menutupinya dan jarak mereka sangat dekat satu sama lain. Dia bisa melihat bulu mata Febi yang panjang yang bergetar.

Julian menekuk jarinya, lalu mengetuk dahi Febi dan memerintahkan, "Lepaskan!"

Febi tidak bergerak. Saat Julian baru meraih tangannya, Febi tiba-tiba membuka matanya sedikit dan menatapnya. Mata Febi yang basah terlihat sedikit gelap dan ada kelemahan yang tak terlukiskan. Penampilan ini benar-benar tidak seperti Febi yang seperti biasanya terlihat arogan dan suka memukul.

Mata Julian menjadi gelap, dia sedikit mengencangkan tangan yang memegang lengan Febi, suaranya menjadi lebih rendah, "Apa yang ingin kamu lakukan?"

"Cium aku," kata Febi dengan tiba-tiba, suaranya terdengar lembut dan sedikit terisak.

Jarak mereka sangat dekat sehingga ujung hidung mereka hampir bersentuhan, napas mereka juga terjalin dengan erat. Julian menyipitkan matanya dengan perasaan bahaya tanpa bergerak sedikit pun. Namun Febi tiba-tiba mengangkat kepalanya dan mencium bibir Julian.

Ciuman yang sangat menggebu dan tanpa ragu sedikit pun.

Aroma anggur yang lembut tercium dalam napas Febi. Seketika Julian langsung teringat dengan adegan malam itu, tubuhnya menegang dan lengannya yang panjang melingkari pinggang Febi. Julian menundukkan kepalanya dan menekan Febi dengan kuat di sofa, lalu mencium bibirnya dan mengubah ciuman yang pasif itu menjadi ciuman yang menggebu.

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang