Petang sudah muncul ketika Rani sudah menyelesaikan pekerjaannya. Suasana yang tidak begitu hening karena para staff sudah berhamburan keluar dari gedung tempat bekerjanya masing-masing, ditambah warna oranye yang menghiasi langit di kala itu.
Di ujung tempat mereka semua selesai mengabsen dan berhamburan keluar untuk pulang ke peraduannya masing-masing, Rani yang saat itu sudah merangkul jas lab dan tasnya itu melihat sebuah mobil hitam yang sudah pasti itu milik Rino.
Rino berdiri di depan mobil hitam itu sambil tersenyum manis melihat Rani, ia sama sekali mengabaikan perhatian para staff lainnya yang melihat dirinya dengan penuh penasaran sambil berjalan melalui dirinya, kadang terdengar, mereka membicarakan tempat kerja Rino yang memang terlihat dari seragam dosennya.
"Itu dosen di kampusnya Dara, ya?" Tanya seorang staff perempuan ke temannya.
"Iya, tidak salah lagi. Hanya Kampusnya Dara yang mempunyai seragam dosen seperti itu." Jawab temannya itu.
"Atau jangan-jangan dia itu sebenarnya temannya Dara, lagi. Setahuku Dara dari dulu memang bergaul dengan orang-orang sepintar dirinya." Ucap staff perempuan itu lagi menyebarkan rumor.
"Wah, kalau benar, berarti orang itu hebat juga, ya." Lantas kedua perempuan yang bergosip itu semakin berjalan jauh meninggalkan Rino dan mobilnya.
Langkah Rani semakin lama semakin dekat hingga akhirnya perempuan gempal yang terlihat agak letih itu kini sudah berdiri di depan Rino. Lantas Rino pun membukakan pintu samping pengemudi untuk Rani masuk. Setelah perempuan kesayangannya itu sudah duduk dan dipasangkan seat belt, Rino pun menutup pintu penumpang itu dan berjalan menuju pintu pengemudi.
Hingga pada akhirnya Rino yang sudah berada di bangku pengemudi itu menutup pintunya, dan menyalakan mesin mobil. Sesaat kemudian mobil itu pun melaju pelan meninggalkan area penelitian tempat Rani berkarir itu.
---
Di sepanjang jalan itu, Rino melihat jalanan ramai di jalan raya. Ia melihat beberapa kali toko 24 jam mereka lewati selama di dalam mobil yang sedang melaju tidak terlalu kencang itu.
Suasana jalanan padat merayap, karena saat ini memang sudah memasuki jam pulang kantor. Rino ingin sekali merayakan keberhasilan Rani dalam berkarir nya ini. Ia sudah lama sekali tidak membelikan Rani es krim favorit perempuan gempal di sebelahnya ini. Ia masih ingat, terakhir kali ia membelikan es krim itu saat merayakan keberhasilan dan ketekunan Rani saat Rani berada di kelas 2 SMA.
Dan itu sudah sangat lama.
"Rani, kamu tidak mau meminta sesuatu kepadaku? Untuk merayakan karirmu itu?" Ucap Rino yang masih memegang stir mobilnya.
"Aku hanya mau tidur. Bangunkan aku kalau sudah sampai saja." Jawab Rani, lalu perempuan itu memejamkan matanya. Rino pun tersenyum sendu. Sampai saat ini bahkan Rani masih bersikap dingin padanya.
Akhirnya mobil itu melewati toko 24 jam yang kesekian. Rino yang memang sudah berencana untuk pindah ke apartemen itu memutuskan untuk mampir sebentar ke flat untuk mengambil barang-barang miliknya dan koper Rani.
Saat di parkiran Flat, Rino memerhatikan Rani yang masih tertidur pulas. Ia sebenarnya tidak tega membangunkan Rani yang saat ini tengah beristirahat, apalagi pekerjaan Rani sebagai seorang peneliti itu sepertinya terlalu menguras otaknya.
Namun, Rani tidak baik ditinggalkan sendirian di dalam mobil, dengan keadaan pengap karena tidak ada sirkulasi udara. Dan akhirnya Rino pun melepaskan seat belt Rani, dan membangunkan perempuan itu.
"Rani, bangun. Kita sudah sampai di flat. Kita mampir dulu sebentar ke sini, ya." Ucap Rino dengan suara lembut dan rendahnya di telinga Rani.
Rani pun mengulet pelan tubuhnya saat sudah dibangunkan Rino. Sebenarnya ia merasa sangat nyaman dengan suara Rino yang dibuat seksi dan menenangkan itu ketika membangunkannya, namun ia sebenarnya tadi memang sudah minta dibangunkan saat sudah sampai. Dan ia harus menepati itu.
Rani pun mengumpulkan nyawanya ketika Rino keluar dari mobil dan hendak membukakan pintu untuk Rani. Ketika Rino sudah sampai di pintu samping pengemudi itu dan membukanya, Rani masih terlihat bengong sambil tetap memeluk jas lab dan tasnya.
"Nanti kamu lanjutin tidur lagi, ya. Sekarang kita harus ke flat untuk ambil barang-barang kita." Ucap Rino kepada Rani.
Rani pun menuruti perkataan Rino. Rino mengulurkan tangan untuk membantu Rani yang masih dalam keadaan mengantuk itu keluar dari mobil, setelah itu pria itu pun menutup pintu mobil dan mengunci otomatis mobil tersebut. Setelah itu mereka berdua pergi meninggalkan parkiran mobil itu menuju kamar flat.
---
Selagi menunggu Rino yang sedang packing, dan mengosongkan kamar flatnya itu, yang dibantu dengan Rio, Rani yang kini sudah dalam keadaan sadar sepenuhnya duduk di salah satu kursi meja makan sambil memegangi cangkir teh manis hangat yang disediakan Dea untuknya.
Uap dan suhu panas yang terdapat di bagian cangkir teh manis hangat yang sedari tadi digenggamnya itu menghangatkan tubuhnya. Sesekali Rani menyesap teh manis hangat beraroma melati itu, sedangkan Dea terus memandangi aktivitas Rani yang kini duduk di depannya.
"Bagaimana kabarmu hari ini, Rani?" Tanya Dea membuka obrolan.
"Aku capek, Dea. Sebenarnya mau tidur." Jawab Rani.
"Kamu tunggu sebentar, ya Rani. Sebentar lagi pasti Rino sudah selesai packing, jadi kamu bisa melanjutkan tidurmu." Ucap Dea lalu Rani pun mengangguk. Sekali lagi Rani menyesap teh manis hangatnya.
"Ngomong-ngomong, bagaimana hari pertamamu kerja di lembaga penelitian itu? Ada yang susah?" Tanya Dea setelah beberapa saat mencari topik pembicaraan.
"Tidak ada yang susah. Paling yang bikin capek karena pekerjaanku terlalu menguras otak. Tidak lebih. Sedangkan kalau soal kegiatan job desk ku, sebenarnya itu sudah sering aku lakukan selama aku menjadi asisten penelitiannya Dara." Dea mengangguk mengerti mendengar pernyataan Rani.
Beberapa saat pun berlalu, Rani dan Dea berbicara berbagai macam hal selagi Rino dan Rio sedang mengosongkan kamar Rino. Hingga beberapa waktu pun berlalu, Rino sudah selesai dengan urusannya, sedangkan barang-barang yang dibawa ke apartemen Rino semuanya sudah berada di dalam bagasi mobil Rino.
"Kami berdua pergi dulu, ya. Selamat berduaan di kamar flat ini." Ucap Rino yang kini berdiri di samping Rani, mereka berdua kini berada di depan pintu flat menghadap Rio yang saat ini merangkul Dea.
"Kalian berdua juga semoga akur-akur saja di apartemenmu, No. Jangan bikin Rani nangis lagi. Kalau nggak justru kamu, lho yang menyesal lagi." Canda Dea, lantas mereka bertiga pun tertawa lepas, sedangkan Rani hanya terdiam tanpa berekspresi.
"Iya. Kupegang saranmu itu, De. Omong-omong, kalau kalian kangen kami, kalian bisa mampir ke apartemen ku, ya." Ucap Rino. Lalu mereka pun berpisah dengan menutupnya pintu flat itu.
---
Beberapa saat kemudian Rino dan Rani kini sudah sampai di pintu apartemen Rino.
Rino mempersilahkan Rani untuk masuk ke dalam unit apartemen yang segala kebutuhan interiornya itu sudah sangat lengkap itu. Sedangkan Rino yang memegang troli berisi barang-barang keperluan Rino dan Rani itu menyusul dari belakang.
Rani yang sudah sangat letih itu langsung mengambil kopernya dan mengambil satu stel pakaiannya itu dari dalam kopernya. Rani terlihat seperti tidak menganggap Rino ada. Namun Rino sama sekali berusaha untuk tidak tersinggung.
Bahkan tanpa mengucapkan kata apapun, Rani yang sudah selesai mandi itu langsung bergegas ke salah satu kamar kosong di apartemen itu, dan menutup pintu kamar itu dari dalam.
Melihat Rani yang selalu bersikap dingin padanya, Rino sama sekali tidak marah. Karena ia tahu, butuh waktu untuk membuat Rani melihatnya dan mengakui keberadaannya lagi.
Lantas, Rino yang berusaha melupakan kegundahan hatinya itu langsung mengambil tas kerjanya, dan mengeluarkan beberapa lembaran tugas yang tadi sore dikumpulkan oleh para mahasiswa nya itu, dan ia menghabiskan malam dengan mengecek lembaran-lembaran kertas itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomansBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...