##Bab 80 Kunci

268 21 0
                                    

Febi menendang dan menampar telapak tangan besar di pinggangnya.

Namun, saat berikutnya, tubuhnya telah dibalik ke arah ini. Lalu terdengar suara "klik" dan pintu terkunci.

Bahkan jika itu sangat gelap, dia bisa tahu dari kekuatannya orang ini pasti seorang laki-laki. Hati Febi sangat tegang dan dia berjuang keras, "Aku peringatkan kamu, sebaiknya kamu tidak menyentuhku! Kalau tidak, aku ...."

"Jangan bergerak!" Telapak tangan besar itu menggenggam tangan yang memukulnya. Suara itu, tersebar dalam kegelapan, rendah dan kuat, sepertinya membawa kemarahan yang tidak dapat dijelaskan, yang membuat Febi terpana dan semua gerakannya berhenti.

"Ju ... Julian? Kenapa kamu ada di sini?" Febi tergagap. Pada saat ini, bukankah seharusnya dia berdansa dengan Usha di luar?

"Aku tidak di sini, seharusnya aku berada di mana?"

"Kamu ... seharusnya menemani Usha."

"Bagaimana aku harus menemaninya? Ciuman penuh gairah seperti kamu dan Nando?" Nada suara Julian terdengar sangat buruk. Setidaknya, setelah mengenalnya begitu lama, ini adalah pertama kalinya Febi mendengarnya berbicara dengan nada aneh.

Ketika Julian menyebutkan adegan itu, Febi bahkan merasa sangat bersalah. Dia menggigit bibirnya sambil memalingkan wajahnya dan mengganti topik pembicaraan, "Kamu lepaskan aku dulu ...."

Tubuh Febi bersandar di tubuh Julian, jarak mereka begitu dekat sehingga Febi hampir tidak bisa bernapas.

Terutama, ketika Febi berpikir bahwa mereka hanya terpisah satu pintu dengan para tamu di aula. Meskipun tidak ada yang akan masuk, tapi jika mereka melihat kedua orang ini keluar dari sini, hubungan di antara Julian dan Febi sudah tidak dapat dijelaskan, juga tidak mungkin untuk dijelaskan ....

Jantung sudah hampir meloncat keluar dan seluruh tubuhnya tegang.

Namun ....

Julian bukan hanya tidak melepaskannya, tapi dia malah mengangkat tangannya dan menyalakan lampu di aula. Lampu itu adalah cahaya biru redup yang menyinari dari atas ke bawah. Febi merasa bahwa dia seakan berada di lautan yang romantis.

Tanpa sadar Febi mendongakkan kepalaya dan melihat mata Julian yang penuh rahasia. Mata itu seperti kunci yang mengunci seluruh tubuhnya.

Sebelum Febi bisa berbicara, ibu jari kanan Julian tiba-tiba menekan bibirnya. Febi bergidik dan menatapnya tak mengerti. Mata Julian gelap dan ada aura berbahaya yang bergejolak. Jempol menyeka bibirnya dengan kuat dan mendominasi, setiap gerakan sangat keras. Panas dari ujung jari, disertai dengan kekuatan, membuat Febi bergidik. Tubuhnya menegang dan bersandar lemah ke pintu, matanya terlihat bingung.

Apa ... yang sebenarnya Julian lakukan?

Sebelum Febi bisa berpikir jernih, jari-jarinya akhirnya terlepas dari bibirnya. Namun pada saat berikutnya, jari itu digantikan oleh ciuman yang posesif.

Kali ini, Julian sama sekali tidak diberi ruang untuk Febi berpikir. Febi bisa menolak ciuman Nando, tapi pria ini ....

Febi sama sekali tidak memiliki perlawanan.

Saat ciuman itu membuat napas satu sama lain menjadi kacau, akhirnya Julian mundur satu inci.

Matanya terbungkus api yang menyala-nyala dan menatapnya. Julian mengangkat dagu Febi, memintanya untuk mengangkat matanya yang berkabut untuk memenuhi keinginannya yang dalam dan tidak disembunyikan, "Apakah kamu juga berciuman seperti ini?"

A ... apa?

Untuk sesaat, Febi seakan tidak bisa berpikir. Julian sudah menciumnya hingga pikirannya menjadi linglung dan tidak bisa berpikir jernih.

Julian terengah-engah dan berkata dengan suara serak, "Baru saja, kamu berciuman dengan sangat mesra ...."

Saat ini, Febi baru bereaksi. Ternyata dia menanyakan hal ini ....

Tadi, Julian menyeka bibirnya untuk menghilangkan aroma Nando?

Jelas Nando adalah suaminya dan itu wajar baginya untuk menciumnya, tapi di mata Julian, Febi tidak bisa menahan diri untuk mengatakan yang sebenarnya dan bahkan menjelaskan, "Tidak ada, aku dan dia tidak seperti ini ...."

Julian melirik bibir Febi, lalu menjauh satu inci ke belakang dan bertanya dengan suara serak, "Tidak seperti ini?"

"... tidak."

Julian terus-menerus menekannya, kemudian dia mundur, "Tidak sepeti ini?"

Febi bersandar di pintu, terengah-engah dan jari-jarinya mengencang, "... tidak."

Febi tidak tahu apa yang terjadi padanya malam ini, ini sangat aneh.

Namun, pada saat ini, Julian seperti pelatih hewan dan Febi adalah hewan peliharaan di tangannya. Julian membuatnya penurut dan patuh. Febi tidak bisa melakukan apa pun kecuali menjawabnya dengan patuh dan membiarkannya menindasnya.

Julian tampak puas dengan jawaban Febi yang dua kali berturut-turut. Julian kembali mencium Febi dengan dalam. Kali ini, seperti melepaskan bergejolak di lubuk hatinya, dia menciumnya tanpa menahan apa pun, seolah-olah ingin menghubungkan jiwa satu sama lain. Telapak tangan besar itu perlahan turun ke bawah ....

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang