Lion sedang asik mengecek beberapa tanaman-tanaman hidroponiknya yang memang ia tanam di balkon apartemen.
Tanaman hijau itu begitu segar dengan sistem pengairan yang minimalis namun sangat higienis, ditambah tanaman itu senang berada di bawah sinar matahari, membuat sayuran berjenis lalapan itu kini tumbuh dengan begitu subur.
Lion senang memandangi tanaman-tanaman dagangannya itu tumbuh dengan begitu segar dan gemuk, pembelinya kini semakin hari semakin banyak, karena mereka sangat puas dengan hasil produksi Lion.
Walaupun begitu, senyuman kecil yang terukir di wajahnya itu bukanlah untuk tanaman-tanamannya, walaupun ia sangat senang dengan aktivitasnya ini.
Senyuman ini adalah untuk Rani. Ia sama sekali tidak menyangka kalau istrinya akan datang ke sini lagi. Setelah sebelumnya ia sudah diberitahu oleh mertuanya.
Tok Tok Tok
Lamunan Lion terburai ketika menyadari seseorang mengetok pintu apartemennya. Lion setelah selesai mencuci tangannya, langsung membukakan pintu apartemennya.
"Rani, kamu sudah datang." Ucap Lion sambil tersenyum manis. Pria itu melihat istrinya baru saja datang sambil membawa sebuah koper besar.
Namun bukannya menjawab sambutan Lion, Rani justru berhambur ke Lion, dan memeluk suaminya itu. Kali ini Rani tidak datang ke Lion sambil terurai air mata.
Pelukan Rani semakin lama semakin kencang, Rani merasa sangat tenang ketika memeluk suaminya itu, rasa amarah yang sedari tadi memenuhi hatinya, dan terpancar sangat jelas di matanya itu kini berangsur-angsur hilang, karena telah melampiaskan ke dalam pelukannya itu.
"Rani, jangan keras-keras memelukku. Aku sesak." Ucap Lion lembut sambil menepuk-nepuk lembut bahu Rani.
"Maaf, maaf." Rani tersadar dan ia lalu melepaskan pelukannya. "kamu gak apa-apa, kan?" Tanya Rani yang kini sudah terlihat panik, perempuan itu memegang kedua bahu Lion.
"Sudahlah, Rani. Aku tidak kenapa-napa, kok." Jawab Lion sambil terkekeh pelan. Sedangkan kini tubuh Lion dibolak-balik oleh Rani, takut pria itu mengalami luka sekecil apapun.
---
Lagi-lagi, Rani kini disuguhi secangkir teh manis hangat oleh Lion, setelah pria itu mempersilahkan Rani masuk dan membawa koper perempuan itu ke dalam kamar mereka.
Sambil sesekali menyesapi teh manis hangatnya, Rani kini yang sudah mulai terbiasa dengan area apartemen Lion yang begitu terlihat sejuk kini mulai berkeliling memerhatikan segala jenis tanaman hidroponik yang berada di apartemen suaminya itu.
Setelah puas berkeliling, Rani yang sudah selesai meminum teh manis hangatnya, dan membersihkannya, mereka berdua kini memandangi pemandangan langit di balkon apartemen Lion. Ternyata Rani masih sangat suka memerhatikan langit, dan biasanya Rani bertindak seolah-olah tidak lagi menyukai pemandangan langit itu ketika berada di apartemen Rino.
"Lion, kamu kenapa gak kaget pas aku datang ke sini? Bukannya dulu kamu sempat bengong pas aku ke sini?" Tanya Rani membuka obrolan.
"Aku gak kaget, Rani. Sebelumnya aku sudah diberitahu papa kalau kamu akan datang ke sini." Jawab Lion.
"Tapi, papa kira-kira tahu dari mana ya? Soal kebiasaan-kebiasaan ku, soal apa yang dilakukan Rino padaku? soal apa yang telah kualami? Dan soal aku akan datang ke sini?"
"Rani. Kamu lupa papa angkatmu itu siapa? Dia itu bos mafia, dia punya kenalan di mana-mana, dan dia bisa menyuruh siapa saja untuk mengawasimu tanpa kamu menyadarinya."
"Ternyata jadi orang berkuasa itu enak, ya. Bisa melakukan apa saja. Tapi kenapa papa tidak mau menuruti permintaanku?" Rani mendengus kesal.
"Memangnya kamu minta apa ke papa? Bukannya segala keinginanmu selalu dipenuhi oleh papa? Sebelum kamu akhirnya tinggal sama Rino?" Lion lalu memandangi Rani yang merebahkan kepalanya di pagar balkon.
"Aku mau papa menyingkirkan Rino dari hidupku. Soalnya aku tidak mau ketemu dia lagi. Tapi papa tidak mau. Dia bilang, walaupun papa biasa membunuh orang, papa tidak pernah asal mengotori tangannya dengan darah sembarang orang. Sedangkan papa dan Kak Ari selalu mengawasi Rino, dan mereka bilang Rino gak pernah ngasarin aku, dan selalu menyayangiku." Jawab Rani lesu.
"Bahkan, papa dan Kak Ari sampai bingung, kenapa aku sebegitu inginnya untuk mengenyahkan pria itu. Karena menurut mereka, pria itu selalu berusaha membahagiakan ku." Lanjutnya.
Mendengar nama Rino, Lion sebagai seorang suaminya Rani seharusnya merasa cemburu. Namu. Anehnya Lion sama sekali tidak merasakan itu, dan mengikhlaskan apabila Rani selalu mengingat Rino.
"Rani. Sepertinya masalahmu terlalu berat. Kita bicara di dalam saja, ya." Rani pun mengangguk dan mereka berdua berjalan menuju sofa yang ada di dalam apartemen Lion.
"Lion. Kamu gak cemburu kalau aku bicara soal Rino ke kamu?" Tanya Rani setelah mereka berdua duduk di atas sofa. Lion pun menggelengkan kepalanya sambil tersenyum manis.
"Kamu aneh, Lion. Seharusnya kamu yang adalah suamiku merasa cemburu ketika aku ngomongin pria lain ke kamu. Apalagi soal mantan pacarku." Ucap Rani ketus.
"Memangnya kenapa? kenapa aku harus cemburu setiap kamu membicarakan masa lalumu?"
"Lion, kamu tahu? Kenapa sikapmu berbeda dengan sikap Rino? Kamu tahu? Setiap aku membicarakan hubunganku denganmu ke Rino, dan aku selalu membicarakan status pernikahan Rino dan Dena, Rino selalu berusaha menghindari topik itu. Sangat terlihat kalau Rino tidak suka dengan hal itu, ia terlihat sangat cemburu."
"Itu karena Rino sebenarnya masih sangat menyayangimu, Rani. Dia menyesal karena saat itu ia lebih memilih Dena daripada kamu. Dan ia sama sekali tidak ingin kamu menikah denganku."
Lalu Lion pun duduk mendekati Rani. Ia lalu memeluk pinggang Rani. Rani yang merasa nyaman dengan perlakuan Lion merebahkan kepalanya di bahu pria itu.
"Tapi kenapa kamu lebih memilih aku Rani? Aku bahkan tidak tahu kesukaanmu apa, apa yang kamu tidak suka, apa keinginanmu, dan apa impianmu. Aku juga tidak tahu kebiasaanmu itu apa. Intinya aku benar-benar tidak tahu mengenai kepribadianmu. Aku bukan Rino yang tahu segalanya tentang kamu karena ia begitu mencintaimu."
"Lion. Soal itu, kamu akan tahu perlahan demi perlahan. Kita belum begitu lama tinggal satu tempat bersamaan, walaupun usia pernikahan kita sudah cukup lama. Lagipula, kamu menikah denganku hanya karena saat itu kamu kagum padaku. Jadi wajar kalau kamu tidak begitu tahu tentangku." Lalu Rani pun mengelus dagu Lion. Lion sama sekali tidak merespon.
"Tapi, saranmu, saran papa dan saran Kak Ari, bahkan mungkin saran Dena juga, yang menginginkan supaya aku kembali lagi ke pelukan Rino, aku sama sekali tidak mau menerima hal itu. Tidak akan pernah, walaupun Rino rela mengorbankan apa saja asalkan aku mau kembali padanya." Rani lalu menjatuhkan tangannya yang tadi mengelusi dagu Lion.
"Kenapa?" Tanya Lion pelan.
"Karena aku tidak mau menerima Rino lagi. Semenjak Rino sepenuhnya sudah menjadi milik Dena. Semenjak mereka berdua berciuman dengan sangat mesra, dan akhirnya mereka berdua menikah. Aku menganggap Rino sepenuhnya sudah menjadi milik Dena. Dan aku tidak mau merebut Rino dari pelukan Dena, bahkan walaupun Rino memohon, dan Dena secara sukarela menyerahkan Rino padaku." Rani menyelesaikan alasannya dengan menutup mata.
Lion terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa, sedangkan Lion yang sudah berubah menjadi pria yang lembut, sungguh merasakan bagaimana sakitnya hati Rino, saat tahu mantan pacarnya Rani itu sudah tidak diterima oleh Rani lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/342876422-288-k307784.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...