##Bab 43 Mengunjungi Rumah

342 18 0
                                    

Tubuh ramping Febi seakan membeku. Dia tidak tahu kenapa Julian tiba-tiba menciumnya, mungkin itu karena iseng.

Namun, aura maskulin yang kuat menyerbu dan menyerang Febi dengan agresif, seketika membuatnya merasa pusing. Dia merasakan tubuhnya seakan terisap ke pusaran yang sangat dalam, hingga dia tidak dapat melepaskan diri.

Rasa obat masih menempel di mulut Julian yang terasa pahit dan segar itu, secara efektif menarik kembali kesadaran Febi. Febi meronta untuk melepaskan dirinya, tapi Julian malah menahannya lebih kuat. Julian marah dengan perilaku Febi tadi malam, jadi dia menciumnya dengan kuat dan kejam.

Tadi malam, bagi Febi, asalkan dia adalah pria yang bisa membalas dendam pada Nando. Tidak peduli apakah dia adalah Julian atau orang lain.

Memikirkan hal ini, mata Julian menjadi gelap. Tiba-tiba Julian memasukkan lidahnya ke dalam mulut Febi, memberinya rasa obat yang pahit di mulutnya dan membiarkan Febi mencicipinya secara menyeluruh.

Kali ini adalah pertama kalinya Febi berciuman dengan Julian dalam keadaan sadar. Febi dapat dengan jelas merasakan antusiasme Julian. Dia hanya merasa ada sesuatu yang terus-menerus meledak di benaknya, membuatnya tidak dapat berpikir. Hatinya menegang seolah-olah akan pecah hanya dengan sedikit sentuhan.

Napas Febi menjadi terengah-engah ....

Ternyata pria ini ... sangat mendominasi dan sombong ....

Jelas-jelas Febi ingin menolaknya, tapi dia bahkan terjerumus dalam ciuman itu dan tidak bisa mengeluarkan tenaga sedikit pun.

Setelah berciuman sampai napas mereka terengah-engah, Julian baru melepaskannya. Tangan Julian masih menggenggam erat tangan Febi dan sepasang mata yang seakan dibungkus oleh api itu membuat jantung Febi berdegup kencang. Kehangatan di bibir Julian membuat darah Febi bergejolak.

"Ciuman ini adalah hutangmu padaku, sekarang kita impas," ucap Julian dengan suara rendah dan serak yang terdengar sangat menggoda.

Pikiran Febi masih berdengung, dia berbaring di ranjang empuk dan sedikit sulit untuk tersadar dari lamunannya. Jadi, tentu saja Febi tidak mengerti apa yang Julian bicarakan.

Namun, Julian terlihat dalam suasana hati yang baik, dia meliriknya dan bangun dari tempat tidur. Dia berjalan perlahan ke kamar mandi dan berkata, "Tunggu aku di sini."

Bagaimana mungkin Febi menunggunya? Siapa yang tahu apa yang ingin dia lakukan?

Setelah pintu kamar mandi ditutup, Febi tersadar dan langsung melompat bangun dari tempat tidur. Febi segera berlari ke sofa untuk mencari ponsel dan tasnya, dia ingin segera pergi. Namun, setelah mencari beberapa saat, dia tidak menemukan barang-barangnya.

Jangan-jangan ada di dalam mobilnya, dia tidak membawa turun?

Febi menggigit bibir bawahnya dengan marah dan menatap kamar mandi dengan bingung. Sepertinya dia benar-benar harus menunggu Julian.

Febi tidak berani mengingat ciuman panas yang membuatnya linglung. Saat Julian mandi, Febi juga membersihkan tubuhnya. Setelah merapikan rambut dan pakaiannya, Febi mulai melihat-lihat ke seluruh apartemen.

Luas apartemen ini tidak terlalu besar, lebih dari 100 meter persegi. Sebenarnya agak kosong jika hanya ditinggali oleh satu orang. Seluruh apartemen dirancang dengan konsep mediterania. Semua perabotan dan dekorasi semuanya bergaya mediterania. Dinding biru membuat orang merasa seolah-olah berada di langit yang cerah dan berkeliaran di laut yang luas.

Suasana yang menyegarkan, sama seperti temperamen Julian.

Dari pengalaman kerja Febi beberapa tahun sebelumnya, hanya melihat sekilas dia sudah mengetahui bahwa segala sesuatu di apartemen ini sangat mahal, bahkan pintu kayu ukir pun barang impor dengan kualitas tinggi.

Tampaknya pria ini tidak ceroboh sedikit pun dengan kehidupannya.

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang