Setelah puas saling menangis dan berpelukan, Don dan bos mafia itu merasa sudah sangat tenang dan lega.
Mereka berdua kini merasa hubungannya saling tidak lagi renggang. Don kini duduk di depan meja bos mafia itu, dan pria paruh baya itu duduk di kursi kebesarannya.
"Bagaimana perasaanmu, Don? Setelah kamu mengakui kesalahanmu saat itu?" Tanya pria renta itu sambil meminum air minuman di dalam gelasnya.
"Aku sudah lega, pak. Terimakasih." Ucap Don sambil menghapus air matanya. "Ah, pasti mereka akan curiga dengan mataku yang sembab ini."
"Beristirahat beberapa saat di sofa itu, Don. Aku tidak akan menyentuh dan melecehkan mu. tenang saja." Ucap pria itu sambil tersenyum kecil.
"Ari dan anak itu sudah menungguku, pak. Aku tidak enak pada mereka berdua." Sergah Don. Lantas pria itu mengangkat ganggang telepon dan menelpon seseorang.
"Bagiamana kabar Erika?" Tanya pria itu kepada seseorang yang berada di sambungan telepon itu.
"Oh, baiklah." Lantas pria itu melihat ke arah Don. "Biar pria itu kutahan di sini."
Lantas bos mafia itu menutup sambungan teleponnya. Ia lalu kembali menatap kepada Don yang sedari tadi memerhatikannya.
"Kamu yakin mau pulang hari ini juga?" Tanya Bos mafia itu setelah menaruh ganggang telepon itu ke tempatnya.
"Aku tidak memaksa. Kalau anak itu membutuhkan waktu di sini dulu, aku akan menunggunya sampai ia siap ku bawa ke rumahku." Ucap Don.
"Nama anak itu Erika, Don. Jadi berhenti menyebutnya anak itu." Ucap pria itu, Don pun mengangguk. "Dia merasa sangat berat kalau langsung berpisah hari ini juga. Ditambah lagi ketika kalian sudah sampai di desa, waktu sudah malam." Ucap bos mafia itu. Don kembali mengangguk.
"Selain itu." Ucapan pria paruh baya itu terhenti sesaat. "ia mau melakukan acara perpisahan dengan seluruh orang yang ada di sini. Terutama bagi seseorang yang sudah selama seminggu lebih ini kutunjuk sebagai pengasuhnya."
Mendengar pernyataan itu, Don tersenyum kecil. Ia tahu pasti rasanya berat meninggalkan orang-orang yang baik kepadanya. Jadi, tidak ada salahnya bila Don membiarkan gadis kecil bernama Erika itu melakukan perpisahan sebagai kenang-kenangan.
"Kalau memang itu yang diinginkan Erika, kenapa tidak dikabulkan? Aku bersedia menginap di ruangan ini apabila Erika memang ingin melaksanakan acara kenang-kenangan itu."
"Don. Kamu memang benar-benar telah berubah." Ucap bos mafia itu. Don tersenyum membalas senyuman pria itu.
---
Di sebuah taman kecil di belakang mansion. Tempat menjadi pemandangan di balik jendela ruangan bos mafia itu. Don dan bos mafia itu melihat taman kecil itu di malam hari tengah dipenuhi lampu-lampu kecil yang menggantung sehingga menciptakan suasana di taman pada malam itu terlihat begitu indah.
Di dalam taman yang kini dipenuhi oleh orang-orang bos mafia itu, juga Ari. Di tengah-tengahnya, terdapat seorang gadis kecil bergaun indah, dan memakai mahkota bunga yang kini tengah bermain-main dengan berusaha meraih lampu-lampu kecil itu.
"Aku sama sekali tidak menyangka. Kalau bibi, dan paman semua mau menyiapkan ini semua kepadaku." Ucap gadis kecil bernama Erika itu yang tampak begitu senang.
"Tentu saja, sayang. Kehadiranmu di sini seolah-olah telah memberikan warna cerah di mansion ini. Kami semua sangat kehilangan kamu." Ucap bibi yang saat ini tengah asik menggendong Erika.
"Paman mana?" Tanya Erika celingukan. Ia mencari-cari seorang pria yang ia panggil paman itu. Namun hatinya sedih karena ia tidak menemukannya.
"Paman di sini, sayang." Ucap seorang pria yang sambil membawa sebuah kotak kado berukuran sedang. "Ini kenang-kenangan dari paman-pamanmu, juga bibi-bibimu di sini." Ucap seorang pria itu sambil menyerahkan kado itu kepada Erika.
"Itu, pria itu yang waktu itu menolong putra dan putri mengambil barang bukan?" Tanya Don yang masih berada di ruangan bos mafia itu.
"Iya. Dan kamu masih ingat gadis kecil yang waktu itu kamu dan keluargamu bantu belikan barang-barang kebutuhannya? Dia itu Erika, gadis kecil yang menjadi bintang di acara itu." Jawab bos mafia itu. Sedangkan Don, ia sama sekali tidak ingat kejadian itu. Jadi ia hanya diam.
"Kamu mungkin tidak ingat, karena semenjak kamu menikah dengan Nina, dan mempunyai keluarga kecilmu itu, kamu sudah terlalu banyak menolong orang. Tapi bagi Erika, bantuan yang waktu itu keluargamu berikan, itu sangat berarti baginya." Ucap bos mafia itu lagi.
Kembali lagi di taman.
"Paman. Aku boleh buka kado ini?" Tanya Erika ragu-ragu.
"Tentu saja, sayang. Kamu boleh buka kadonya sekarang." Ucap paman itu.
Lantas bibi pun menurunkan Erika, sambil memeluk kado pemberian paman yang selama ini menjadi pengasuhnya itu, kaki kecil Erika berlari ke arah bangku taman itu. Paman dan bibi juga semua orang yang berada di sana mengikuti jejak langkah Erika sehingga semua orang itu berkumpul di bangku taman.
Erika secara tidak sabar dengan pelan-pelan membuka kotak kado itu. Matanya yang tadinya berbinar-binar langsung nanar melihat kado yang diterimanya.
Sebuah pajangan bola salju kaca dengan ornamen rumah sederhana. Apabila digoyang-goyangkan, maka sesuatu benda berwarna putih kecil menyerupai salju itu akan menghiasi dan berhamburan di dalam bola kaca bening itu.
Erika memandangi orang-orang disekitarnya dengan tatapan matanya yang sudah berhenang air mata. Jujur saja, semenjak ia tinggal di mansion itu, ia seperti telah merasakan tinggal di dalam rumah yang begitu aman dan nyaman. Sama Seperti digambarkan dalam ornamen yang dipegangnya saat ini.
"Paman... Bibi... Semuanya..." Ucap Erika dengan terbata-bata.
"Iya, sayang. Kami semua sengaja memberikan kenang-kenangan ini supaya kamu selalu ingat, kamu kini sudah mempunyai rumah yang begitu aman dan nyaman. Walaupun malam ini adalah malam terakhir kita bersama, namun Erika harus tahu, kalau mulai besok Erika akan tinggal dengan keluarga yang juga tidak kalah baiknya dengan yang di sini. Walaupun rumahnya tidak sebesar di rumah ini." Ucap bibi.
"Paman juga ingat. Keluarga baik yang mulai besok mengasuhmu itu, adalah keluarga yang selama ini kamu harapkan bisa bertemu kembali." Ucap paman.
"Maksud paman?" Tanya Erika. Pria yang selama ini mengasuhnya itu tersenyum kecil sambil memeluk tubuh mungil Erika dengan penuh kasih sayang.
---
"Don. Sudah siap?" Tanya Ari yang kini berada di ruangan bos mafia itu.
"Iya." Ucap Don. Lantas mereka berdua meninggalkan ruangan bos mafia itu. Sehingga ruangan kerja penuh rahasia itu menjadi kosong tanpa seorangpun.
Di ruang tamu, Erika yang saat ini sudah bersiap itu kini duduk di sofa sambil terus memainkan pajangan bola salju kenang-kenangan itu. Don dan Ari melihat perempuan kecil itu.
"Erika." Sapa Ari. Erika pun menoleh ke arah pria dewasa yang memanggilnya. Lantas tatapan berbinar Erika berubah menjadi terkejut.
Erika yang tidak menyangka bisa bertemu dengan seorang pria yang dulu pernah menolongnya itu langsung meletakkan hiasan itu di sebelahnya. Sedangkan kini air mata perempuan kecil itu kembali mengalir.
Pelan-pelan Erika yang terlihat lebih segar dan sehat daripada yang terakhir Don lihat saat di jalanan itu berjalan ke arah pria yang pernah menjadi penolongnya itu.
"Om..." Ucap Erika dengan sesegukan.
"Halo sayang. Kita bertemu lagi." Ucap Don ramah.
Lantas Erika pun langsung memeluk tubuh bagian bawah Don dengan menangis sesegukan. Don dengan kebapakannya memeluk tubuh gadis kecil itu sambil tersenyum sayang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...