Ingin Sendirian

1 0 0
                                    

Masih tanpa mengenakan sehelai benangpun, Don kini duduk di bangku penumpang di mobil Ari. Don pelan-pelan duduk untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sampai kini masih terasa sangat remuk dan sakit.

Ari membiarkan Don tertidur di sebelahnya. Suasana di mobil itu dibiarkan sunyi supaya pria di sebelahnya dapat beristirahat dengan tenang.

Melihat kondisi Don saat ini, Ari harus kembali mengecewakan Dena karena tidak bisa memastikan Don baik-baik saja setelah penangkapan ini. Alih-alih ia kembali ke mansion, pria itu justru mengarahkan mobilnya ke sebuah rumah sakit swasta yang terbaik di kota itu.

Berapa waktu telah berlalu. Kini mobil yang dikendarai oleh Ari telah sampai di parkiran mobil di rumah sakit itu. Ari melihat Don masih tertidur pulas.

"Don, bangun. Kita sudah sampai." Ari menggoyangkan bahu Don. Don pun mengerjap-ngerjapkan matanya dan kemudian menggeliat.

Walaupun masih terasa sakit, namun keadaan Don sudah mendingan. Pria itu lalu melihat ke jendela mobil, ia menyadari kalau mereka berdua kini tengah berada di dalam parkiran mobil dalam gedung.

"Kamu sangat terlihat tidak baik-baik saja. Sepertinya ada sebuah luka yang terdapat di dalam tubuhmu itu. Jadi harus diperiksa oleh dokter." Jelas Ari.

Don terdiam.

"Ini, pakai kembali pakaianmu." Ari lalu memberikan satu stel pakaian yang terakhir dipakai Don sebelum akhirnya dilepaskannya saat akan melakukan misinya itu.

Dengan tanpa berkata sesuatu, Don menerima pakaiannya itu. Ia lalu memakainya.

"Setidaknya kamu harus berpakaian di tempat ini, bukan Don. Tidak semua orang di sana pernah melihatmu telanjang bulat dan melecehkan alat kelaminmu." Lanjut Ari.

---

Dengan langkah yang dibuat senormal mungkin padahal sedang menahan rasa sakit, Don kini berjalan ke lobby rumah sakit dan ditemani oleh Ari.

Ari membiarkan Don duduk di ruang tunggu menunggu waktunya pemeriksaan. Sedangkan Ari sibuk mengurusi urusan administrasi.

Setelah berada di gilirannya, Don diperiksa oleh dokter bagian dalam. Melalui Rontgen, dokter tersebut menatap datar walaupun hatinya terkejut. Ia melihat bagian pencernaan Don yang begitu dipenuhi luka terutama pada bagian rektum sampai alat pencernaan terakhir.

"Kamu merasa sangat kesakitan pada area ini, bukan Don?" Tanya pria itu sambil menunjukkan foto Rontgen bagian dalam selangkangan Don.

"Iya, dok. Rasanya sangat tidak enak. Seperti terluka parah dan sangat perih. Bahkan aku sedari tadi menahan rasa sakit saat berjalan tadi." Aku Don.

"Don. Sepertinya bagian dalam selangkanganmu ini mengalami luka yang sangat serius. Sebaiknya kamu menginap di rumah sakit ini selama beberapa hari. Bahkan mungkin sampai seminggu. Kamu harus segera mendapatkan tindakan sekarang ini. Sebelum keadaan menjadi semakin parah dan berakibat pada nyawamu." Ucap pria itu tegas.

Don pun menoleh ke arah Ari. Ari pun menganggukkan kepalanya.

"Lakukan yang terbaik pada kawanku ini, pak. Untuk biaya administrasinya, biar aku yang tanggung." Ucap Ari.

"Baiklah." Ucap dokter itu tegas.

Lantas tanpa membuang-buang waktu, Ari pun memenuhi perkataannya. Bahkan pria yang terlihat sangat dingin itu juga memastikan kalau Don mendapatkan ruangan VVIP selama masa perawatannya dimulai di malam itu.

"Aku bisa membayarnya, Ri. Aku tidak enak kalau kamu sampai direpotkan karena penyakitku ini." Ucap Don yang kini sudah memakai pakaian pasien dan tengah berbaring di bankar ruang VVIP itu.

"Kamu secara sukarela membantu Dena. Bahkan kamu tidak menuntut biaya apapun ke dia selama masa investigasi itu. Lantas, kenapa aku tidak membantumu. Toh membiayai biaya rumah sakit ini tidak membuatku rugi." Ucap Ari.

"Dan ini." Ari menunjukkan sebuah tas besar yang berisi barang-barang pribadi Don. "ini aku taruh di sofa ini, ya." Lantas Ari pun meletakkan tas besar tersebut di sofa sebelah gorden raksasa itu.

Don menyadari kalau dirinya tengah diinfus, jadi ia tidak leluasa bergerak. Lantas pria yang kini tengah berbaring di tempat tidur pasien itu melihat ke arah Ari yang masih duduk di sofa.

"Ari. Aku boleh minta tolong? Sebelum kamu pergi dari kamar ini." Tanya Don.

"Apa? Mungkin aku bisa bantu?"

"Aku ingin handphoneku. Sampai saat ini keluarga kecilku masih tidak tahu kondisiku saat ini." Ucap Don.

Lantas setelah mendapatkan informasi dimana Don menyimpan handphonenya di dalam tas itu, Ari menaruhkan handphone tersebut di nakas sebelah tempat tidur Don.

"Ini." Ucap Ari.

"Terimakasih." Jawab Don.

"Ada lagi, Don? Atau aku akan pergi sekarang."

"Ari." Ari pun menoleh ke arah Don. "Kalau bisa, jangan bilang siapapun aku ada di sini. Jangan sampai Dena, Santi, dan Rino tahu dimana aku dirawat. Biarkan aku sendiri di sini sampai aku sembuh." Pinta Don.

"Don." Ari tersenyum kecil. "Aku bisa memegang janjiku untuk tidak memberitahukan kepada ketiga orang itu di mana kamu dirawat saat ini. Tapi..."

"Tapi apa?" Tanya Don penasaran.

"Aku tidak janji mereka bertiga tidak tahu dimana kamu berada. Karena kamu tahu sendiri kalau penggemarmu itu ada di mana-mana. Bahkan tadi, perawat yang mengurusmu tadi itu adalah salah satu penggemarmu. Jadi pasti akan ada seseorang yang memberitahukan kepada ketiga orang itu di mana kamu berada. Mungkin secara langsung, atau berdasarkan gosip yang beredar." Jelas Ari.

"Bahkan, aku pun bisa pastikan kalau besok siang mereka bertiga akan mengunjungimu saat istirahat makan siang." Lanjut Ari.

"Penggemar, ya." Don tertegun. "Mengapa aku sama sekali tidak bisa hidup dengan privasiku? Bahkan aku yang seperti ini saja semua orang bisa tahu?"

"Bahkan aku sampai iri padamu, Ri. Mereka semua bahkan tidak tahu bagaimana kehidupan privasimu."

Ari tertawa kecil. "Itulah resikonya mempunyai banyak penggemar, Don. Sama sekali tidak mempunyai kehidupan privasi. Bahkan semua penggemarmu itu terlalu terobsesi padamu yang terlalu seksi untuk menjadi seorang pria. Padahal mereka semua sudah tahu kalau kamu sudah menikah dengan seseorang yang sungguh-sungguh kamu cintai, dan kamu sudah mempunyai keluarga kecil yang sangat berharga bagimu."

"Apalagi, Don. Mereka semua bahkan mengabaikan kebahagiaanmu dan berusaha merebutmu dari Nina, dan kedua anakmu yang membuatmu sangat bahagia ini." Ari pun terkekeh. "para penggemarmu itu benar-benar sangat mengerikan, Don."

Don menghela nafasnya. "Aku tidak masalah kalau dengan mereka menjadi penggemarku, aku memberikan pengaruh positif kepada mereka, seperti Lion yang begitu menggemari adikmu. Namun, justru mereka itu memberikan dampak negatif pada diri mereka sendiri karena begitu terobsesi pada tubuhku."

"Tunggu dulu, kamu tahu Rani?" Tanya Ari yang tidak percaya. Don pun mengangguk.

"Siapa yang tidak tahu Lion, Ari? Seorang pengusaha sayuran hidroponik yang begitu sukses. Lion bisa menjadi seperti itu justru karena pengaruh positif dari Rani yang adalah idolanya." Don pun tersenyum. Ari juga sangat senang mempunyai adik angkat yang bernama Rani itu. Rani memang sangat pantas untuk dijadikan idola.

"Jadi, Ari." Ucap Don. "Kalaupun pada akhirnya mereka tahu di mana aku berada. Bilang kepada mereka kalau aku tidak mau dikunjungi. Bahkan dikunjungi oleh kamu juga. Aku hanya ingin sendirian untuk seminggu ini selama beristirahat."

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang