Firasat

1 0 0
                                        

Walaupun Rino terlihat menjalani kehidupannya sebagai seorang dosen terlihat seperti biasanya, namun sebenarnya dalam hatinya ia sungguh sudah tidak tahan.

Di balik wajah datar dan dinginnya, di balik sikapnya yang selalu serius ketika sedang mengajar. Di balik sikap acuhnya ketika para mahasiswa nya begitu mendambakannya, hatinya setiap hari terasa sangat teriris perih.

Hari demi hari ia lalui. Hanya temannya yang menyadari betapa perihnya keadaan pria itu. Walaupun begitu, perempuan sedari kuliah S1 itu sama sekali tidak mampu memaparkan secara logika perubahan sikap dan kondisi dari Rino, jadi ia hanya diam saja.

Hingga akhirnya, satu bulan pun berlalu. Dan benar saja, Rino mengundurkan diri dari kampus. Ia kini sudah tidak lagi menjadi seorang dosen.

Rino sudah tidak tahan lagi mengajar di kampus itu. Karena kampus itu, ia memiliki kenangan akan Rani.

---

Seusai pengunduran diri itu, Rino kini sudah menghilang bak di telan bumi. Pria itu bahkan sama sekali tidak berhubungan dengan handphonenya karena dia matikan.

Pria yang kini penampilannya semakin tidak terurus, rambutnya yang semakin gondrong dan tidak rapi, tubuhnya yang semakin kurus, wajahnya yang semakin tirus, hingga bola matanya terlihat seperti semakin keluar.

Rino saat ini hanya tinggal di apartemennya sendirian. Dengan mengandalkan uang tabungannya, pria itu hidup.

Walaupun tabungannya cukup, namun Rino sesungguhnya enggan untuk menggunakan uangnya untuk merapikan dirinya. Ia bahkan juga menjadi malas makan karena nafsu makannya yang menghilang entah kemana.

Setiap hari, alih-alih ia memilih makanan sehat, pria itu justru lebih banyak menghabiskan uangnya untuk membeli minuman keras. Dan ia meminum minuman itu hampir setiap hari.

Semua orang sedang berusaha dan bersusah payah mencari Rino. Padahal kini, pria yang tidak terurus itu setiap harinya menghabiskan waktunya untuk melamun di apartemennya, dikelilingi oleh banyaknya kaleng bir yang berserakan di hampir setiap sudut apartemennya.

---

Sudah hampir dua tahun Dena tidak mencari tahu mengenai keberadaan Rino.

Dena kini sudah menyimpan dalam-dalam perasaanya ke Rino. Walaupun sejujurnya ia masih sangat mencintai dan menginginkan sosok pria yang menjadi suaminya itu.

Namun ia sadar, cinta yang sesungguhnya itu tidak memaksa untuk orang yang dicintai mampu mencintai kembali.

Dan Dena mengakui itu. Ia tahu. Rino sampai detik ini, pun masih mencintai Rani. Dan Dena sudah tidak mau merebut Rino lagi. Ia sudah mengikhlaskan kalau Rino akhirnya bahagia bersama Rani.

Dena bahkan mengacuhkan pertanyaan Dea dan Rio, ketika tersiar kabar kalau Rino kini sudah menghilang bak ditelan bumi setelah mengundurkan diri dari profesinya sebagai seorang dosen. Sama seperti kejadian Dara kala itu.

Namun, sifat acuh Dena tidak bertahan lagi. Setelah firasat buruk itu muncul.

Di ruangan yang terlihat seperti apartemen, ia tidak tahu kenapa mimpinya berada di tempat ini.

Apartemen itu terlihat begitu berantakan seperti tidak terurus. Perempuan yang masih memakai pakaian bak seorang perempuan karir itu melihat banyak sekali kaleng bir berserakan dimana-mana.

Dena bingung, mengapa ia ada di situ. Sedangkan ketika ia melihat sebuah ranjang di sana, ia melihat seorang pria berbadan kurus kering duduk di atasnya.

Pria berkulit sawo matang, dengan tulang punggung yang tercetak sangat jelas di balik kulitnya, memunggungi Dena, sedangkan pandangannya kini menatap ke arah jendela balkon apartemen itu. Yang saat itu tengah memamerkan pemandangan langit biru yang cerah.

Dena perlahan-lahan mendekati pria itu. Namun ketika ia melihat pantulan jendela balkon itu, ia menutup mulutnya, dengan pandangan yang bergetar.

Dena sama sekali tidak menyangka akan melihat pemandangan itu. Ia melihat wajah pria yang tengah bertelanjang dada itu. Tatapan pria kurus kering itu begitu kosong, seolah-olah tidak ada harapan lagi. Sedangkan walaupun penampilannya sudah berubah menjadi lebih buruk, Dena mengenal persis siapa pria yang berada di dalam mimpinya itu.

Pria itu adalah Rino. Suaminya. Ia sama sekali tidak menyangka suaminya terlihat seperti ini.

---

Dena terbangun dari mimpinya. Matanya sembab, air matanya masih membasahi pipinya. Wajahnya terlihat begitu ketakutan. Sedangkan kamar yang luas ini hanya menjadi saksi bisu akan hasil dari mimpi buruknya.

"Rino... Tidak mungkin..." Dena tersedu-sedu karena mimpinya barusan. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menangis, ketika baru saja bangun dari tidurnya.

Dena begitu ketakutan akan mimpinya barusan. Ia tidak sanggup melihat Rino yang kini sudah terlihat begitu hancur. Ia berusaha menyangkal kalau ini hanyalah mimpi. Namun mengapa rasanya begitu nyata?

"Tidak, ya Tuhan... Jangan biarkan Rino hancur..."

Dena tidak perduli walaupun kini tengah dini hari. Udara di luar begitu dingin, di tambah keadaan di luar begitu gelap.

Perempuan itu merasa tidak tenang. Lantas ia pun segera bersiap-siap untuk pergi meninggalkan rumahnya.  Tanpa menunggu waktu lama, ia pun sudah siap dengan pakaian formal yang biasa dipakainya. Ia lalu tanpa membangunkan para pekerjanya segera menuju ke garasi untuk mengeluarkan salah satu mobilnya yang terparkir di sana. Lalu mobil itu pun melesat meninggalkan rumah mewahnya.

Air mata tidak mampu berhenti ketika Dena terus mengendarai mobilnya sedangkan tatapannya masih fokus menatap jalanan ketika mobilnya itu melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.

Dena sama sekali tidak tahu mengapa.  Namun hatinya yang tidak tenang, firasatnya yang tengah memporak-porandakan hatinya dan logikanya, membuat mobil sedan hitam itu melaju begitu saja ke apartemen Rino. Seolah-olah Dena sangat yakin kalau Rino berada di sana.

Tidak hanya tahu di mana gedung apartemen Rino. Dena yang saat itu hanya mengandalkan firasatnya juga sangat yakin di mana unit apartemen Rino berada, padahal dirinya sebelumnya sama sekali belum pernah ke sana. Namun lagi-lagi firasatnya yang menunjukkannya.

Hingga pada akhirnya, Dena berada di sebuah pintu masuk apartemen. Dena begitu yakin kalau ini adalah unit apartemen milik Rino.

Tok tok tok

"Rino, buka. Ini aku." Ucap Dena sambil berulangkali mengetuk pintu kamar apartemen Rino.

Satu ketukan, dua ketukan, tigak ketukan.

Setelah ketukan ke lima, suara pintu apartemen itu terbuka, seiring perlahan-lahan pintu itu terbuka, Dena hanya menarik nafas.

Firasat Dena sama sekali tidak salah. Entah mengapa air matanya mengalir begitu saja melihat sosok pria yang berdiri dihadapannya.

Pria itu adalah suaminya, Rino. Pria itu kini semakin tidak terurus, sama seperti mimpinya barusan.

Pria itu terlihat begitu kurus kering, wajahnya begitu tirus sehingga tengkoraknya tercetak dengan sangat jelas. Dan matanya, mata pria itu terlihat kosong seolah-olah tidak mempunyai masa depan.

Air mata Dena semakin jatuh, ketika pria itu menatapnya dengan tatapan kosong. Lalu perlahan-lahan Dena pun menyentuh pria bertelanjang dada itu. Dena menyentuh Rino sambil menangis sesegukan.

Rino sama sekali tidak bereaksi ketika Dena memeluk dirinya secara perlahan-lahan, sedangkan Dena semakin menangis sesegukan sambil memeluk pria dihadapannya.

"Rino... Kita pulang, ya..." Ucap Dena dalam tangisannya. Sedangkan Rino sama sekali diam. Tidak mengucapkan suatu katapun. Rino bahkan tidak memeluk kembali Dena. Dan tatapan pria itu masih kosong menatap tembok lorong apartemennya.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang