Melihat Julian, wajah Vonny jelas terkejut. Saat menatap punggung Febi, wajah Nando menjadi masam, seolah-olah dia ingin menatap tubuh Febi hingga berlubang.
Julian menggunakan kedua tangannya untuk mencubit dagu Febi dan mengangkat wajah kecilnya. terlintas kesedihan di mata Febi. Febi terus menatap Julian, ekspresinya terlihat jelas sedikit memohon pada Julian. Dalam keterkejutan Febi, tiba-tiba Julian melingkarkan lengannya dan mendekapnya kembali ke pelukannya.
"Apa kamu ditindas?" tanya Julian, suaranya yang rendah lembut seperti gumaman di malam itu. Julian menatapnya dengan saksama, di dalam mata Julian dipenuhi bayangan Febi.
Jantung Febi berdetak tidak menentu. Di sekeliling Febi dipenuhi dengan aura dan kehangatan Julian. Untuk sesaat, Febi benar-benar berilusi bahwa Julian adalah miliknya.
Pria ini, seperti singa liar yang bersembunyi di padang rumput. Sosoknya terlihat anggun dan mulia, serta memancarkan bahaya yang tak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan dia tidak melakukan apa pun, hanya dengan sekali tatapan, sudah cukup untuk membuat seorang wanita jatuh cinta padanya.
Tanpa sadar Febi menarik pakaian Julian dengan erat sambil berpura-pura bersikap centil dan berkata, "Aku mabuk ... tubuhku sedikit goyah, kamu bawa aku keluar dari sini."
Bahkan Febi membenamkan wajahnya di dada Julian, dia bisa merasakan garis pandang di belakangnya, Nando seakan ingin mencabik-cabiknya.
Ujung hidungnya terasa perih, tapi Febi tidak membiarkan dirinya menangis. Setidaknya, di depan dua orang ini, dia tidak boleh menangis.
"Oke, aku akan membawamu pergi." Julian bahkan sangat bekerja sama, dalam situasi dia mengetahui pria itu adalah suaminya, ini benar-benar di luar dugaan Febi. Julian mendekap bahunya yang kurus dan bergemetar, lalu dia mengangguk ringan kepada mereka berdua, "Kami pergi dulu, kalau ada kesempatan kita bertemu lagi lain kali."
Tidak ada yang menghentikan mereka ....
Dari awal hingga akhir, Nando tidak menghentikan mereka. Bahkan dia tidak bertanya satu pertanyaan pun. Sekalipun itu hanya bertanya apakah dia berselingkuh, hati Febi juga tidak begitu sedih. Dia tahu bahwa Nando tidak berani! Dia tidak berani berbuat seperti itu di hadapan wanita itu!
...
Setelah keluar dari "F10", Julian dengan gagah melonggarkan tangan yang melingkar di bahu Febi. Febi berdiri di pinggir jalan dengan kepala tertunduk putus asa. Pada saat ini, pikirannya masih linglung. Febi bahkan tidak tahu apa yang sedang dirinya pikirkan.
"Berdiri di sini dan tunggu aku, aku akan mengambil mobil." Julian melirik Febi dengan ekspresinya yang masih terlihat acuh tak acuh, tidak terlihat ada sedikit pun kekhawatiran di dalamnya. Untungnya, juga tidak ada simpati.
Julian tidak tahu apakah Febi mengerti atau tidak, Febi masih tidak berbicara, dia tetap diam. Jelas-jelas musim panas, tapi Febi merasa sedikit dingin, jadi dia memeluk tubuhnya dengan kedua tangannya.
Julian tidak mengatakan apa-apa, dia juga tidak berhenti. Dia berbalik untuk pergi mengambil mobil.
Febi berdiri di sana sendirian sambil menyaksikan lampu redup berkedip di depan matanya. Tiba-tiba air mata Febi mengalir tak terkendali.
"Febi!"
Sebuah suara yang familier datang diiringi dengan suara langkah kaki, tiba-tiba Febi tersadar dari lamunannya. Dia membelakangi pria itu dan segera menyeka air matanya. Dia menegakkan tubuhnya dan sekalipun tidak menoleh ke belakang.
Nando sangat marah sehingga dia langsung menarik tubuh Febi untuk berbalik ke arahnya. Febi tidak menghindar, dia menatapnya sambil mencibir, "Kenapa Tuan Muda Nando tidak menemani cinta pertamamu, malah datang untuk mencari masalah denganku yang merupakan orang tidak penting ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur, Ayo Cerai
Roman d'amourDua tahun lalu, di bawah mata cemburu semua orang, dia menikah dengan putra Keluarga Dinata dan menjadi orang terhormat. Namun, tidak ada yang tahu dua tahun kemudian, dia yang sudah menikah masih adalah seorang gadis .... Pada hari itu, dia dijebak...