Rani Hamil

1 0 0
                                    

"Rani. Kamu hari ini tidak bekerja?" Tanya Lion, ketika pria itu tengah duduk di sebelah tempat Rani berbaring.

Hari itu pagi begitu cerah. Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi. Lion yang sudah menyiapkan sarapan kini hanya bisa duduk manis di sebelah Rani yang masih tertidur pulas.

Lion yang sebenarnya tidak tega untuk membangunkan Rani hanya memandangi istrinya itu yang tubuhnya masih dibungkus selimut. Sehingga kelihatannya seperti seekor kepompong.

"Rani. Ini sudah pagi. Kamu gak berangkat kerja?" Tanya Lion lagi dengan sabarnya.

"Ngg... Lion, sekarang jam berapa?" Tanya Rani sambil tidak mau membuka selimutnya. Ia masih nyaman dengan posisinya itu.

"Sudah jam tujuh. Biasanya jam segini, kan kamu sudah berangkat. Kok kamu sekarang masih tiduran?"

"Aku boleh, gak hari ini libur kerja dulu. Aku ngerasa gak enak badan." Ucap Rani lemah.

Lion yang mendengar perkataan Rani langsung menjadi pucat pasi. Ia sama sekali tidak menyangka kalau keacuhannya ini membuat istrinya kini menjadi sakit. Ia takut apabila nanti harus menghadapi mertuanya karena tidak becus merawat Rani.

"Kamu sakitnya dari kapan? Kok baru bilang sekarang?" Tanya Lion lagi dengan suaranya yang dibuat lembut. Ia berusaha menutupi kekalutannya.

"Aku gak mau nyusahin kamu, Lion. Makanya aku gak bilang. Tapi hari ini kepalaku pusing sekali. Rasanya aku tidak sanggup untuk berpikir saat bekerja hari ini. Biasanya kemarin-kemarin aku gak separah ini sakitnya. Makanya aku paksain kerja."

"Ya sudah. Aku buatin teh manis hangat dulu, ya. Kamu bilang sama Derry kalau kamu ijin libur kerja."

"Iya, Lion." Ucap Rani lemah.

Lantas Lion pun pergi meninggalkan kamar mereka berdua untuk membuat teh manis hangat. Selagi sendirian di kamar, Rani pelan-pelan membuka selimutnya, dan mengirim pesan meminta ijin kepada atasannya itu untuk libur kerja karena sakit dengan menggunakan handphonenya.

Beberapa saat kemudian Lion kembali masuk ke kamar sambil membawa secangkir teh manis hangat. Pria itu lalu menyerahkan minuman hangat itu kepada Rani yang kini tengah duduk bersandar di tempat tidur.

Wajah Rani terlihat murung dengan rambutnya yang acak-acakan. Ia sedih karena hari ini tidak bisa bekerja. Wajahnya terlihat agak pucat dan tubuhnya terlihat cukup lemas. Lantas dengan pelan-pelan Lion membantu Rani menyesap teh manis hangatnya.

"Kita ke rumah sakit sekarang, ya. Aku takut kamu kenapa-napa. Apalagi kamu sebelumnya gak mau bilang ke aku kalau kamu sakit." Ucap Lion kuatir, Rani lagi-lagi mengangguk lemah.

"Ya sudah, kutunggu kamu di meja makan, ya. Kamu siap-siap dulu."

---

Lion sudah siap di meja makan dengan dua porsi makanan vegetarian untuknya dan Rani.

Rani yang usai bersiap-siap duduk dengan lesu, memandangi makanan yang penuh sayuran hijau di atas piringnya. Namun ketika Rani baru sesuap makan, ia justru merasa sangat mual dan langsung buru-buru ke toilet.

Melihat gelagat Rani yang mencurigakan itu, Lion langsung ikutan pergi ke toilet untuk membantu Rani melancarkan muntahannya. Ketika mereka berdua melihat, ternyata Rani hanya mengeluarkan cairan dari teh manis yang diminumnya barusan. Rani terduduk lemas di pinggiran kloset dan Lion buru-buru mencari minyak kayu putih.

"Rani. Kayaknya kamu beneran lagi sakit. Bukan hanya pusing, tapi kamu sepertinya masuk angin juga." Ucap Lion panik sambil memijat tengkuk Rani. Sedangkan Rani kini sedang keasikan menghirup aroma minyak kayu putih itu.

Setelah Rani kembali mempunyai tenaga, Lion membantu istrinya itu untuk berdiri. Ia lalu memapah Rani ke salah satu kursi meja makan.

"Pokoknya, pagi ini kita harus ke rumah sakit, ya Rani. Kita harus cek kamu lagi sakit pusing dan masuk anginnya parah atau tidak. Nanti setelah aku membereskan alat makan ini dan menyiapkan setermos teh manis hangat." Ucap Lion tegas sambil tangannya sibuk mengangkat alat-alat makan yang barusan dipakai mereka berdua untuk makan. Rani pun hanya mengangguk lemah.

"Lion. Kamu gapapa ninggalin tanaman-tanaman hidroponik kamu? Aku bisa, kok ke rumah sakit sendirian." Rani merasa tidak enak karena ia telah membuat Lion harus mengurus dirinya. Padahal kali ini Rani sebenarnya ingin sekali dimanja oleh Lion seharian ini.

"Kamu untuk kali ini jangan nolak, ya Rani. Kamu itu lebih penting daripada tanaman hidroponik aku." Lalu Lion membantu Rani berdiri dari tempat duduknya. "lagian tanaman-tanaman ku itu sudah mandiri. Perairannya sudah cukup untuk sampai sore hari. Jadi harusnya cukup waktu untuk kita mengecek kondisi kamu di rumah sakit." Kali ini Lion terdengar lebih bawel daripada biasanya. Namun Rani senang, karena Lion hari ini sangat perhatian padanya.

---

Di depan Lion, Dokter itu memeriksa kondisi Rani yang kini tengah berbaring di ranjang ruangan dokter umum. Saat ia mengetuk-ngetuk lembut area perut Rani, dokter perempuan itu tersenyum senang.

Dengan menggunakan stetoskopnya, ia pun memeriksa daerah degup jantung Rani, dan daerah perut yang dicurigainya itu. Ia mendengar di daerah perut Rani terdengar sebuah degupan. Senyum Dokter itu semakin sumringah karena dugaannya benar.

"Kalian itu suami istri, ya?" Tanya Dokter itu ke arah Rani. Rani melihat Lion dan Lion pun bertanya-tanya.

"Iya, dok. Kami suami istri. Ada apa, ya Dok?" Tanya Lion.

"Selamat, ya. Sekarang kalian sudah mempunyai momongan. Dirawat, ya dedek bayinya." Ucap dokter itu sambil mengarah ke arah Lion dan memberikan selamat ke arah Lion dan lalu Rani.

"Untuk lebih jelasnya, kalian silahkan langsung ke dokter kandungan, ya. Untuk memeriksa kehamilan ibu Rani." Ucap dokter umum itu lagi menambahkan. Lalu pasangan suami istri itu ijin meninggalkan ruangan itu.

Rani tersenyum cerah. Dan lalu mengelusi perutnya. Sedangkan Lion masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan dokter itu. Lion pun membantuk Rani berdiri, dan kembali membantu Rani berjalan ke luar dari ruangan dokter umum itu.

"Lion. Aku hamil." Ucap Rani tersenyum sumringah, sambil tidak mau berhenti mengelusi perutnya itu ketika mereka berdua sedang menunggu antrian dokter kandungan.  Lalu perempuan itu pun senyumnya tiba-tiba menghilang. Ia kemudian merasa tidak enak ke arah Lion. "Tapi aku merasa gak enak sama kamu, Lion. Kalau ternyata ini adalah anak dari Rino. Tapi malah kamu yang harus bertanggung jawab."

"Kenapa kamu begitu yakin? Memangnya sebelumnya kamu pernah berhubungan badan dengan Rino? Sebelum memutuskan untuk tinggal selamanya dengan aku?"

"Kalau iya, bagaimana Lion. Apakah kamu masih mau menerima anak dalam kandungan ini?"

"Aku suamimu, Rani. Walaupun anak yang kamu kandung bukan dariku, tetap aku yang bertanggung jawab membesarkan, merawat, dan menyayanginya. Jadi kamu tenang saja, ya." Ucap Lion sambil mengelusi ujung kepala Rani. "Maaf juga kalau selama ini aku bersikap acuh padamu karena kamu membiarkanku terlalu bebas dengan duniaku sendiri."

"Tidak apa-apa, Lion. Aku senang kamu memilih mengurusi tanaman-tanaman hidroponik mu, daripada mencari perempuan yang jauh lebih baik daripadaku."

"Oh, iya. Tapi sebenarnya sebelumnya kamu pernah berhubungan badan dengan Rino?"

Rani menggeleng lemah. Rani akui, dirinya telah menyerahkan mahkotanya kepada suaminya itu.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang