Penangkapan

1 0 0
                                    

Mata bos itu menatap penuh takut ketika ia baru saja keluar dari kamarnya.

Ia melihat banyak sekali orang-orang berpakaian serba hitam menodongkan pistolnya dari berbagai arah ke orang yang baru saja dipanggil anak buahnya.

"Bos..." Ucap anak buah yang biasa menjadi kameraman itu lirih.

"Sial!" Erang bos itu. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ulahnya kali ini justru membuatnya berurusan dengan orang yang salah.

"Kamu tidak puas dengan seluruh kekayaanmu, dan kini ingin menguasai perusahaan Dena juga." Ucap putra tiri dari orang yang paling berbahaya di dunia bawah itu.

"Kamu juga tidak puas dengan selangkangan Don, dan ingin menikmati tubuh calon istriku juga." Ucap pria itu dengan dingin.

"Don. Selangkangan itu. Bagaimana kamu bisa tahu dia?" Tanya pria itu dengan ekspresi wajah ketakutan.

"Kamu hanya menganggap dia jalang pemberian dari sopirku yang membelot itu?" Tanya Ari remeh. Ia langsung menyunggingkan senyum remehnya. "Kamu bahkan tidak tahu siapa itu dia. Padahal dia yang dulu sudah berhasil menghancurkan masa kejayaanmu. Apakah kamu masih ingat?"

Pria gembul itu meneguk salivanya. Jadi selama ini ia justru telah menjadikan investigator mengerikan itu hanya sebagai budak seksnya yang sudah ia lecehkan sebegitu rupa. Justru pria itu yang kini tengah membuatnya tertangkap oleh mafia mengerikan yang paling berkuasa ini.

Wajah pria itu menjadi pucat pasi. Ia sudah tahu apa yang akan dialaminya nanti. Hidupnya yang tidak akan lama lagi, segala derita yang akan dialami tubuh dan mentalnya, sebelum akhirnya ia akan mati dalam penderitaan yang mengerikan.

"Lepaskan aku! Kamu berani mengancamku?" Tanya bos itu sinis. Sedangkan anak buahnya kini sudah dibawa entah kemana oleh salah satu anak buah Ari.

Bos itu hendak ingin merogoh sesuatu di pinggangnya. Namun ia semakin mati kutu, karena pistol itu ternyata masih berada di meja di kamarnya. Jadi ia sama sekali tidak bisa membela diri.

"Kenapa? Pistolmu ketinggalan?" Tanya Ari sinis. "Sekarang bawa dia menghadap papa!" Perintah Ari yang langsung dijawab anggukan oleh anak buahnya.

Dengan penuh pemberontakan, bos itu berusaha melepaskan diri. Namun ia sama sekali tidak bisa lolos dari kedua anak buah Ari yang begitu menggaet erat lengan bos itu.

Semenjak keluar dari rumah itu. Ari sudah sangat bisa memastikan kalau Don, Dena, Santi, dan Rino pun tidak akan pernah melihat wujud pria mesum itu dan para anak buahnya itu lagi.

Bahkan Ari pun juga akan merencanakan rumah ini akan diambil paksa dan menjadikannya miliknya dan menjadi milik Santi saat  mereka berdua telah menikah nanti.

Ari tersenyum senang karena akhirnya Santi tidak menerima pelecehan seksual dari bos itu. Ari tersenyum bangga karena dirinya telah berhasil melindungi kekasihnya dari ancaman pria mesum itu.

Namun, Ari sedikit sedih. Karena hal ini, justru Don yang harus dikorbankan. Walaupun memang yang ia tahu Don selalu melakukan aksinya dengan cara seperti ini, karena tidak ada cara lain.
Setelah memastikan tidak ada orang lagi di ruangan tamu itu, Ari yang sama sekali tidak mengeluarkan sedikit keringat dan tenagapun saat melakukan penggerebekan dan penangkapan itu masuk ke dalam kamar bos itu.

Saat masuk ke dalam kamar, Ari melihat Don yang kini tengah dalam keadaan telanjang bulat tidur telentang dengan tangannya yang memegangi perut bagian bawahnya. Wajah pria seksi yang sangat pintar itu tengah meringis kesakitan tanpa mau membukakan matanya.

Ari lalu duduk di pinggiran tempat tidur. Ia lalu memeriksa apa yang telah terjadi di area selangkangan Don. Dan di sana, ia melihat asap panas yang keluar dari lubang anus Don.

Ari lalu memegangi paha bagian dalam Don. Don pun membukakan matanya.

Don melihat Ari kini duduk di sebelahnya dengan tatapan kuatir. Lantas Don pun dengan pelan-pelan sambil menahan sakit yang dideritanya menggeser tubuhnya dan kini ia duduk dengan bersandarkan ujung tempat tidur.

"Don. Kukira pria itu berhenti melecehkan dan menyiksa alat kelaminmu lagi. Setelah kita putus koneksi tadi siang." Ucap Ari yang merasa tidak enak.

"Aku sudah memperkirakan akan terjadi seperti ini." Ucap Don yang kini sudah mampu meredakan rasa sakitnya. Ia lalu menatap wajah Ari dengan tatapan seriusnya.

"Maksudmu?"

"Aku tahu dia mempunyai nafsu bejat yang sangat kuat biasa. Dan ia begitu tempramen, egois, dan serakah. Maka itu, ketika ia tidak berhasil mendapatkan tubuh Dena dan Santi tadi siang, maka ia langsung pulang ke rumah ini dan kembali menyiksa lubang anusku. Dan kini ia menyiksanya dengan jauh lebih brutal daripada biasanya. Dengan alat-alat elektrik yang tidak lazim itu." Jelas Don sambil menunjukkan alat Penyiksaan itu dengan gerakan kepalanya.

Ari melihat sendiri koleksi alat Penyiksaan elektrik itu. Dan ia juga cukup menyangka kalau alat-alat itu yang dipakai bos itu untuk menyiksa lubang anus Don sehingga pria yang kini masih tidak mengenakan sehelai benangpun kini tengah sedang kesakitan.

"Tapi tidak apa-apa Ari. Jangan Kuatir kan diriku. Memang ini resiko yang kuperkirakan akan terjadi padaku, dan memang telah terjadi. Aku sudah cukup senang dengan hasilnya. Karena dengan ini, justru bos itu tidak berhasil melecehkan Dena lagi. Dan ia juga tidak berhasil menyentuh kekasihmu itu."

"Aku juga senang karena dengan ini, berarti tidak ada lagi pria itu yang berusaha dan merencanakan akan menghancurkan perusahaan-perusahaan penting di negara ini. Bahkan ia juga tidak berhasil menyentuh dan memporak-porandakan perusahaan ku. Karena jika ini gagal, tidak hanya perusahaan Dena yang kena imbasnya. Tapi orang-orang Desa yang bergantung dengan pendidikan gratis, juga produksi sarang madu, tempat mereka menggantungkan hidupnya itu juga akan terancam." Jelas Don.

Semakin mendengar alasan Don yang begitu berkorban, Ari semakin terenyuh. Ari sama sekali tidak menyangka Don yang sekarang kini terlihat semakin baik hati. Entah ini hanya di depannya, atau memang ada seseorang yang telah membuatnya seperti ini.

Ari melihat Don yang kini kembali memejamkan matanya. Sambil tangannya tidak mau berhenti mengelusi perut bawahnya yang masih terasa sangat sakit itu.

"Don. Kamu bisa berjalan?" Tanya Ari lembut.

Don membukakan matanya, ia tersenyum kecil melihat Ari. Namun ketika ia hendak akan beranjak dari tempat tidur, selangkangannya kini terasa semakin sakit. Don kembali merintih kesakitan.

Ari berdiri dari tempat tidur, ia lalu memegangi lengan Don. Memapah pria yang sedang tidak mengenakan apapun di tubuhnya itu sedang berjalan tertatih-tatih.

"Di luar pasti ada banyak orang, Don. Kamu tidak apa-apa mengumbar tubuh telanjangmu yang begitu menggairahkan itu kepada mereka?" Tanya Ari ketika mereka berdua tengah menuruni tangga.

"Maksudmu bos itu dan anak buahnya, juga para anak buahmu?"

"Iya." Jawab Ari sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

Don tersenyum kecil sambil tetap berusaha menahan rasa sakitnya. "mereka semua sudah pernah melihat tubuh telanjangku. Bahkan mereka semua pernah menyiksa dan melecehkan selangkangan juga lubang anusku. Jadi untuk apa kututupi tubuhku dihadapan mereka?"

"Maksudmu?" Tanya Ari yang tiba-tiba tidak menuruni aktifitas menuruni tangga itu. "kalau anak buah bos itu, iya aku sudah tahu. Tapi anak-anak buahku? Bahkan anak-anak buah papa?"

"Kecuali Jordy. Mereka semua pernah menyiksa dan melecehkan tubuhku, Ari. Bahkan bapak juga pernah. Waktu itu, aku pernah memberikan lubang anusku secara sukarela untuk mereka siksa habis-habisnya, karena mereka menginginkan itu untuk bayaran supaya mereka menyingkirkan Reno yang berusaha untuk menghancurkan hidup Nina lagi."

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang