##Bab 91 Persembunyian Yang Hangat

231 26 1
                                    

Mata Nando tertuju pada Febi bagaikan setan di neraka yang membuat orang bergidik.

Febi tertegun sejenak, kemudian mendengar suara Lusi yang bernada tinggi, "Eh, Febi, suamimu yang sebenarnya datang ke sini."

Bukankah kalimat ini berniat untuk mengacaukan segalanya? Di sisi lain, tubuh Nando jelas tersentak dan tangannya pun mengencang erat.

Tasya menatap Lusi dengan dingin, sementara Febi sudah berdiri dan berjalan menuju ke arah Nando.

Nando menatapnya dengan matanya yang memerah. Setiap kata yang Nando keluarkan terdengar sedingin es, "Bagaimana kamu kembali tadi malam?"

"..." Febi tertegun sejenak. Dia merasa hari ini Nando tidak normal, "Kamu datang ke sini untuk bertanya padaku tentang ini?"

"Aku bertanya padamu, bagaimana kamu kembali tadi malam! Jawab aku!" erang Nando hingga mengejutkan semua orang di kantor. Bahkan Febi juga merasa ngeri.

Cici tidak takut akan masalah. Dia bertolak dada dan menambahkan dengan santai, "Tadi malam, Febi dijemput oleh Pak Julian, kita semua melihatnya!"

Wajah Nando menjadi pucat.

Jadi, semua orang tahu tentang Nando yang telah diselingkuhi oleh Febi. sementara Febi, apakah dia memikirkan posisi suaminya ini?

"Apakah yang dia katakan benar?" tanya Nando dengan tajam lagi.

Setiap kata bagaikan batu yang menghantam hati Febi hingga membuatnya ketakutan dan jantungnya berdetak kencang. Febi tidak pernah takut pada pria ini, bahkan ketika dia akan mencekiknya. Namun, hari ini ... aura permusuhan dalam dirinya terlalu berat. Mata itu tampak seperti hendak mencabik-cabik Febi.

Febi mengambil napas dalam-dalam, lalu dia menegakkan tubuhnya dan menatapnya, "Ya, Julian yang datang menjemputku! Ah...."

Saat kata-katanya terucap, di seluruh kantor terdengar suara "plak".

Suara yang nyaring dan keras.

Jangankan Febi, bahkan semua orang yang hadir juga tertegun sejenak. Meliana dan kedua orang yang lain tampaknya tidak mengira situasi seperti itu. Ketiganya saling memandang dengan kaget.

Tamparan ini datang tanpa peringatan. Terlebih lagi, Nando dipenuhi dengan kemarahan yang melonjak, jadi tentu saja dia tidak menunjukkan belas kasihan. Febi terhuyung-huyung selangkah dan jatuh ke lantai sambil mengerang.

Pandangannya seakan berputar dan telinganya berdengung, bahkan pikirannya pun menjadi linglung. Dia meletakkan tangannya di lantai dan mencoba untuk bangun, tapi dia tidak bisa mengeluarkan tenaganya.

Febi tidak begitu rentan.

Dia telah disiksa selama dua tahun, tamparan apa ini? Bagaimana dia bisa dipukuli dengan mudah?

Tasya tertegun sejenak, dia segera berlari dan mendorong Nando, "Apakah kamu sudah gila? Kenapa kamu memukulinya?"

Nando telah kehilangan akal sehatnya. Tepat sebelum dia masuk, dia mendengar semua kata-kata Lusi dan Cici. Kata-kata itu, bagi seorang pria adalah penghinaan besar, apakah hanya dibalas dengan sebuah tamparan di wajah? Hal itu bagaikan seratus bahkan seribu tamparan di wajah Nando.

Nando mendorong Tasya menjauh, lalu dia maju selangkah. Dia meraih lengan Febi dengan telapak tangannya yang besar dan menariknya dari lantai.

"Febi, katakan padaku! Bagaimana kamu menjelaskannya kepadaku?" erang Nando tanpa memedulikan lokasi mereka. Hati Nando sudah terluka, dia ingin melampiaskan semua kecemburuan dan kemarahannya dengan cara apa pun.

Tasya bergegas menepis tangannya, "Nando, apa yang kamu lakukan? Apakah kamu tahu di mana tempat ini?"

Febi yang tidak pernah mengatakan sepatah kata pun, akhirnya berkata, "Tasya, menyingkirlah.... Biarkan dia membuat masalah, biarkan dia membuat masalah sepuasnya."

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang