Tak Akan Pergi (End)

3 0 0
                                    

Bayi yang dikandung Dena selama delapan bulan lebih akhirnya lahir ke dunia dengan selamat dan tanpa kekurangan suatu apapun.

Berita membahagiakan ini langsung diketahui oleh ketiga orang yang sedari tadi setia menunggu operasi persalinan Dena di malam itu. Kabar bahagia ini membuat mereka bertiga saling berpelukan dengan raut muka yang penuh kebahagiaan.

Malam itu, Dena yang masih dalam keadaan terbius obat tidur itu sama sekali tidak menyadari apa yang terjadi, Dena yang sudah selesai melahirkan itu masih tertidur pulas dengan keadaan yang normal.

Tanpa Dena sadari, Rino sedari luar ruangan operasi itu sampai di ruang rawat Dena selalu menemani istrinya yang kondisinya masih belum pulih benar itu.

Raut wajah bahagia dan penuh kasih sayang Rino perlihatkan saat memandangi wajah istrinya yang masih tertidur lelap tanpa tahu kapan ia akan terbangun.

Sedangkan di sisi lain, Santi dan Ari tidak langsung pulang ke mansion, tetapi mereka berdua menyempatkan diri untuk mengunjungi bayi lelaki yang tampan itu di ruangan inkubator.

---

Pagi menjelang, walaupun cahaya matahari tidak menembus gorden di kamar VVIP untuk Dena. Dena melihat kamar begitu luas mengingatkan dirinya pada saat terakhir ia ada di sini. Lebih dari sepuluh tahun yang lalu saat ia masih sangat setia menjaga Rino sampai pria impiannya itu benar-benar sembuh.

Walaupun tertidur dengan agak lama, namun perempuan yang berwajah pucat pasi itu masih terasa sangat letih dan sakit. Ia masih tidak bisa menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat ngilu apabila digerakkan, terutama di bagian perutnya yang habis dijahit pasca operasi Caesar itu.

Dena menyadari kalau dirinya ternyata selamat dari operasi tersebut. Namun ia menyadari kalau dirinya kini tengah kesepian karena bayi yang dikandungnya selama ini telah pergi meninggalkan tubuhnya.

Dengan rasa sakit yang ditahannya, Dena berusaha duduk di tempat tidur itu. Lagi-lagi rasa kesepian kembali menghampirinya setelah sebelumnya ia merelakan Rino pergi dari kehidupannya.

Sedih, Dena pun perlahan-lahan mengeluarkan emosinya dengan air mata yang kembali membasahi pipinya. Ia melamun lalu menghapus air matanya itu dengan punggung tangannya yang tidak terpasang jarum infus.

"Hei. Kamu sudah bangun sayang?" Ucap seorang pria yang terdengar di salah satu sudut ruangan kamar Dena dirawat itu.

Dena celingukan melihat suara siapa itu, ia rasanya seperti mendengar suara suaminya yang sudah lama tidak didengarnya itu.

Saat melihat arah suara itu, Dena membelalakan matanya. Ia sama sekali tidak menyangka sosok itu utuh hadir didahadapannya.

Rino lalu duduk di bangku dekat tempat tidur Dena. Ia dengan senyum manisnya memberikan segelas air putih dan memasangkan sedotannya. Ia lalu membantu Dena meminum air putih itu.

"Rino, ini kamu?" Tanya Dena. Kini matanya kembali bergetar. Tangannya mulai Tremor berusaha meraih tangan Rino yang selama ini membuatnya aman dan nyaman itu.

"Iya sayang. Ini aku, Rino." Lantas Rino dengan lembutnya membantu Dena meraih tangannya. Sedangkan tangan lainnya membantu Dena meminum air putih itu.

Sambil menangis sesegukan Dena meminum sampai habis air putih itu. Tangan Dena masih tidak mau melepaskan tangan Rino, Rino memaklumi itu.

Setelah air putih itu habis, Rino menaruhnya kembali ke nakas, setelah itu tangan itu juga yang mengusap-usap ujung kepala Dena.

"Kamu berbaring lagi saja, ya. Pasti kamu masih sangat capek karena operasi tadi. Keadaan kamu belum pulih benar soalnya." Lantas dengan pelan-pelan Rino membaringkan tubuh Dena. Dena menurut sedangkan tatapan matanya tidak mau lepas dari Rino.

"Anakku?" Tanya Dena dengan kuatir.

"Anak kita, Dena." Ucap Rino sambil tersenyum lembut. "Anak kita lahir dengan sehat dan sangat sempurna. Anak lelaki kita sangat tampan dan dia kini sedang tertidur pulas di inkubator." Lalu Rino sedikit menoel ujung hidung Dena. "Sama seperti mamanya yang sedari tadi tertidur pulas." Lalu Rino terkekeh.

Dena kini berusaha menenangkan tangisannya. Rino mengerti dan ia kembali duduk di tempat duduk itu.

"Sudah, ya. Kamu tidur lagi." Ucap Rino lembut dan ia tidur-tiduran di samping tempat tidur Dena.

Melihat Rino yang kini kembali tidur di sebelahnya Dena seperti kembali bermimpi. Ia merasa mimpi ini begitu indah karena bisa melihat Rino kembali. Dena sambil tetap memegang erat tangan Rino kembali tertidur. Biarlah ini menjadi mimpi indahnya sebelum ia akhirnya menyadari kalau mimpi ini hanya sementara.

---

Keadaan Dena kini sudah benar-benar pulih, Dena dan sang buah hati kini sudah pulang ke rumah.

Setelah meniduri anaknya yang berusia belum satu Minggu itu, Dena kembali membuka laci meja kerjanya. Di sana ia mengambil surat perceraian itu.

Keinginan Dena yang ingin mempunyai seorang anak dari Rino telah terwujud. Dena merasa sudah waktunya baginya untuk bersikap tegas dan melepaskan Rino.

Dena begitu harus bisa tegar. Ia sudah cukup puas menangis membayangkan Rino sudah bukan menjadi miliknya lagi. Ia lalu sekali lagi membaca surat perceraian itu tanpa ia meminta harta gono-gini ke Rino. Namun entah mengapa, ketika ia membaca surat itu kembali lagi air matanya menetes.

"Lagi baca apa?" Tanya Rino yang tiba-tiba muncul dan memeluk Dena dari belakang.

Belum sempat Dena menutup surat tersebut, namun Rino dengan cepatnya meraih surat yang telah berhasil membuat Dena menangis selama masa mengandung itu.

Rino terkekeh melihat surat perceraian itu. Ia lalu membalikkan tubuh Dena sehingga Dena kini bersandar di meja kerjanya dengan tubuh menghadap Rino.

"Kamu masih menyimpan surat ini?" Tanya Rino sambil menunjukkan surat perceraian tersebut.

"I... Iya. Kamu waktu itu ingin bercerai denganku, bukan? Sekarang aku relakan kamu pergi, Rino." Ucap Dena dengan tegas. Walaupun sakit, namun kali ini ia harus bersikap keras pada dirinya sendiri.

Rino menatap lekat-lekat sorotan mata Dena. Ia melihat dengan sangat jelas kesungguhan Dena untuk mencintai dirinya. Lantas sambil tidak mau melepaskan kontak mata itu, Rino merobek kertas surat perceraian itu.

Dena kaget melihat surat perceraian itu telah berubah menjadi potongan-potongan kertas yang begitu kecil menghujaninya bak seperti salju. Ia lalu menatap Rino dengan tatapan tidak percaya.

"Kamu sudah berubah Dena. Kamu bukan seperti Dena yang pertama kali aku kenal. Aku suka, sangat suka Dena yang sekarang. Dena yang kini sudah menjadi ibu dari anakku." Ucap Rino dengan tatapan tajam dan dalam sehingga membuat jantung Dena berdebar kencang.

"Dulu. Aku memang sangat ingin menceraikanmu. Tapi itu dulu, bukan sekarang. Sekarang aku sangat menginginkan Dena ku dan putra kita. Sama seperti Dena yang sekarang benar-benar sangat menginginkanku."

"Sampai kapanpun, aku tidak akan lagi pergi meninggalkanmu. Aku tidak akan meninggalkan perempuan hebat yang kini telah menjadi istriku. Aku akan selalu ada di mana kamu sangat menginginkan keberadaan ku. Karena  aku sangat mencintai istri yang kini berada dihadapanku ini." Lantas Rino mengungkung Dena dengan kedua tangannya sehingga perempuan itu tidak bisa kemana-mana.

Dena benar-benar hampir tidak bisa bernafas. Sedangkan perlahan namun pasti Rino mulai mendekatkan wajahnya ke wajah Dena. Hingga beberapa saat kemudian mereka berdua berciuman dengan sangat mesra.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang