##Bab 123 Febi, Aku Sarankan Kamu Menyerah

182 22 1
                                    

"Dari membukakan pintu untuk Julian, semuanya nyata? Julian benar-benar ada di sini tadi malam, merawatnya, membujuknya, memeluknya....

"

Febi tiba-tiba menyesal, tadi malam seharusnya dia tidak boleh begitu linglung.

Selain itu....

Pada saat ini, di mana Julian?

Febi duduk kembali di ranjang dengan pakaian di lengannya. Setelah termenung beberapa saat, matanya tertuju pada sebuah catatan.

Febi mengenali kata-kata sederhana pada catatan itu sekilas. Tulisan itu dari dia.

'Jika masih sakit kepala, minum pil kuning. Jika demam tidak sepenuhnya mereda, minum pil putih. Tunggu aku di kamar, aku akan datang menjemputmu.'

Febi melihat catatan itu dengan linglung. Lalu, dia menatap pil itu lagi. Dalam sesaat, hatinya merasa kacau dan rumit.

Pada akhirnya, Febi tidak menunggunya. Setelah mengemasi barang-barang dan mengenakan pakaiannya, dia menghentikan mobil dan kembali ke kota.

Semua yang terjadi tadi malam seperti sebuah mimpi, mimpi yang indah.

Namun, sekarang Febi sudah terbangun dari mimpinya, dia tidak bisa lagi menikmatinya....

...

Setelah Febi kembali ke Kediaman Keluarga Dinata, dia menelepon Tasya.

"Tasya, aku sedikit tidak enak badan. Aku tidak akan pergi ke hotel pagi ini. Kalau terjadi sesuatu, beri tahu aku."

"kamu sakit?" Tasya tampak khawatir, "Apakah tubuhmu sakit atau hatimu yang merasa tidak nyaman?"

"Apa maksudmu hati tidak nyaman?" Febi bingung dengan pertanyaan itu. Setelah berpikir sejenak, kemudian dia berkata, "Apakah kamu berbicara tentang kepulanganku ke Kediaman Keluarga Dinata?"

Tanpa menunggu Tasya menjawab, dia tersenyum kecut pada dirinya sendiri, "Aku sudah terbiasa, bagaimana mungkin aku tidak merasa nyaman lagi?"

Di Kediaman Keluarga Dinata, sepertinya mustahil baginya untuk merasa nyaman.

Tasya terdiam sejenak, kemudian berkata, "Aku tidak berbicara tentang masalah Keluarga Dinata."

"Hmm? Selain ini, ada masalah apa lagi? "Febi bahkan lebih bingung.

Tasya menghela napas, nadanya terdengar agak berat, "Apa kamu sudah membaca koran pagi ini?"

"Koran apa?" Febi tidak mengerti mengapa dia tiba-tiba menyebutkan hal ini.

"... Lupakan saja, tidak apa-apa." Tasya ragu-ragu, kemudian menghentikan kata-katanya, "Tidak apa-apa, bukankah kamu sakit? Istirahatlah dulu. Kita akan membicarakannya setelah kamu tiba di perusahaan."

"Tasya, ngomong jangan setengah-setengah!" Febi memutar bola matanya.

"Sudahlah, aku masih punya sesuatu untuk dilakukan di sini, aku tutup dulu."

Tasya buru-buru memutuskan sambungan telepon, sementara Febi benar-benar merasa bingung. Dia menatap layar ponsel sambil memikirkannya, kemudian memegang erat ponsel dan berencana untuk pergi keluar.

Namun....

Sebelum Febi membuka Pintu, bayangan seseorang telah muncul di pintu.

Selain Nando, siapa lagi?

Melihat Nando, Febi hendak berjalan melewatinya dengan ekspresi datar. Nando melirik Febi dengan wajahnya yang terlihat lelah.

"Kapan kamu kembali?" tanya Nando. Sangat jelas Nando tidak tidur sepanjang malam, suaranya terdengar lelah dan sedikit serak.

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang