"Kita pulang, ya? Sudah malam." Pinta Rino setelah Dena selesai menangis.
Dena mendorong pelan tubuh Rino setelah itu ia menghapus air matanya. Rino mengelusi rambut Dena sedangkan perempuan itu membenarkan posisi jaket yang dikenakannya.
Jaket Rino terlihat kebesaran bagi Dena. Dena lalu meresleting jaket yang dikenakannya itu dan pergi terlebih dahulu meninggalkan ruangannya, disusul dengan Rino yang mengunci ruangan CEO itu.
Di sepanjang perjalanan Dena yang masih memeluk dirinya hanya diam sambil memandangi jendela. Suasana diam menghampiri bagian interior mobil itu, sedangkan Rino kini masih fokus mengemudi.
---
"Rino. Akhir pekan kita belanja baju, ya." Ucap Dena ketika mereka berdua sudah sampai kamar dan ia membuka lemarinya.
Dena mengeluhkan. Semenjak kasus pemerkosaan yang diterimanya itu, ia menjadi tidak berani memakai pakaian yang memperlihatkan bagian lekuk tubuhnya. Bahkan kini jaket Rino yang sangat kebesaran itu masih dipakainya.
"Kenapa? Lingerie kamu bukannya sudah banyak?" Tanya Rino yang baru saja keluar dari kamar mandi dan sedang mengeringkan rambutnya yang setengah basah.
"Aku tidak mau memakai pakaian seksi seperti itu lagi. Pria mesum itu memperkosaku karena ia bernafsu pada tubuhku." Dena lalu menutup lemari yang berisi lingerie itu dan ia menatap Rino yang kini sudah duduk di pinggiran tempat tidur.
"Maafkan aku, Rino. Ini karma buatku. Karena dulu aku pernah memerkosa dirimu." Ucap Dena lirih. Perempuan itu bahkan memutuskan untuk memakai pakaian Rino yang tentu saja kebesaran baginya untuk tidur nanti.
Rino diam mendengar permintaan maaf Dena. Ia memang sudah mengikhlaskan kejadian itu. Apalagi Dena yang sekarang jauh berbeda dengan Dena sewaktu lebih dari sepuluh tahun yang lalu itu.
Pria itu pun lalu tertidur tanpa menggunakan obat tidur lagi. Sedangkan Dena kini tengah membersihkan diri di kamar mandi.
---
Pagi menjelang. Rino terlebih dahulu membuka matanya. lagi-lagi ia mendapatkan dirinya tengah dipeluk oleh Dena yang masih tertidur pulas dengan menyandarkan kepalanya di dada Rino yang telanjang itu.
Kali ini, Rino melihat Dena yang tertidur pulas dengan keadaan yang aman dan nyaman. Aroma parfum Rino begitu menyeruak di ruangan itu, ia melihat Dena yang tertidur memeluk dirinya dengan menggunakan atasan jaket Rino, dan menggunakan celana panjang yang biasa ia gunakan untuk tidur.
Rino pun pelan-pelan kembali melepaskan pelukan Dena dan beranjak dari tempat tidur. Dan beberapa saat kemudian, perempuan itu terbangun.
"Kenapa aroma parfumku menyeruak di kamar ini?" Tanya Rino ketika Dena sudah berhasil mengumpulkan nyawanya.
"Aku tadi menyemprotkan setengah parfummu ke tubuhmu dan pakaianmu yang kukenakan saat ini Rino." Dena lalu mengendus-endus jaket yang sudah semalaman dipakainya.
"Kenapa?"
"Entahlah. Aku hanya merasa sangat aman dan nyaman ketika aku merasakan aroma tubuhmu." Ucap Dena. Ia kembali mengingat ketika malam di kantor itu, ketika ia menumpahkan semua kesedihannya dan kelemahannya kepada Rino, justru setelah ia menghirup aroma tubuh suaminya itu. "Aku juga menyukai jaketmu ini." Dena tersenyum melihat bagian tangan jaketnya telah menelan bulat-bulat tangannya. Sehingga tangan jaket itu terlihat buntung.
Rino tersenyum melihat Dena yang kehilangan sosok anggunnya di pagi ini. Pagi ini Dena terlihat seperti seorang gadis kecil yang memainkan pakaian ayahnya yang dikenakannya. Namun, Dena saat itu tidak menyadari kalau Rino tengah menatapnya dengan tatapan senang seperti itu. Ia hanya menikmati dan memainkan jaket yang dikenakannya itu.
"Kalau kamu suka, jaket itu kuberikan padamu." Ucap Rino. Dena pun menoleh ke arah pria itu saat Rino sudah berhenti tersenyum.
Dena lalu bergegas beranjak dari tempat tidurnya. Rino melihat Dena yang kesusahan berjalan ke arah Rino karena pakaian yang dikenakannya saat tidur itu benar-benar kebesaran.
"Terimakasih, Rino." Dena lalu memeluk erat tubuh Rino ketika ia sudah berhasil menghampiri suaminya itu.
---
"Siang ini kamu makan siang dengan siapa?" Tanya Rino ketika mereka berdua tengah sarapan.
"Orang itu. Dia mengajakku lagi." Ucap Dena lesu. Ia bahkan tidak mampu menatap suaminya setelah mengatakan hal itu.
"Hanya berdua? Atau dengan Santi?" Tanya Rino yang masih memeriksa handphonenya dengan tatapan serius.
Pria itu sambil tidak melepaskan tatapannya dari layar handphone kembali menggigit roti yang dipegangnya.
"Dia mengajakku berdua lagi." Dena lalu hanya menatapi sarapannya yang masih belum disentuhnya. Ia benar-benar tidak bernafsu untuk makan hari ini. Tadi pagi ia mengecek handphonenya dan ia kembali mendapatkan teror mesum itu.
"Aku ikut. Tidak ada penolakan. Kalau ia menolak. Kita putuskan saja kerjasama dengan pria itu. Lagipula pria itu tidak ada untungnya untuk perusahaan mu." Ucap Rino dengan nada datar. Dena lalu melotot ke arah Rino.
"Apa maksudmu? Dia bilang dia telah menginvestasikan dananya dengan nominal sangat besar bagi perusahaan ini. Apabila sahamnya dicabut, aku menggaji para staf dengan apa?" Tanya Dena yang nada suaranya sengaja ia tahan. Ia tidak mau ada keributan di pagi hari di rumahnya.
"Pria itu hanya menggertak. Ia sama sekali tidak ada untungnya buat kamu dan perusahaan. Bahkan kalaupun sahamnya ditarik, ia akan memperoleh apa?" Lantas Rino pun menghabiskan sarapan terakhirnya di piring itu dengan satu suapan penuh. Ia lalu mendorong makanan yang dikunyahnya dengan menenggak kopi paginya.
"Kita mau mulai diskusi ini di ruangan kerjaku? Atau di sini saja sambil kamu menghabiskan sarapanmu?" Tanya Rino sambil menyodorkan layar handphonenya yang berisi data perusahaan.
Dena melihat data yang berasal dari handphone suaminya itu. Matanya melotot melihat adanya suatu keganjilan yang diperlihatkan oleh Rino. Tanpa basa-basi, Dena pun langsung buru-buru menghabiskan sarapannya.
"Kita bahas ini di kantor saja, Rino. Kita berangkat sekarang." Lantas Dena kembali memakai jaket Rino yang kebesaran itu di tubuhnya sambil berdiri dari kursi tempatnya duduk itu.
Rino yang melihat Dena kembali bersemangat mengikuti perempuan itu dari belakang. Lantas beberapa saat kemudian, mobil yang ditumpangi Dena dan dikendarai Rino pun pergi meninggalkan rumah itu menuju kantor milik Dena.
---
"Bagaimana bisa itu terjadi, Rino? Kenapa ia bisa memanipulasi data itu?" Tanya Dena ketika mereka berdua kini berada di ruangan kerja Rino.
Dena sengaja setelah datang ke kantor itu ia langsung ke ruangan Rino. Ia yang begitu penasaran tidak masuk dulu ke ruangannya dan menyalakan komputernya.
"Ini yang sudah kudapat dari hasil analisa sejak dua hari yang lalu." Rino lalu mengeluarkan berkas-berkas yang saat itu ia minta kepada Dena.
"Kamu lihat ini?" Rino menunjukkan suatu angka. "Aku melihat keganjalan di sini. Kenapa data pemasukan dan kenyataannya tidak sesuai? Jika berdasarkan data, terlihat kalau dan investasi yang diberikan investor mesum itu sangat membantu. Tapi kenapa pada kenyataannya, justru kamu harus pontang panting meminta bos mafia itu menginvestasikan sebagian dananya untuk perusahaan ini?" Dena berpikir dan ia juga merasa curiga.
Lantas Rino memperlihatkan data yang lainnya. Data pengeluaran yang menurutnya begitu ganjil.
"Selisih dana ini. Di sini terlihat seharusnya kita selalu profit dan tidak membutuhkan suntikan dana lagi. Tapi kenyataanya uang itu tidak ada." Jelas Rino.
Lalu pria itu kembali mengeluarkan berkas lagi. Di sana ia melihat ada beberapa barang-barang hasil produksi cacat. Dan justru sumber masalahnya berasal dari produk milik investor itu.
"Di sini, ia juga sengaja memberikan barang-barang cacat khusus untuk perusahaan ini. Apa ini bukan hal yang disengaja oleh pria itu supaya perusahaan mu bangkrut karena hilangnya kepercayaan konsumen?" Dena melihat data-data dari Rino. Wajahnya memerah menahan amarah.
"Jadi benar, kan apa kataku tadi pagi. Sebaiknya kamu memutuskan kerja sama dengan pria mandul itu. Kalau ingin perusahaan ini tetap maju dan berkembang." Tutup Rino.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...