Ceramah

2 0 0
                                    

Rio dan Dea melihat Rani langsung berlari ke arah pintu kamar flatnya ketika Rino membukakan pintu masuk flat. Namun ketika perempuan yang wajahnya tengah dipenuhi rasa ketakutan itu mencoba membukanya, ternyata pintunya terkunci.

Rino melihat kelakuan Rani dengan wajah yang penuh penyesalan, sedangkan Dea dan Rio melihat adegan itu dengan penuh tanda tanya. Tubuh Rani membungkuk ketika menyadari kalau sebenarnya ia sudah menyerahkan kunci kamar flat itu ke resepsionis. Sedangkan kini Rani masih mencondongkan tubuhnya ke arah pintu kamarnya itu.

Rino lalu berjalan menghampiri Rio dan Dea yang kini tengah berada di area dapur itu.

"Rani kenapa? Kok dia takut sama kamu?" Tanya Dea.

"Aku tadi memaksanya pulang ke flat ini. Tadi dia tersinggung dengan hadiah ulangtahun dariku dan Dara." Jawab Rino.

"Lho? Kenapa kamu paksa dia pulang? Memangnya tadi dia kabur ke tempat yang berbahaya?" Pertanyaan Rio dijawab gelengan lesu oleh Rino.

"Dia gak pergi ke tempat seperti itu. Dia tadi sebenarnya pergi ke tempatnya Lion. Seharusnya tadi aku sadar diri kalau Rani itu istrinya Lion. Tapi entah mengapa aku sangat cemburu ketika melihat perlakuan Lion ke Rani. Makanya aku sampai berbuat kasar ke dia dan memaksa dia untuk pulang."

Lantas Rino pun menceritakan apa yang terjadi pada saat di apartemen Lion. lantas cerita yang dikisahkan oleh pria yang sedari tadi tertunduk lesu itu membuat sepasang kekasih itu geleng-geleng kepala.

"Lain kali kamu jangan berbuat seperti itu, Rino." Ucap Dea setelah menghembuskan nafas. "Kamu, kan tahu keadaan Rani sudah tidak senormal dulu, walaupun dia kejiwaannya sudah mulai membaik."

"Iya, Dea. Maaf. Aku berusaha supaya tidak berbuat seperti itu lagi. Oh, iya. Nanti kamu tolong obati luka Rani, ya. Sepertinya dia masih sangat takut sama aku."

"Iya." Jawab Dea singkat, lalu perempuan berambut kuncir kuda itu pergi meninggalkan dapur dan menghampiri Rani setelah mengambil obat P3K.

Kini Rio dan Rino berdiri berdua saja di dapur itu, Rio sesaat melihat adegan Dea yang mendudukan Rani di atas sofa dan mengobati luka Rani. Walaupun Rani terlihat agak kesakitan saat tengah diobati, namun perempuan itu berusaha bersabar.

"Rino. Ada yang ingin kubicarakan berdua saja sama kamu. Ayo kita ke kafe dekat sini saja, sekalian ambil kunci flat Rani." Lantas Rio dan Rino pun pergi meninggalkan flat itu.

---

"Rani, kata Rino tangan kamu ada yang terluka, ya? Sini, ya aku obati." Ucap Dea yang lemah lembut, membujuk Rani yang saat ini wajahnya tengah pucat pasi dan panik juga penuh ketakutan.

Dengan lembutnya Dea memapah kedua bahu Rani, dan ia mengantarkan perempuan itu di atas sofa. Lantas ketika mereka berdua sudah duduk, Dea mengambil kapas muka dan ditetesi oleh alkohol.

Dea melihat salah satu pergelangan tangan Rani yang terdapat guratan berwarna merah itu, dengan pelan-pelan Dea mengobati luka itu, sedangkan Rani yang sebenarnya awalnya merasa kesakitan ketika luka itu disentuh oleh Dea, namun sensasi dingin dari alkohol itu membuat luka Rani tidak lagi terasa begitu sakit.

Rani begitu anteng ketika Dea tengah mengobati dirinya sehingga Dea tidak merasa kesulitan mengobati Rani. Hingga beberapa saat kemudian Dea pun selesai mengobati Rani. Dan ia membereskan peralatan obat tersebut.

Beberapa waktu berlalu setelah selesai mengobati Rani. Rani hanya tertunduk dengan penuh kegamangan. Sedangkan Dea yang melihat Rani sama sekali bingung mau melakukan apa. Sebenarnya Dara ingin kembali mengusili Rani seperti biasa, namun melihat keadaan perempuan di sebelahnya saat ini, Dea mengurungkan niatnya karena benar-benar merasa tidak tega.

Hingga pada akhirnya Rio pun datang ke flat, sendirian. Tanpa Rino.

"Dea." Ucap Rio setelah pria itu menghampiri sofa yang tengah diduduki oleh Dea dan Rani. "Malam ini Rani tidur di kamarmu, ya."

"Lho. Memangnya kunci kamar flat Rani gak kalian ambil?" Tanya Dea yang menolehkan kepalanya ke belakang. Ke arah Rio.

"Rino mengurungkan niatnya itu. Dia berpikir untuk sebaiknya besok dirinya dan Rani pindah saja ke apartemen milik Rino."

Lantas Rio dan Dea pun melihat ke arah Rani untuk melihat ekspresi wajah perempuan itu. Namun Rani ternyata hanya diam membisu.

---

"Rino. Kamu beneran melakukan hal itu ke Lion dan Rani?" Tanya Rio yang kini duduk di hadapan Rino. Di sebuah kafe. Pria itu mencoba untuk tetap santai, walaupun sebenarnya ia sama sekali tidak menyangka kalau pria dihadapannya itu ternyata bisa sampai melakukan hal seperti itu.

"Ya gimana? Aku cemburu, Rio." Ucap Rino setelah menyesap secangkir kopi panasnya.

"Seharusnya kamu sadar diri, Rino. Apalagi Rani terlihat begitu nyaman dengan kehadiran Lion. Kamu seharusnya tidak boleh melakukan tindakan kekerasan kepada Rani. Apalagi keadaan Rani yang seperti itu, karena trauma yang telah kamu dan Dena perbuat." Rio mulai menceramahi Rino.

Rino hanya terdiam, ia tahu ia salah, maka dari itu ia terima saja ceramah dari Rio.

"Asal kamu tahu, Rino. Sebelum akhirnya Rani menyerahkan dirinya kepada Lion, dan dunia belenggu. Ia sesungguhnya sangat menantikan dirimu. Ia sangat merindukanmu. Ia sangat menginginkan kamu supaya lebih memilih dirinya daripada Dena. Dan ia juga sangat berharap kamu seterusnya selalu berada di sisinya dan menjadi miliknya. Tapi kamu justru menyia-nyiakan dia. Wajar kalau kamu memang tidak tahu impian Rani sebelumnya, karena memang Rani tidak pernah menceritakan itu. Tapi, seharusnya kamu tidak boleh kembali melawan Rani secara kasar, ketika kamu dan Dara telah berhasil mengabulkan impian Rani. Walaupun sebenarnya sudah sangat terlambat."

Rino lagi-lagi hanya bisa menundukkan kepalanya. Ia sama sekali tidak tahu mau berkata apa atas ceramah dari Rio.

"Jadi gimana keputusanmu? Apa kamu masih ingin berbuat tega sehingga membuat keadaan psikologis Rani semakin terganggu? Atau kamu tetap mau menjalankan ini apa adanya? Dan bagaimana dengan karir Rani? Apakah kamu akan tetap memaksanya untuk Rani memulai karirnya di bidang yang awalnya diinginkannya? Atau kamu membiarkan Rani menyia-nyiakan kesempatan emas itu?"

"Tidak Rio. Aku bertekad untuk tidak lagi menyakiti Rani. Apapun yang terjadi. Walaupun harus dengan memaksa, aku akan membuat Rani menjalankan karirnya yang dulunya adalah impiannya." Rino kini berani menghadapkan wajahnya ke arah Rio.

"Dan aku sadari. Ternyata memang begitu keinginan Rani sebelum ia akhirnya menyerahkan dirinya ke dunia belenggu. Ternyata dia dulunya memang benar-benar sangat menginginkanku, namun bodohnya aku justru mengabaikannya dan memilih Dena." Lantas Rino pun menyunggingkan senyumnya ke Rio. "Mulai besok, aku akan meluangkan lebih banyak waktu untuk Rani. Aku akan tinggal berdua saja bersama Rani di unit apartemen milikku."

"Baguslah, Rino. Tapi sebelumnya, lebih baik kamu kembali ke apartemen Lion dulu. Kamu harus meminta maaf ke Lion atas kekacauan yang telah kamu perbuat tadi siang."

"Iya." Lalu Rino dan Rio pun beranjak dari tempat mereka dan pergi meninggalkan kafe itu.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang