"Nah, kita sudah sampai." Ucap Ari yang menghentikan mobilnya di depan sebuah pondok kayu yang terlihat begitu asri.
Udara sejuk ditambah pemandangan hijau alami yang begitu indah, terpampang sebuah gunung berapi aktif dengan pemandangan langit yang langsung menampakkan awan-awan putih.
Walaupun hari sudah beranjak agak siang, namun sama sekali tidak berasa panas. Udara di pegunungan itu begitu sejuk, ditambah belum banyak penduduk desa yang bercengkrama di sana.
Erika merasa udara sejuk, ditambah pemandangan alam yang begitu alami dan indah itu membebaskan pikirannya. Gadis kecil dengan langkah kakinya yang kecil-kecil itu terus berlari-lari kesana kemari dengan begitu riang, seolah-olah ini baru pertama kalinya ia berada di tempat sesejuk dan seindah ini.
Sedangkan Don dan Ari yang baru saja selesai mengeluarkan barang-barang bawaan dari bagasi Ari itu memerhatikan gadis kecil yang terlihat sangat gembira itu dari kejauhan. Mereka seolah-olah tidak mau mengusik kegembiraan gadis kecil yang baru saja merasakan kebahagiaan itu. Setelah sebelumnya selalu mendapatkan kemalangan bertubi-tubi akibat kerasnya kehidupan di jalanan.
"Jadi di sini tempat tinggalmu dan keluarga kecilmu sekarang, Don?" Tanya Ari.
"Iya. Di sini. Aku memilih tinggal di sini dan jauh dari kota karena Nina sangat nyaman tinggal di sini. Lagipula pondok itu adalah peninggalan mendiang suaminya." Jawab Don.
"Dan kamu sama sekali tidak cemburu akan hal itu, Don?" Tanya Ari. Don menggeleng.
"Awalnya aku cemburu, tentang bagaimana manis dan baiknya mendiang suaminya itu merawat Nina di tengah-tengah kehidupan desa yang begitu sederhana ini. Namun untuk apa aku merasa cemburu? Toh mendiang suaminya itu yang meminta supaya Nina tetap bersama diriku sampai saat ini." Don tersenyum membayangkan pertemuannya dengan hantu mendiang suaminya Nina kala itu. Dan bagaimana mimpi Nina saat tengah berada masa kritis kala itu.
"Iya, kamu benar. Untuk apa kita terus merasa cemburu, apabila kita sudah mendapatkan seseorang yang sangat kita inginkan." Jawab Ari.
"Om!" Seru Erika yang kini sudah berada di depan Don dan Ari. "Bunga di sana banyak sekali. Jadi terlihat sangat indah. Aku mau itu juga, boleh?" Tanya Erika.
"Tentu saja, sayang. Itu tanaman milik Tante. nanti aku kenalkan dengan seluruh keluarga kecilku, ya. Yuk kita masuk ke dalam." Ajak Don. Lantas mereka bertiga masuk ke dalam pondok itu.
---
"Mama, putra, putri. Papa pulang." Salam Don ketika ketiga orang itu sudah berada di dalam pondok.
"Erika. Pondok ini memang tidak sebesar mansion. Tapi kamu tetap merasa nyaman, kan karena mulai hari ini kamu tinggal di sini." Ucap Don ke Erika, sambil menunggu seluruh anggota keluarga di pondok itu berkumpul.
"Iya, Om. Aku nyaman tinggal di sini. Suasananya begitu asri dan sejuk. Aku suka." Ucap Erika dengan penuh semangat.
"Papa. Jadi anak manis ini yang waktu itu papa ceritakan jadi anak asuh kita?" Tanya Nina yang sudah sampai di ruang utama pondok.
Erika yang melihat perempuan berbadan gempal dan mengenakan daster itu tersenyum sangat senang. Ia masih ingat perempuan itu adalah ibu dari kedua anak yang waktu itu membujuknya supaya mau dibelikan barang-barang kebutuhannya.
Nina mengelusi ujung kepala Erika. Erika sangat senang diperlakukan seperti itu.
"Iya, ma. Namanya Erika. Mulai hari ini Erika akan tinggal di sini bersama kita." Ucap Don sambil mengelusi bahu Erika.
"Dan ini." Don memperkenalkan kedua anak kecil yang baru saja datang. "Yang perempuan namanya Putri, dan yang laki-laki namanya Putra."
"Putri, putra. Perkenalkan, nama gadis ini adalah Erika." Ucap Don yang memperkenalkan Erika ke kedua anak kandungnya itu.
"Halo Erika, aku putri." Ucap Putri sambil menjabat tangan Erika.
"Aku Erika." Ucap Erika sambil tersenyum manis.
"Dan aku Putra. Aku kakaknya putri." Kini putra menjabat tangan Erika.
"Aku Erika." Ucap Erika sambil membalas jabatan tangan putra.
"Nah, Erika. Mulai hari ini kamu tidur satu kamar dengan Putri. Putri, kamu tidak masalah kan berbagi kamar dengan Erika?" Ucap Don sambil memandangi Putri yang kini berdiri dekat dengan Erika.
"Tentu saja tidak masalah, pa." Ucap Putri riang. "Ayo Erika. Bawa barang bawaanmu. Biar aku tunjukkan kamar kita." Ucap Putri dengan penuh semangat. Erika pun mengangguk dengan semangat juga.
Setelah Erika membawa sebuah koper kecil yang berisi barang-barang miliknya, Putri sambil menggenggam tangan Erika, kedua gadis kecil yang terlihat mulai akrab itu pergi meninggalkan ruang tengah.
"Oh iya, Putra. Papa tadi ada bawakan barang pesanan kamu sama putri. Nanti kamu kasih barangnya putri, ya. Sekalian bilang ke Erika setelah selesai menata barang papa mau mengantarkan Erika ke sekolah barunya. Karena mulai besok dia akan sekolah kembali." Ucap Don sambil memberikan sebuah kantung belanjaan kepada Putra.
"Iya, pa." Jawab putra patuh. Lantas anak laki-laki kecil itu juga pergi meninggalkan ruangan tengah.
"Dan untuk mama." Don kembali memamerkan senyum tengilnya. Nina yang melihat ekspresi wajah suaminya itu yang tadinya rindu kini berubah menjadi jengah. "Papa sudah menyiapkan sesuatu buat mama. Itu ada di halaman semua, ya ma. Tolong diurus." Don mengembangkan senyum tengilnya bahkan gigi-giginya sampai ditonjolkan.
Nina melihat ke arah halaman. Ia melihat banyak sekali tanaman bunga Daisy beraneka jenis yang siap untuk ditanam. Lantas Nina kembali menoleh Don dengan tatapan memelas. Dan Ari pun tersenyum penuh arti melihat ekspresi wajah istri tercinta dari temannya itu.
"Kamu saja yang urus!" Ucap Nina ketus.
"Jangan sayang." Lantas Don memeluk tubuh gempal istrinya dari belakang. "kamu kan lebih pandai soal tanaman daripada aku. Lagipula siapa yang dulu bilang senang dengan bunga Daisy, huh?" Don lalu mencium ujung kepala Nina.
"Tapi kan gak perlu sebanyak ini juga, Don." Nina melepaskan pelukan suaminya itu. Lalu perempuan itu bergegas ke halaman.
Di halaman itu sudah banyak sekali tanaman-tanaman jenis bunga Daisy yang harus segera ditanam. Namun dari semua jenis bunga-bunga satu jenis itu. Ia justru terpaku kepada salah satu bunga yang bukan dari keluarga Daisy.
"Lho. Ini kan bunga lili, Don?" Ucap Nina sambil menyerahkan tanaman bunga lili hujan milik Erika ke Don.
"Oh, iya. Termasuk yang itu, sayang. Itu punya Erika. Kamu rawat juga, ya. Soalnya Erika suka sama bunga itu." Don lagi-lagi memeluk Nina dari belakang. "biar Erika nya makin senang dan nyaman tinggal di sini." Bisik Don.
"Oke. Untuk Erika." Nina tersenyum manis sambil terus memandangi tanaman bunga lili yang termasuk keluarga bawangan itu. Lantas lagi-lagi Nina melepaskan diri dari pelukan Don dan mulai melakukan aktivitas berkebun.
"Jadi Erika mulai besok bersekolah kembali?" Tanya Ari. Setelah Don selesai melakukan adegan romantis semi menyebalkan kepada Nina.
"Iya, tentu saja. Erika memang harus mendapatkan pendidikan terbaik sedini mungkin." Jawab Don dengan senang.
"Lalu bagaimana dengan biayanya?" Tanya Ari.
"Tenang saja. Sekolah yang dikelola di desa ini sekolah gratis. Jadi para orang tua murid tidak dikenakan biaya sedikitpun. Dan di sekolah ini juga tidak ada seragam. Jadi Erika bebas bersekolah. Dan untuk biaya operasional sekolah, nampaknya mulai hari ini aku akan menggunakan dividen dari saham perusahaan yang diakuisisi oleh perusahaan Dena itu." Jawab Don mantap, sudah sangat jelas pria itu sudah merencanakan ini setelah mendapatkan saham dari perusahaan tersebut.
"Jadi kamu tidak memanfaatkan keuntungan dari saham itu untuk kehidupan bermewah-mewahan? Justru kamu malah mengalokasikan kepada pendidikan di desa ini?" Tanya Ari. Ari semakin bangga dengan Don.
"Tentu saja. Untuk apa aku hidup bermewah-mewahan? Lebih baik uang itu untuk pembangunan pendidikan di desa ini." Jawab Don dengan senyum mantap. "sudah, kita masuk ke dalam. Atau kamu mau langsung pulang saja?"
"Aku langsung pulang saja. Setidaknya Erika sudah sampai di sini dengan aman." Jawab Ari sambil memainkan kunci mobilnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...