Febi menyadari Julian tidak hanya ahli bisnis, tapi juga seorang pria yang dapat diandalkan. Setidaknya, ketika ahli listrik sedang pergi, dia dapat membantunya mengganti sakelar.
Febi membawa secangkir teh panas dan menyimpannya di samping. Febi bersandar ke dinding, mengawasi Julian yang berjongkok di lantai dan sangat sibuk. Kemeja putihnya tersingsing sampai ke siku tangannya, memperlihatkan bagian lengannya yang kokoh. Dia memegang obeng dan sekrup di tangannya. Penampilannya ini benar-benar tidak terlihat seperti Julian biasa yang sangat berkuasa di dunia bisnis.
Febi melihat punggung Julian dan tidak bisa menahan tawa. Julian tidak melihat ke belakang, dia hanya bertanya, "Apa yang kamu tertawakan?"
"Apakah tidak lucu pewaris Grup Alliant yang bermartabat sekarang berjongkok di sini sebagai tukang listrik?"
Julian meliriknya, tiba-tiba dia menegakkan tubuhnya dan jadi-jadinya yang kotor diusap ke wajah Febi. Sebuah sidik jari hitam segera muncul di wajah putihnya. Febi berbisik, "Kamu keterlaluan!"
Sambil berbicara, Febi mengulurkan tangan untuk memukulnya, tetapi Julian dengan cepat menggenggam tangan Febi, "Ini adalah hukuman karena menertawakanku."
"Kamu benar-benar suka membalas dendam!" Meskipun dia berkata demikian, mata Febi masih dipenuhi dengan senyuman. Febi suka interaksi kecil seperti ini, santai dan alami seperti teman yang sudah lama kenal....
Namun, Julian tertegun sejenak. Julian melihat Febi dan cahaya kompleks melintas di matanya. Febi ingin melihat lebih dekat, tapi emosinya langsung disembunyikan oleh Julian, kemudian dia terkekeh dan membiarkannya pergi, "Cuci mukamu, listrik sebentar lagi sudah selesai diperbaiki. "
Febi hanya mengira itu adalah khayalannya sendiri, dia berbalik untuk pergi ke kamar mandi. Tiba-tiba, dia teringat sesuatu, lalu menatapnya dan ragu-ragu untuk membuka suara.
"Apa yang ingin kamu tanyakan padaku?" tanya Julian langsung, seolah-olah dia memiliki kemampuan membaca pikiran Febi.
"Sebenarnya bukan apa-apa." Febi berbalik, lalu mengambil langkah dan berhenti lagi. Dia menoleh ke belakang dan berkata, "Saat aku tiba di perusahaan pagi ini, aku mendengar rekan-rekanku berbicara tentangmu."
"Aku?" Setelah selesai, Julian mengangkat tangannya untuk menyalakan sakelar. Seluruh ruangan tiba-tiba menjadi terang. Dia berdiri, tubuhnya yang tinggi disinari cahaya dan memancarkan bayangan tinggi yang menutupi Febi, "Apa yang mereka katakan?"
Sebenarnya, tidak seharusnya Febi bertanya.
Bagaimanapun juga, ada beberapa hal yang tidak ada hubungannya dengan Febi. Namun, keinginan dalam hatinya membuatnya ingin bertanya, "Apakah kamu punya tunangan?"
Julian sedikit mengernyit, "Ini yang mereka bicarakan?"
"Ya." Melihat ekspresinya yang sedikit serius, entah kenapa hati Febi menjadi sedikit sedih. Perasaan seakan terjatuh ini sangat tidak nyaman, sehingga Febi sama sekali tidak bisa mengabaikannya. Febi meliriknya dan berkata dengan cepat, "Kalau kamu tidak ingin menjawab, tidak perlu berbicara lagi, aku ... aku hanya bertanya dengan santai, tidak ada arti lain."
Setelah itu, Febi berbalik dan berjalan ke kamar mandi.
Febi baru menyentuh kenop pintu kamar mandi dan pintu baru terbuka sedikit celah, Julian sudah mengulurkan tangan dan menutup pintu lagi. Febi tidak berbalik, dia hanya berdiri di pintu dengan dadanya yang menempel di punggung Julian.
"Apakah kamu peduli?" tanya Julian kembali tanpa menjawab pertanyaan Febi. Febi terkejut dan Julian bertanya lagi, "Apakah ada bedanya bagimu aku punya tunangan atau tidak?"
Tangan Febi bertumpu pada kenop pintu, tubuhnya agak kaku. Dia mengepalkan tangannya erat-erat, lalu melepaskannya dan berbalik perlahan sambil menatapnya, "Sebenarnya ... apakah kamu punya tunangan atau tidak, bagiku ... benar-benar tidak ada bedanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur, Ayo Cerai
RomanceDua tahun lalu, di bawah mata cemburu semua orang, dia menikah dengan putra Keluarga Dinata dan menjadi orang terhormat. Namun, tidak ada yang tahu dua tahun kemudian, dia yang sudah menikah masih adalah seorang gadis .... Pada hari itu, dia dijebak...