Investigator

3 0 0
                                    

Sesampainya di dalam mobil, Dena dan Rino hanya diam. Tidak langsung melajukan mobilnya ke tempat makan yang akan dituju.

Rino masih diam, ia sama sekali tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia lihat di restoran hotel itu. Tatapannya benar-benar shock. Sedangkan Dena sedari tadi memeluk lengannya.

Perempuan yang sedari tadi tidak mau melepaskan jaket kebesarannya itu menyembunyikan kepalanya di belakang lengan Rino. Ia begitu ketakutan yang untung saja Rino sedari tadi bersamanya.

"Pria itu. Dia benar-benar brengsek..." Ucap Rino setelah beberapa saat.

"Aku takut, Rino. Kamu lihat, kan betapa aku tidak mempunyai harga diri karena dilecehkan seperti itu. Bahkan di tempat umum." Dena masih merasa malu. Ia semakin menyembunyikan wajahnya.

Lantas Rino pun mengusap-usap kepala Dena. Ia menenangkan istrinya itu.

"Sudah. Kita sudah tidak ada hubungan lagi dengan pria brengsek itu. Tidak akan kuijinkan pria itu bertemu bahkan sampai menyentuhmu seujung rambut pun."

Lantas Rino pun melepaskan lengannya dari pelukan Dena. Dena pun mengerti dan ia membenarkan posisi duduknya. Rino lalu menyalakan mesin mobilnya dan lalu pergi meninggalkan hotel itu.

---

Selagi mereka berdua baru saja selesai makan siang dan mobil itu sedang melaju menuju kantor, keheningan di dalam mobil itu terganggu ketika handphone Rino membunyikan sebuah nada dering panggilan masuk.

Dena melihat handphone Rino yang diletakkan nya di dashboard itu bergetar dan berbunyi, sedangkan Rino sedang fokus mengemudi.

"Siapa, Dena?" Tanya Rino sambil tidak melepaskan pandangannya ke arah jalan.

"Ari." Jawab Dena ketika ia melihat nama kontak itu adalah nama Ari.

Rino dan Dena bingung kenapa anak bos mafia itu menelpon Rino. Namun, Dena yang tidak merasa cemburu itu penasaran. Dan Rino juga penasaran.

"Mungkin itu ada urusannya dengan perusahaan, Dena. Coba kamu angkat saja." Pinta Rino, lantas Dena pun menuruti.

"Halo?" Jawab Dena ketika ia mengangkat sambungan telepon itu.

"Ah, Dena. Rino mana?" Tanya Ari yang berada di ujung sambungan sana.

"Rino. Dia sedang menyetir, jadi aku yang angkat teleponnya." Jawab Dena. "Ada apa?"

"Apa kalian sedang akan ke kantor?" Tanya Ari.

"Iya." Jawab Dena.

"Bagus. Ada hal penting yang harus aku sampaikan pada kalian berdua. Ah, kalau bisa dengan Santi juga. Aku saat ini sudah berada di ruang tunggu tamu, kali ini aku ditemani Santi." Ucap Ari. Dena yang mendengarnya itu ekspresi wajahnya berubah menjadi serius.

"Baiklah, kamu akan segera ke sana." Ucap Dena dan lalu sambungan telepon itu terputus.

"Rino. Kita harus segera ke kantor. Ari mau menyampaikan sesuatu yang penting untuk perusahaan kita." Pinta Dena yang terdengar seperti perintah.

"Baik, Dena." Ucap Rino datar.

Kini Dena sudah tidak lagi terlihat ketakutan, ekspresi tegasnya sebagai seorang CEO kini kembali terlihat. Rino yang menyadari sudah saatnya bekerja juga kembali menunjukkan keprofesionalan nya sebagai salah satu karyawannya Dena.

---

"Ada apa?" Tanya Dena setibanya keempat orang itu sudah berkumpul di ruangan meeting.

"Tadi pagi papa memeriksa catatan keuangan kalian. Pengeluaran dan pemasukan. Papa mendapatkan data-data itu berdasarkan berkas yang waktu itu kamu berikan ke papa sebagai pengajuan investor. Kamu ingat, kan Dena?" Tanya Ari.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang