"Dena. Di sana ada Ari?" Tanya suara Don yang terdengar melalui speaker laptop yang kini berada di ruangan Dena.
"Ada... Ada!" Dena yang berusaha meredakan tangisnya itu menoleh ke arah pria yang berdiri di sebelahnya.
"Kenapa, Don?" Sahut Ari.
Di layar laptop yang sudah terhubung dengan alat pelacak dan kamera yang dipasangkan ke retina mata Don itu, di sana terlihat sebuah pintu masuk menuju suatu ruangan. Dan pemandangan yang terekam itu berputar ke arah sekitarnya. Ternyata ruangan itu terlihat seperti sebuah rumah pada umumnya. Dan di sana tidak ada seorangpun.
"Masih aman.." suara Don bergumam.
"Ari. Bagaimana? Apa kamu sudah mendapatkan informasi tentang keluarga sopir itu?"
"Sudah, Don." Lantas Ari pun di layarnya yang terpisah memeriksa berkas-berkas dan penemuan dari beberapa informannya.
"Don. Di sini ternyata keluarga sopir itu tidak baik-baik saja. Istrinya meninggal karena telah menjadi korban KDRT yang dilakukan oleh suaminya. Sedangkan sopir itu juga sering membawa wanita malam untuk bercumbu di rumahnya dan ia juga suka mabuk-mabukan. Anaknya yang juga menjadi korban KDRT, menjadi pelampiasan kekesalan ayahnya saat mabuk, dan untuk urusan biaya sekolahnya sengaja tidak dibayarkan. Jadinya anak itu dikeluarkan dari sekolah." Lapor Ari.
"Lalu anak itu masih tinggal serumah dengan ayahnya?" Tanya Don.
"Tidak, Don. Setelah mendapatkan surat tunggakan itu yang kemarin kamu rekam, anak itu diusir dari rumah karena dianggap bikin malu. Dan akhirnya anak itu kini tinggal di jalanan." Jawab Ari.
Suasana hening menyelimuti ruangan Dena. Dena tatapannya kosong tidak memikirkan apapun. Sedangkan Ari, ia menunggu keputusan Don.
Don yang kini tengah berada di rumah target itu juga sebenarnya agak tercengang mendengar nasib naas yang menimpa anak sopir itu. Berita anak itu yang berakhir menjadi anak jalanan membuatnya teringat akan masa kecilnya yang begitu kelam dan gelap sebagai seorang anak jalanan juga.
"Aku boleh minta sesuatu? Dena? Ari?" Tanya Don setelah terdiam beberapa saat.
"Apa itu?" Tanya Ari lagi.
"Aku minta supaya anak itu ditemukan. Seandainya ia masih hidup, tolong supaya orangmu asuh dulu, selama satu Minggu ini. Setelah misi ini selesai, aku ingin membawanya ke desa."
"Baik, Don."
"Oh iya. Berhubung tadi aku sudah merekam isi surat tagihan yang tadi, tolong diberikan juga kepada Rino. Supaya dicek sama dia." Pinta Don lagi.
Lantas setelah permintaan itu, video rekaman itu berputar lagi menyeluruh, dan di sana terlihat sopir itu baru sampai di ruang tamu.
"Sudah, semua. Dan Dena, sekali lagi kamu jangan kuatir." Tutup Don.
Lantas Don pun berhenti berbicara. Layar itu kini berjalan mengarah menyusuri tangga dan menghampiri pria yang baru datang itu.
Dan Ari yang sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya langsung menutup layar laptop itu.
---
Tangan Don mengepal erat mendengar laporan dari Ari.
Awalnya ia hanya berpikir bagaimana caranya supaya malam ini ia bisa masuk ke dalam kamar milik bos penipu itu. Ditambah lagi apabila kecurigaannya benar kalau di ruangan itu semua rahasia perusahaan ada di dalamnya, bisa-bisa ini menjadi harta Karun baginya.
Namun, mendengar laporan dari pria yang selama ini membantunya menjalankan misi ini, Don sama sekali tidak bisa tinggal diam.
Ia sebenarnya juga tahu kalau sopir itu memang sangat mesum, terlihat ketika dirinya memberikan leluasa untuk sopir itu menyiksa selangkangannya.
Namun, ketika ia tahu kalau sopir itu bahkan telah menyiksa sampai mati mantan istrinya itu, membawa para perempuan malam ke rumahnya di tiap malam untuk ditidurinya padahal di rumah itu ada anaknya. Bahkan anaknya sampai menjadi korban pelampiasan kekesalan sopir itu di kala mabuk melanda, bahkan sampai menelantarkan pendidikan anaknya sendiri...
Don sama sekali tidak kuasa memikirkan itu. Seharusnya anak itu mendapatkan pendidikan yang layak dan mendapatkan keluarga yang harmonis.
Don terdiam berdiri beberapa saat di depan pintu itu. Dan lamunannya langsung buyar ketika ia mendengar suara langkah kaki memasuki area ruang tamu.
Ketika ia menoleh ke arah ruang tamu, ia Don melihat sopir itu telah sampai. Lantas kepalan tangan Don pun melemah, dan pikirannya yang cepat membuatnya berpikir bagiamana caranya supaya pria itu enyah dengan bermodalkan selangkangannya saja.
Don melihat sopir itu tersenyum mesum ketika melihat dirinya tengah berjalan menuruni tangga. Don lalu juga sengaja berjalan ke arah sopir itu sambil membuat penisnya yang tidak tertutupi itu dan berukuran besar berayun-ayun mengikuti langkah Don yang dibuat sesensual mungkin.
Lantas, Don pun kini berdiri di hadapan sopir itu yang kini masih berdiri di depan pintu masuk itu. Dan mulai memegang tangan sopir itu untuk mengarahkan ke selangkangannya.
"Selangkangan ini, merindukan tanganmu." Ucap Don sambil menggosokkan tangan sopir itu ke selangkangannya.
"Dan puting ini." Don pun mendorong kepala sopir itu supaya mulut pria itu menempel di ujung dadanya. "ia sudah meronta-ronta ingin kembali disiksa dengan gigimu yang kasar itu."
Mendapatkan sambutan yang sangat menggoda iman itu, tentu saja sopir itu langsung menarik penis Don supaya masuk ke dalam ruangan tamu itu. Don yang melihat ke arah halaman itu melihat sang bos yang juga baru datang.
"Bagus. Lebih cepat dari yang kupikirkan." Ucap Don dalam hati.
"Ah!" Rintih Don ketika ia merasakan penisnya tengah ditarik paksa oleh sopir itu. Ia lantas sambil menahan rasa sakit mengikuti langkah sopir itu yang sedari tadi menggenggam kasar penisnya.
Setelah sampai di bagian tengah ruang tamu, sopir itu kembali menghadapkan tubuhnya ke arah Don. Tangan pria itu yang tadi menarik penis Don kini kembali secara kasar menggosokkannya ke area pangkal paha Don.
"Ah... Ssshhh..." rintih Don Ketika dua buah jemari sopir itu kini tengah asik mengorek-ngorek lubang anus Don. Don kini tengah memeluk tubuh sopir itu sedangkan kepala sopir itu kini asik menggigiti kasar puting Don.
Bahkan rintihan Don kini semakin menjadi ketika salah satu tangan sopir itu yang lainnya kini tengah asik memelintir kasar puting Don yang satu lagi.
Selagi matanya sayu dan sopir itu semakin gencar menikmati melecehkan tubuh pria yang tengah telanjang bulat itu, Don melihat bos yang berdiri di pintu masuk itu menatap geram apa yang tengah mereka berdua lakukan.
Lalu Don yang melihat tatapan penuh emosi itu kini kembali menutup matanya seolah-olah ia tengah menikmati pelecehan seksual yang diterimanya itu.
Derap langkah kaki yang terhentak itu terdengar sangat jelas oleh Don yang tengah berpura-pura menikmati pelecehan itu. Sedangkan sopir itu kini semakin brutal menyiksa tubuhnya.
"Selangkangan ini milikku! Kamu tidak boleh menikmatinya lagi!" Bentak bos itu sambil menarik paksa lengan Don.
"Hah! Bos macam apa kamu? Dasar egois! Jelas-jelas selangkangan itu duluan yang menggodaku! Bilang saja kamu iri karena aku mendapatkan keistimewaan lebih!" Sindir sopir itu.
"Apa kamu bilang! Aku iri sama kamu?" Bos itu menatap remeh sang sopir.
"Ya! Kamu iri karena kamu duluan yang memaksa selangkangan itu untuk menjadi objek pemuas nafsumu! Tidak seperti aku yang selalu ditawari." Lantas sopir itu kini menyentuh dan menggosokkannya lagi tangannya ke area pangkal paha Don.
"Jangan... Lepaskan.... Aaahhhh..." Don kini menahan tangan pria itu supaya tetap berada di selangkangannya. Bahkan Don juga menggosokkan tangan sopir itu di selangkangannya.
"Lihat, kan? Dia duluan yang meminta." Sopir itu tersenyum penuh kemenangan kepada sang bos itu.
Bos itu sudah tidak mampu menahan emosinya. Lantas dengan cepat ia mengeluarkan pistol yang sedari tadi disembunyikan, dan langsung menembak kepala sopir itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...