Seminggu telah berlalu. Don kini benar-benar sudah merasa sangat sehat dan sembuh. Wajahnya terlihat penuh dengan semangat dan Ari yang menjemput Don di kamar tempat Don beristirahat itu melihat wajah pria itu yang nampak jauh lebih cerah daripada yang terakhir dilihatnya.
"Aku sudah menggantikan seluruh biaya di rumah sakit ini, Ari. Aku merasa sangat tidak enak hati bila harus berhutang kepadamu." Ucap Don sambil membawa tas besarnya.
Ari pun mengecek notifikasi pesan uang masuk dari rekeningnya. Ari pun tersenyum kecil dan langsung mengembalikan uang pemberian Don itu ke rekening Don kembali.
"Cek lagi, Don. Rekeningmu." Ucap Ari.
"Kok dikembalikan?" Tanya Don bingung setelah mengecek notifikasi di handphonenya.
"Aku sama sekali tidak merasa menghutangi dirimu. Anggap saja biaya rumah sakit ini adalah tanda bayar dari jasamu." Ari lalu menepuk pundak Don dengan lembut.
"Ya sudah, lah kalau kamu bersikeras begitu." Ucap Don sambil berjalan menuju pintu keluar kamar rumah sakit itu. Ari pun mengikutinya dari belakang.
"Oh, iya. Kamu belum selesai urusan dengan kota ini, bukan? Jadi belum bisa pulang ke desa." Tanya Ari saat mereka berdua tengah berada di dalam mobil Ari.
Mobil itu melaju meninggalkan rumah sakit itu. Don memerhatikan jalanan dan ia melihat area tempat berjualan tanaman.
"Belum. Sepertinya. Aku bahkan belum menunjukkan wajahku di depan Dena. Mungkin dia sekarang sangat kuatir." Ucap Don sambil tatapannya masih memerhatikan area jualan bunga tanam itu.
"Iya. Oleh sebab itu kita kini sedang dalam perjalanan ke kantor Dena. Ada yang harus dibicarakan di sana." Ucap Ari. "Lantas, dalam seminggu ini, selama kamu dirawat, kamu tidak merasa kesepian?" Tanya Ari yang pura-pura tidak tahu. Padahal selama seminggu itu juga Ari selalu menyadap handphone Don sehingga ia tahu apa yang pria itu lakukan dengan alat komunikasinya itu.
"Kesepian?" Tanya Don. "Tidak. Aku sama sekali tidak merasa kesepian. Tapi aku sangat bahagia." Don pun tersenyum membayangkan bagaimana secara rutinnya ia menghabiskan seminggu itu dengan berkomunikasi dan berinteraksi bersama keluarga kecilnya, walaupun hanya lewat jarak jauh.
"Kamu justru merasa sangat bahagia, ya? Akhirnya kamu bisa menghabiskan begitu banyak waktumu dengan keluarga kecilmu itu." Tanya Ari yang mulai membuka pengakuannya.
"Kamu mengetahuinya?" Don pun terkekeh. "Tidak kusangka kamu bahkan sempat merasa curiga kepadaku."
"Ya. Dan aku sangat menyesali itu. Seharusnya aku sadar kalau kamu sekarang bukan orang yang penuh dengan rahasia lagi. Tidak seperti dirimu saat belum memiliki Nina." Pernyataan Ari membuat Don tertawa lebar.
"Lantas, dengan mengetahui isi percakapan dan interaksiku dengan keluarga kecilku, apa kamu juga kepikiran untuk menjalin sebuah hubungan rumah tangga dengan Santi?" Tanya Don.
"Ya. Kuharap akan bisa semanis keluarga kecilmu itu, Don. Walaupun jujur saja aku sendiri juga merasa sangat jengkel ketika melihat dirimu terus mengerjai keluarga kecilmu itu. Seandainya aku adalah salah satu dari mereka, mungkin aku akan sangat kesal dengan kelakuanmu itu." Ari pun tersenyum. Ternyata Don apabila sudah bersama keluarga kecilnya, sosok seksi dari pria itu langsung menghilang begitu saja.
"Tapi, Don." Ucap Ari lagi. "kamu memang benar-benar sungguh-sungguh mencintai Nina. Mengapa kamu sangat mencintai perempuan itu?"
"Karena dia sangat berharga, Ari. Dari seumur hidupku, aku baru kali ini menemukan perempuan baik hati yang benar-benar tulus mencintaiku. Dan itu yang sangat aku butuhkan selama ini." Ucap Don tersenyum manis sambil membayangkan sosok istrinya itu.
---
Tatapan mata penuh memuja dan penuh nafsu kembali mengantarkan Don yang berjalan ke ruangan meeting itu. Ari yang melihat Don yang terus ditatap seperti itu dari setiap orang yang dilewatinya melihat betapa teguhnya hati pria yang sedang berjalan bersamanya ini.
Tatapan memuja itu muncul dari para perempuan yang jelas-jelas jauh lebih sempurna daripada istrinya Don itu. Namun, Don benar-benar terlihat sangat acuh, dan tidak menanggapi setiap tatapan dan sapaan penuh godaan itu.
Hingga pada akhirnya mereka berdua sudah masuk ke ruangan meeting itu, Ari melihat para mata itu terus memandang dengan penuh puja di kaca dinding ruangan tersebut yang memang transparan itu.
"Don. Apa kabar? Kamu terlihat jauh lebih segar dan semangat sekarang." Ucap Dena sambil menjabat tangan Don.
"Aku baik, Dena. Terimakasih." Ucap Don sambil tersenyum formal. Lalu Don juga menyalami Santi dan Rino yang sudah berada di ruangan meeting itu.
"Nampaknya keluarga kecilmu itu yang mampu membuatmu kembali terlihat semangat, Don." Ucap Rino.
"Jadi semua yang di sini sudah pada tahu apa yang kulakukan selama masa istirahat itu, ya?" Don terkekeh sambil memandangi Ari. "kamu benar-benar sangat ember, Ri. Bahkan semua orang di sini tahu apa yang aku lakukan." Sindir Don.
"Jangan salahkan aku." Balas Ari. "Mereka semua yang begitu penasaran kenapa seminggu ini kamu sama sekali tidak mau dijenguk. Bahkan mereka yang sedari tadi menatapmu dengan penuh puja dan nafsu itu saja tidak berani menjengukmu." Lanjut pria itu.
"Untuk apa mereka menjengukku?" Tanya Don acuh. "Jadi, Dena. Aku sudah di sini dan kalian semua sudah lihat aku sekarang begitu sehat. Sekarang apa yang ingin dibicarakan?"
"Kita di sini mau membahas pembagian saham dari perusahaan investor penipu itu." Ucap Dena yang kini sudah berdiri di depan layar presentasi.
"Pembagian saham? Bukankah sebelumnya sudah harus ada persetujuan dari investor penipu itu kalau ingin menyerahkan saham tersebut pada kita?" Tanya Don yang kini kembali dalam mode serius. Jujur saja Don yang dalam mode seperti ini kembali terlihat sangat seksi.
"Kalau soal itu." Ari kini angkat suara. "Aku sudah mendapatkan persetujuan dari pria gembul itu." Ucap Ari.
"Tapi pria itu sudah tidak ada di sini. Apa kamu mengambil secara paksa kepadanya?" Tanya Don.
"Iya." Ucapan Ari membuat kening Don berkerut. "Aku mengambil secara paksa. Sebelum aku memberikan hukuman padanya. Toh tidak ada lagi yang mampu meneruskan perusahaan tersebut karena otak dari semua itu adalah si investor itu. Sedangkan, apa yang pemegang saham lainnya mau pertahankan bagi perusahaan penipu itu? Ditambahkan lagi, perusahaan tersebut sudah banyak menipu perusahaan lain." Jelas Ari.
"Jadi kamu juga sudah membeberkan hasil penemuanku kepada pemegang saham di perusahaan itu?" Tanya Don. Yang langsung dijawab anggukan Ari.
"Iya. Mau tidak mau. Lebih tepatnya, Santi yang membeberkan kepada mereka. Aku tidak mau berurusan langsung dengan mereka." Ucap Ari.
"Awalnya, pemegang saham itu geram, Don. Orang itu mencoba menarik saham mereka dari perusahaan tersebut. Namun, karena aku menyebut nama perusahaan ini dan perusahaanmu, ia mengurungkan niatnya. Dengan catatan perusahaan penipu ini dirombak ulang supaya menjadi perusahaan yang jujur sehingga produknya dipercaya oleh masyarakat. Dan perusahaan tersebut juga diakuisisi." Ucap Santi.
"Lantas, perusahaan itu siapa yang akan akuisisi? Kalau bisa jangan dengan perusahaan ku, Dena." Ucap Don. Ia tentunya ingat kalau ia tidak hanya mengurusi perusahaan sarang madunya yang setiap saat justru semakin berkembang dan semakin banyak. Belum lagi ia juga memikirkan pendidikan dan sekolah pelosok di desanya itu. Ia tidak mau kualitas perusahaan, terutama dengan pendidikan pelosok itu menjadi menurun karena bertambahnya pekerjaan yang harus dikerjakan.
Karena, menurut Don, pendidikan sekolah dasar di pelosok itu sangat penting. Sebagai batu lompatan anak-anak didik di sekolah itu tetap mendapatkan beasiswa di jenjang pendidikan lebih tinggi. Sedangkan, saat ini ia hanya mampu menggaji keempat tenaga pengajar di sekolah itu.
"Don. Tenang saja. Aku yang akan mengakuisisi perusahaan tersebut. Dan untukmu, aku berikan tiga puluh lima persen saham perusahaan tersebut. Bagiamana, Don? Nampaknya itu cukup untuk membuat sekolah di desamu menjadi lebih baik." Dena tersenyum.
"Terimakasih, Dena." Don tersenyum senang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...