Ari lantas pergi meninggalkan Don sendirian terbaring di ruangan kamar VVIP itu. Setelah mendapatkan ijin dari pria yang kini menjadi pasien rumah sakit tersebut.
Don melihat Ari yang berjalan pergi menuju pintu kamar itu, dan kini Ari sudah tidak ada di ruangan kamar itu.
Setelah kepergian Ari, Don tidak langsung tidur. Matanya melihat sekeliling ruangan kamar yang lumayan luas dan hanya dihuni untuk seorang pasien itu.
Don tersenyum sendu. Ia mengingat ada sesuatu yang begitu berharga, dan begitu indah, juga begitu romantis yang pernah terjadi di ruangan ini. Yang kejadian itu sudah berjalan lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
Lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Titik balik hubungannya dengan Nina. Hubungan yang perlahan-lahan naik dan berubah menjadi lebih baik. Setelah keputusasaan untuk bisa tetap bersama sang pujaan hati yang sangat berharga baginya itu.
Don lalu melihat juga tempat duduk yang berada di sebelah ranjangnya ini. Ia masih ingat dulu ia selalu menemani, dan menjaga kekasihnya di bangku itu. Bahkan ia lebih memilih berisitirahat di bangku itu daripada di sofa sana, hanya karena ia tidak mau berpisah sedikitpun oleh Nina.
Don hampir mengeluarkan air matanya ketika ia membelai lembut salah satu ranjang tempatnya berbaring saat ini. Ia begitu sangat ingat perjuangan Nina antara hidup dan mati, dalam keadaan kehilangan kewarasannya saat itu. Di ranjang ini.
Don begitu mengingat, betapa pasrahnya Don ketika ia sudah tidak mampu untuk bisa menjaga Nina. Ketika Nina justru semakin hari penyakit kejiwaannya semakin parah, sehingga kekasihnya itu menjadi koma karena insiden jatuh dari tangga itu.
Air mata Don menetes. Ia tersenyum sayang ketika akhirnya Nina sadar setelah satu Minggu mengalami koma, akhirnya perempuan itu mendadak sembuh dan masih mengingat dirinya. Bahkan waktu itu justru Nina yang meminta supaya Don mau diikat oleh perempuan yang kini menjadi istrinya dan ibu bagi anak-anaknya supaya menjadi suaminya.
Don lalu juga melihat sofa di hadapannya itu. Ia juga tersenyum bangga ketika ia mengingat momen lamaran itu. Ketika seluruh anggota keluarga Nina mau menerima dirinya sebagai mantu dan adik ipar bagi keluarga Nina.
Setelah selesai bernostalgia, Don menghapus air matanya. Ia lalu membuka handphonenya dan melihat wallpaper alat komunikasinya itu. Don tersenyum sayang melihat gambar di sana yang memperlihatkan foto keluarga kecil Don yang sedang berfoto bersama di desa. ia masih ingat waktu itu mereka habis berkebun mengurusi tanaman bunga Daisy kesayangan Nina.
Ketika melihat notifikasi handphone yang sudah tiga hari lebih tidak ia buka, Don melihat beberapa misscall dari Nina. Dan beberapa pesan dari istrinya itu. Don tersenyum kecil melihat pesan-pesan dari istrinya yang begitu lucu dan manis yang berisi supaya dirinya tidak lupa makan dan berisitirahat.
Don membaca semua pesan-pesan itu sambil dengan mata yang berbinar-binar, otaknya berimajinasi seandainya keluarga kecilnya kini semuanya berada di ruangan ini untuk menemaninya selama masa perawatan.
Tadinya, Don ingin memberitahukan kepada Nina kalau saat ini ia sedang dirawat di rumah sakit. Namun, ia tidak mau membuat Nina dan kedua anaknya kuatir. Jadi ia mengurungkan niatnya itu.
Setelah puas memandangi foto-foto keluarga kecilnya di galeri handphone itu, Don mematikan layar handphonenya dan memejamkan matanya untuk tidur.
Beberapa saat kemudian, Don yang sudah merasa sangat tenang dan aman setelah melihat foto keluarga kecilnya itu tertidur pulas. ia tidur dengan sangat nyenyak sampai-sampai tidak menyadari kalau pria yang tadi mengantarnya ke rumah sakit itu kembali ke kamar tempat Don dirawat.
Ari yang baru teringat barangnya ada yang ketinggalan itu datang ke sofa di kamar Don dan mengambil barang itu. Ari melihat Don yang sudah tidur dengan sangat pulas itu melihat wajah sang pasien itu terlihat sangat damai.
Ari pun penasaran, karena setahunya tiga hari terakhir itu Don tidak tidur dengan senyenyak dan sedamai itu. Ia yang penasaran dengan penyebab Don begitu damai itu membuka layar handphonenya Don. Dan di sana ia telah menemukan jawabannya. Dan itu membuatnya tersenyum kecil.
Di sana, ia melihat wallpaper foto Don dan keluarga kecilnya tengah berfoto bersama setelah melakukan aktivitas berkebun. Di sana, sangat terlihat Don dan keluarga kecilnya tersenyum lepas. Mereka berempat terlihat sangat bahagia.
Rasa penasaran Ari sudah sangat terpuaskan. Ia lalu mematikan layar handphone tersebut dan menaruhnya kembali ke nakas. Setelah itu, ia melihat kembali ke arah Don yang masih tertidur pulas itu.
Ari tidak menyentuh tubuh Don supaya pria yang sedang tertidur itu tidak terbangun. Namun. Apa yang dilihatnya barusan sudah sangat menunjukkan kalau Don benar-benar sangat mencintai keluarga kecilnya. Kalau Don benar-benar menganggap keluarga kecilnya adalah sesuatu yang sangat berharga baginya. Ternyata ucapan Don itu bukanlah hisapan jempol belaka, Don benar-benar menganggap itu. Dan Ari merasakannya.
Ari pun lalu berjalan lagi meninggalkan ruangan kamar itu. Membiarkan Don sendirian tertidur pulas di kamar tempatnya dirawat sampai benar-benar sembuh itu.
---
Pagi hari di desa itu menjelang. udara dingin dan sejuk mewarnai kehidupan di desa tersebut yang begitu hijau.
Setelah Putra dan Putri berangkat ke sekolah, Nina yang sudah selesai dengan urusan rumah itu mencoba menghibur dirinya dengan memandangi dan sesekali menyentuh lembut tanaman-tanaman bunga Daisy nya yang semakin hari semakin lebat dan rimbun itu.
Nina sangat menyukai bunga-bunga tersebut. Walaupun kini sudah tiga hari lebih ia tidak tahu bagaimana kabar sang pemberi bunga-bunga tersebut yang adalah suaminya. Suaminya yang benar-benar menerima dirinya apa adanya. Menerima dirinya yang jauh tidak sempurna ini dibandingkan pasangan hidupnya ini.
Nina mengingat itu menjadi minder. Ia mulai berpikiran kalau mungkin saja Don sudah sangat muak kepadanya karena tidak sesempurna para penggemarnya dan para perempuan di sekitarnya yang semuanya jauh lebih indah dan sempurna itu.
Apalagi, ketika Don benar-benar menghilang tanpa kabar, kakaknya Nina yang adalah salah satu fans fanatik Don itu kembali mengintimidasi dirinya. Perempuan itu menganggap kalau Nina tidak becus mengurusi Don dan sebaiknya suaminya itu bercerai dengannya sehingga kakaknya itu mampu secara leluasa mendekati dan mendapatkan Don. Padahal kakaknya itu sebenarnya sudah mempunyai keluarga kecil sendiri bersama suaminya itu.
Nina pun yang tadinya tersenyum berubah tatapannya menjadi sendu. Nina mendadak tidak mau melihat tanaman bunga Daisy yang sangat indah itu. Ia lalu membalikkan badannya. Dan sebuah dering handphone di sakunya membuyarkan lamunan buruknya itu.
"Halo?" Tanya Nina datar dengan suara kecil.
"Sayang." Ucap seorang pria dari sambungan itu.
Mendengar suara pria di sambungan itu, wajah Nina yang tadinya layu mendadak menjadi hidup. Ia lalu melihat siapa kontak yang menelpon dirinya, dan di sana tertera nama suaminya.
"Don?" Tanya Nina memastikan.
"Iya sayang?" Tanya Don dengan suaranya yang lembut dan dalam itu sehingga membuat Nina terasa nyaman.
"Kamu sekarang lagi di mana? Sedang apa?" Tanya Nina sambil menghapus air matanya. Terdengar suara kekehan pria itu di dalam sambungan itu.
"Aku? Aku sekarang lagi di suatu tempat, sayang. Aku sekarang sedang mendengar suaramu." Jawab Don.
"Don. Tolong. Jawab yang benar." Ucap Nina ketus. Ternyata pria ini masih saja benar-benar sangat menyebalkan.
"Don?" Tanya Nina yang sudah menahan emosinya. Padahal di sana Don sedang tersenyum senang mendengar intonasi suara Nina yang sepertinya akan mulai meledak. Sungguh pria itu sangat merindukan Nina dan rindu membuat istri tercintanya itu kesal.
"Don? Kamu di sana, kan? Nanti paket kamu habis!" Gertak Nina. Padahal Don kini sedang tertawa tanpa suara.
"Sayang." Tanya Don setelah beberapa saat.
"Apa!?" Tanya Nina ketus.
"Aku rindu. Aku rindu kamu dan keluarga kecil kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...