##Bab 130 Saling Memikirkan Satu Sama Lain

189 19 1
                                    

"Julian, aku merasa tidak nyaman." Febi meringkuk, "Hatiku tidak nyaman ...."

"Aku tahu, aku tahu itu. Patuhlah, aku sedang menyelesaikan masalah ini." Julian sedikit tidak bisa tenang, dia menoleh ke Pak Kenedy dan berkata, "Tanyakan pada mereka, bagaimana situasinya sekarang? Di mana mereka?"

Pak Kenedy berkeringat dingin. Mereka baru saja pergi mencari solar.

Namun, Pak Kenedy tidak berani mengatakannya, jadi dia dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan berkata, "Aku akan segera menelepon."

"Kamu tidak tahu, kamu tidak tahu apa-apa ...." Suara Febi datang dari sana, suaranya menjadi semakin pecah karena embusan angin.

"Kalau aku tidak tahu, beri tahu aku agar aku jelas!" jawab Julian. Kemudian, Julian mendongakkan kepala sambil mengerutkan keningnya, "Dingin tidak? Di atas berangin."

"Tidak begitu." Sekarang, Febi sangat ketakutan hingga dia sudah tidak memikirkan tentang suhu lagi. Dia menjilat bibirnya yang kering dan pucat, lalu menatap gedung di depannya sambil berlinang air mata. Tiba-tiba, dia berkata, "Sebenarnya, aku berbohong ...."

"Hah?" Kata-kata yang tiba-tiba itu membuat Julian bingung.

"Aku dan Nando. Sebenarnya, hubungan kami tidak seperti yang kamu pikirkan ...."

Hati Julian bergejolak dan dia segera bertanya, "Apa maksudnya tidak seperti yang aku pikirkan?"

Bahkan jika ada staf dan pekerja yang berdiri di sampingnya, Julian juga tidak peduli. Dia menggoda Febi, membiarkan dia terus berbicara.

"Hubungan kami tidak ...." Sedekat yang kamu pikirkan.

Sebelum kata "sedekat" terucap, tiba-tiba suara di walkie-talkie menghilang.

"Jadi apa?" tanya Julian, tapi hanya keheningan yang menjawabnya.

"Febi? Febi!" panggil Julian dengan ragu, tapi dia tidak mendengar suara lagi.

Matanya tiba-tiba menjadi gelap, menyebabkan semua orang di samping menahan napas.

Pak Kenedy segera melangkah maju dengan gemetar dan berkata, "Pak Julian, sepertinya walkie-talkie yang dipegang Febi habis baterai."

Julian sudah hampir gila.

Alisnya berkedut erat, dia melemparkan walkie-talkie ke tangan Pak Kenedy sambil menggertakkan giginya dan bertanya, "Sudah sampai di mana mereka? Masih butuh berapa lama?"

Sebenarnya, Julian benar-benar peduli dengan ucapan Febi yang terputus itu. Akan tetapi, saat ini dia tidak punya waktu untuk berpikir terlalu banyak.

Hal yang Julian pikirkan hanyalah Febi yang ketakutan dan gelisah.

Febi tidak bisa mendengar suara Julian di walkie-talkie, Julian tidak bisa membayangkan betapa takutnya Febi jika dia masih tetap berada di atas.

Julian benar-benar hampir gila!

"Sudah tiba, sudah tiba! Pak Julian, mereka sudah sampai!" seru Pak Kenedy dengan penuh semangat.

Julian menoleh ke samping, dia melihat Ryan memimpin orang yang baru saja pergi membeli solar. Ryan menghela napas lega, "Syukurlah! Kebetulan pemilik pom bensin terdekat ada stok solar."

Ryan membayar 10 kali lipat untuk mendapatkan solar ini.

"Apa yang masih kamu lakukan? Cepat dan nyalakan listrik!" perintah Julian. Pak Kenedy secara alami tidak berani mengabaikan perintahnya sama sekali dan buru-buru pergi.

Mereka juga membutuhkan waktu untuk menyalakan listrik. Tangan Julian mengepal erat di sakunya. Terlihat jelas dia sudah kehilangan kesabarannya.

Ryan berkata, "Jangan khawatir, Nona Febi akan segera turun. Selain itu, lift ini sangat aman."

Direktur, Ayo CeraiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang