Febi bahkan tidak tahu bagaimana mengatakan ini pada Julian. Sampai sekarang, Febi masih ingat mata Julian yang berbinar ketika dia memberitahunya berita ini pada malam itu.
Julian menatapnya dalam-dalam. Tatapan itu tidak tahu apakah dia percaya atau tidak. Jantung Febi berdebar kencang dan dia mengerucutkan bibirnya, lalu berkata, "Duduklah sebentar, aku akan menyimpan barang-barang ini dulu."
"Hmm," jawab Julian. Kemudian, Febi memeluk dokumen itu dengan erat dan kembali ke kamar.
Setelah beberapa saat, Febi keluar dan melihat Julian duduk di sofa sambil menonton TV. Julian tampak sedikit lelah, dengan tangan menopang dahinya dan alisnya sedikit berkerut, seolah-olah dia sedang sakit kepala.
Hati Febi terasa sakit.
Dia berjalan mendekat, lalu duduk di sebelah Julian dan bertanya dengan lembut, "Apakah kepalamu sakit lagi?"
Melihat Febi keluar, dia memperlihatkan ekspresi serius, seolah sengaja menyembunyikannya. Julian mengumpulkan semangat dan menggelengkan kepalanya, "Tidak apa-apa, tidak terlalu sakit."
Febi menatap alisnya yang masih berkerut dan tanpa sadar mengulurkan tangannya untuk menyentuhnya. Mata Febi yang prihatin bertemu dengan tatapan Julian, "Jangan menyembunyikannya di depanku. Tidak peduli seberapa rapuhnya dirimu, aku sudah pernah melihat sebelumnya. Aku tidak akan mengolok-olokmu."
Nada suaranya lembut dan setiap kata mengungkapkan kekhawatiran yang tidak disembunyikan, membuat Julian sangat tersentuh. Namun, jika Febi tahu penyakit Julian bukan migrain, tapi seratus kali lebih buruk dari itu dan mungkin mengancam jiwa, apa yang akan Febi pikirkan?
Secara alami, Febi tidak tahu apa yang sedang Julian pikirkan, jadi Febi menepuk kakinya. Julian meliriknya dengan tidak mengerti, jadi Febi menepuk lagi, "Berbaringlah, aku akan membantumu memijat. Sebenarnya, dulu aku sering memijat ibuku, tapi setelah sekian lama, aku tidak tahu apakah kemampuanku memburuk."
"Kita akan tahu setelah mencobanya." Julian menyunggingkan bibirnya, lalu berbaring dan menyandarkan kepalanya di pangkuan Febi.
Jari-jari Febi yang ramping melingkari pelipis Julian. Kekuatan pijatan Febi sedang dan jarinya sangat lembut, membuat Julian merasakan kenyamanan yang tak terlukiskan.
Dalam suasana yang begitu tenang, hanya ada mereka berdua, jadi hati mereka sangat tenang. Bahkan sakit kepala Julian seakan menghilang dalam sekejap....
Julian berbaring telentang sambil menatapnya. Febi menundukkan kepalanya dan rambutnya yang harum jatuh dan menyapu wajah Julian. Julian mengambil beberapa helai dan meletakkannya di bawah hidungnya dan mengendusnya dengan rakus.
"Apa kamu mau memejamkan mata dan istirahat?" Febi memijat dengan serius. Terlihat jelas dia tampak tidak menyadari konsentrasi Julian yang terganggu.
"Aku dengar kamu menyebut ibumu beberapa kali. Kenapa kalian tidak hidup bersama?" tanya Julian sambil memainkan ujung rambutnya.
Menyebut ibunya, mata Febi menjadi sedikit gelap. Dia merenung sejenak, lalu berkata, "Kondisi ibuku tidak terlalu baik. Dia sedang berobat di luar negeri dan kebetulan menemani adikku bersekolah. Ayah mertuaku yang membayar biaya pengobatan selama bertahun-tahun. Tapi, dia akan segera kembali."
Ketika menyebutkan ibunya akan kembali, senyum muncul di wajah Febi, sangat jelas dia sedang menantikannya. Julian menatapnya dengan mata gelap, tidak tahu apa yang dia pikirkan.
Setelah beberapa saat, dia bertanya lagi, "Sepertinya hubungan kalian sangat baik."
"Tentu saja, bagaimana mungkin keluarga bisa memiliki hubungan yang buruk? Tapi...." Febi berhenti, matanya bertemu dengan mata Julian, "Selalu ada penghalang antara aku dan ibuku. Dalam ingatanku, sepertinya aku jarang melihat dia tersenyum padaku. Terutama setelah kecelakaan mobil sepuluh tahun yang lalu, ketika adikku kehilangan kakinya karenaku.... Seakan ada jurang yang tidak bisa dilewati antara ibuku dan aku. Terkadang, aku bertanya-tanya apakah dia membenciku...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur, Ayo Cerai
RomanceDua tahun lalu, di bawah mata cemburu semua orang, dia menikah dengan putra Keluarga Dinata dan menjadi orang terhormat. Namun, tidak ada yang tahu dua tahun kemudian, dia yang sudah menikah masih adalah seorang gadis .... Pada hari itu, dia dijebak...