##Bab 110 Nona Febi, Aku Harap Kamu Dan Julian Tidak Membuat Rumor

244 22 0
                                    

Febi tidak menggerakkan sendoknya untuk waktu yang lama, lalu dia mendengar Nyonya Besar tiba-tiba mengalihkan pandangan padanya, "Sudah larut, Nona Febi tidak bekerja, kenapa kamu masih di sini?"

Hal yang seharusnya datang pasti akan datang. Nyonya besar mungkin sudah mengetahuinya, alasan mengapa dia tidak mempersulit Febi di rumah sakit hari itu karena dia diam-diam mengingatkan Febi.

Memikirkan hal ini, Febi tanpa sadar mengepalkan sendok di tangannya. Dia mengambil napas dalam-dalam, lalu tersenyum pelan dan bertemu dengan garis pandang Nyonya Besar, "Hari ini aku sibuk sepanjang hari, sekarang baru istirahat."

"Yah, belum makan malam selarut ini, kamu sudah bekerja keras." Nyonya Besar sedikit mengangguk dan ekspresinya tidak berubah. Namun, dia menoleh untuk melihat cucunya, "Julian, pergi ke dapur dan pilih beberapa hidangan yang disukai Nona Febi. Bukan tantangan kecil untuk menyelesaikan pekerjaan dalam 6 hari. Bagaimanapun juga, kamu harus memperhatikan kesehatanmu."

Julian tahu Nyonya Besar mencoba mengalihkan perhatiannya. Julian tidak bergerak dan malah dengan tenang menuangkan secangkir teh untuk nyonya besar, "Nenek, sudah ada banyak hidangan di sini. Kalau menambah makanan lagi, maka kita pasti akan membuang-buang makanan."

"Kalau nenek yang ingin makan, apakah juga membuang makanan?"

"Selama itu makanan yang ingin dimakan nenek, itu tidak buang-buang makanan," jawab Vonny sambil tersenyum. Tatapannya mendarat pada Febi. Dari mata yang tersenyum itu, Febi bisa dengan jelas melihat tatapan bangga Vonny dan berbahagia atas penderitaannya.

"Apakah sekarang Nenek bahkan tidak bisa memerintahmu lagi?" tanya Nyonya Besar lagi dan wajahnya jelas sedikit tidak senang.

Julian bangkit dan berkata, "Nenek adalah yang tertua, aku akan mematuhi perintahmu."

Sebelum pergi, dia tidak lupa memberi Febi tatapan meyakinkan dan menyemangatinya, seolah mengatakan padanya "jangan takut". Di depan Nyonya Besar, Julian tidak berani menggoda Febi, jadi mereka hanya saling melirik. Kemudian, Febi merapikan rambut di pipinya dan dengan cepat membuang muka.

Begitu Julian pergi, suasana di meja itu menjadi canggung dan hening. Febi tidak mengambil inisiatif untuk berbicara. Tidak jelas bagaimana sikap Nyonya Besar terhadap dirinya. Febi benar-benar tidak boleh berinisiatif.

"Bisakah kamu menyelesaikannya dalam 6 hari?" Nyonya Besar berbicara terlebih dulu, "Kalau Nona Febi merasa sulit, kamu bisa memberitahuku sekarang, aku tidak pernah menyulitkan orang lain."

Bisakah Febi mengakui dia tidak memiliki kemampuan?

"Tidak apa-apa, aku akan mencoba yang terbaik," jawab Febi sambil tersenyum, dia tidak terlihat rendah hati atau sombong.

"Nenek, makan ini." Vonny meletakkan camilan di piring Nyonya Besar, lalu memandang Febi dan tersenyum, "Jangan khawatir, Nona Febi dipilih sendiri oleh kakak. Nenek juga dapat melihatnya. Ketika kita tiba, dia masih menyuapi kakak. Kalau dipikir-pikir, hubungan mereka tidak normal. Bagaimana mungkin kakak rela menyulitkan Nona Febi?"

Febi sudah menebak Vonny akan mencari masalah, tapi sebelum dia bisa berbicara, Nyonya besar sudah berkata dengan dingin, "Hubungan apa yang tidak biasa? Kamu boleh sembarangan makan, tapi tidak boleh berbicara omong kosong. Meskipun kamu tidak memiliki nama Keluarga Ricardo, kamu juga harus memiliki pengetahuan tentang ini."

Nyonya Besar memarahinya dengan nada datar, tapi dia terlihat tegas dan mengintimidasi. Apalagi di depan Febi yang masih orang luar, dia sama sekali tidak memberikan wajah pada Vonny. Hal itu seketika membuat wajah Vonny menjadi pucat dan malu.

Febi juga tidak bisa merasa bangga. Meskipun kata-kata ini terdengar ditujukan pada Vonny, dia jelas berusaha untuk menjernihkan hubungan Febi dan Julian. Ya, sekarang dengan identitas Febi, sangat masuk akal Nyonya Besar mengatakan hal itu.

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang