Teman Dena

3 0 0
                                        

Sebagai seorang CEO perusahaan, sudah seharusnya Dena berhubungan baik dengan para pemegang sahamnya.

Salah satu dari para pemegang saham itu adalah sosok yang sama seperti dirinya. Seorang perempuan muda yang sudah menjadi pewaris tunggal di perusahaan keluarganya.

Walaupun begitu, perempuan sebaya Dena itu ternyata juga sama-sama telah menikah, dan kini ia berstatus sebagai seorang janda beranak satu, yang anaknya kini sudah menginjak sekolah dasar.

Seusai acara meeting dengan para pemegang saham, jam sudah menunjukkan pukul makan siang. Para tamu yang berkunjung di kantor Dena itu berpamitan sambil menjabat tangan.

"Dena, apa kabar?" Tanya perempuan yang sudah menjadi teman akrab CEO muda itu.

Dena menjawab pertanyaan perempuan itu dengan senyum manisnya. Ia melihat perubahan wajah di temannya itu semakin hari menjadi semakin baik. Ia melihat bahwa semenjak perempuan itu menceritakan masa lalunya pada Dena, perempuan itu semakin hari menjadi semakin segar dan bersemangat.

Bahkan, perusahaan yang dipimpin oleh temannya Dena itu semakin hari justru semakin baik dan sehat. Sama persis seperti keadaan sosok CEO nya.

"Aku baik. Ku lihat kamu semakin hari juga semakin sehat. Kamu justru semakin bahagia, ya semenjak berpisah dengan mantan suamimu?" Jawab Dena sambil terus memamerkan senyum senangnya.

"Iya. Walaupun aku sebenarnya masih sangat mencintainya, namun aku tidak bisa tetap hidup bersamanya, bukan? Apalagi dia bukanlah sosok suami dan ayah yang baik untuk ku dan anakku." Jawab temannya Dena yang dijawab dengan mata sendunya.

Perempuan berpakaian formal itu lantas langsung berubah sorot matanya. Ia lalu menggenggam tangan Dena yang sedari tadi menjabat tangannya, dan sorot matanya berubah menjadi penasaran ketika menatap mata Dena.

"Lalu bagaimana kabar Rino? Bukannya kamu cerita kalau hari ini dia pulang dari rumah sakit?" Tanya temannya Dena lagi.

Mendapat pertanyaan pribadi itu, Dena tersadar kalau mereka berdua masih berada di kantor. Dan sebaiknya obrolan seperti ini tidak dibicarakan di tempat kerja seperti ini.

"Sebaiknya kita jangan membicarakan hal itu di sini. Kita harus profesional. Bagaimana kalau kita bicarakan ini sambil mencari makan di luar?" Ajak Dena yang disambut anggukan senang oleh temannya itu.

---

Dena mengingat pembicaraan temannya Dena yang sebelas bulan yang lalu.

Dena melihat temannya itu menyetir mobilnya, di kaca spion depan mobil temannya itu terpajang foto polaroid yang menunjukkan gambar perempuan itu yang tersenyum senang sambil memeluk anak lelakinya yang berumur di bawah sepuluh tahun itu.

Dena senang melihat foto itu. Sedangkan perempuan di sebelahnya itu selalu menyadari kebiasaan Dena yang selalu memerhatikan foto yang membuatnya semangat menjalani hari-harinya itu. Dena selalu melakukan itu setiap ia menumpang di mobilnya itu.

Melihat kebiasaan Dena, perempuan itu sama sekali tidak mampu menutupi senyum senangnya.

"Terimakasih, Dena." Ucap temannya itu.

"Terimakasih? Kenapa? Seharusnya aku yang berterima kasih kepadamu. Karena kamu adalah salah satu pemegang saham terbesar di perusahaanku." Dena celingukan kebingungan mendengarkan perkataan temannya itu.

"Ah sudahlah, Dena. Ini kita tidak sedang jam kerja dan kita sedang tidak berada di kantormu, atau kantorku. Saat ini kita berbicara sebagai sesama teman, lho." Jawab temannya itu sambil terkekeh pelan.

Lalu mobil itu pun berhenti darurat di suatu pinggiran jalan raya. Dena pun semakin kebingungan dengan tingkah temannya itu.

Temannya itu tersenyum manis sambil menundukkan kepalanya. Lalu tanpa sadar air mata telah mengalir dari ujung mata perempuan yang menyetir itu.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang