Dikuntit

3 0 0
                                    

Sebelumnya

Dena mengerutkan dahi ketika ia mendapatkan pesan dari salah satu investornya. Alasannya, ia saat itu sama sekali tidak ada keperluan dengan pria yang baru saja mengiriminya sebuah pesan.

Ekspresi wajah Dena yang tadinya penasaran berubah menjadi ketakutan. Ketika ia membaca pesan tersebut.

"Halo sayang. Semalam aku telah memimpikan bercumbu dengan tubuh indahmu. Apakah kamu mau menjadi penghangat ranjang ku?" Tulis pesan itu.

Dena buru-buru menutup pesan itu. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi, sedangkan Rino saat itu sedang tidak ada disampingnya.

Beberapa saat kemudian, sebuah pesan dari orang yang sama itu muncul lagi di notifikasi Dena. Perempuan itu dengan takut-takut kembali membaca pesan itu. Kali ini pesan tersebut berhasil membuat degup jantungnya semakin memburu.

"Kamu terlihat semakin seksi dengan blazer hitam itu. Rambut yang dikuncir kuda memperlihatkan lekuk lehermu yang indah. Ingin sekali aku mencumbu bagian tubuhmu yang kamu pamerkan itu." Tulis pesan itu.

Dena terburu-buru langsung mematikan layar ponselnya dan menaruhnya ke dalam tas. Ia yang baru saja keluar dari cafe seusai makan siang bersama Santi itu langsung memerhatikan ke arah sekitarnya. Di sana, ia melihat seorang berpakaian hitam dan tertutup tengah memerhatikannya dengan seringai yang tajam. Seolah-olah ingin menyantap tubuhnya.

"Santi. Ayo kita pergi dari sini." Dena yang sudah sangat ketakutan itu menarik lengan asistennya supaya cepat-cepat bergegas ke arah mobilnya.

---

"Dena, kamu kenapa? Kok kamu terlihat begitu ketakutan?" Tanya Santi ketika mereka berdua sudah berada di dalam mobil.

Dena sama sekali tidak menyahut pertanyaan Santi. Santi memaklumi keadaan Dena yang terlihat begitu ketakutan. Wajah pucat pasi Dena sama sekali tidak dapat ditutupi walaupun bosnya itu wajahnya sudah dihiasi oleh make up.

Sesekali Dena menatap ke arah jendela. Ia masih melihat pria itu kini masih berdiri di tempatnya. Tatapan seolah-olah menelanjangi dirinya itu semakin membuatnya ketakutan. Dena langsung menggigit jarinya, dan memeluk tubuhnya sendiri.

Lalu suara Handphone Dena kembali berbunyi. Lagi-lagi pesan itu masuk.

"Kamu jangan pergi dulu, sayang. Biar aku lebih lama lagi menikmati pemandangan tubuh indahmu."

Buru-buru Dena kembali lagi memasukkan handphonenya ke dalam tas. Ia lalu tanpa sadar menangis ketakutan.

"Aku tidak akan menyalakan mesin mobil ini sebelum kamu berbicara, Dena. Kamu kenapa?" Tanya Santi dengan tegas, walaupun ia sebenarnya tidak tega melihat ekspresi ketakutan wajah temannya itu.

"Aku dikuntit, Santi." Ucap Dena setelah berhasil menenangkan dirinya. "orang itu bahkan ada di sini sedari tadi. Bawa aku pergi dari sini, Santi. Kumohon."

Santi yang mendengarkan perkataan Dena langsung ikut merasakan ketakutan. Ia lalu tanpa ragu-ragu langsung pergi meninggalkan cafe itu menuju mansion bos mafia karena mereka memang ada perlu di sana.

---

"Dena, Santi. Kalian datang lebih awal dari perjanjian kita." Ucap bos mafia itu ketika Dena dan Santi telah sampai di ruangan kerja milik orang nomor satu di dunia bawah tanah di kota tersebut.

"Tidak apa-apa, bukan pak? Jadi urusan kita bisa lebih cepat selesai diselesaikan?" Ucap Dena sambil menjabat tangan bos mafia itu dan Ari. Sedangkan Santi juga melakukan salam pertemuan itu secara formal.

"Iya, kamu memang benar." Jawab bos mafia itu. Padahal ia dan Ari sudah melihat dengan sangat jelas ada sesuatu ketakutan yang berusaha ditutupi oleh Dena.

Santi yang melihat ekspresi wajah Ari dan Bos mafia itu langsung mengetahui kalau kedua orang paling berkuasa di dunia bawah tanah itu telah mengetahui keadaan Dena. Namun, Santi berusaha bersikap biasa saja, dan juga ketiga orang di ruangan tersebut.

Walaupun Dena berusaha bersikap normal, ia pun sesekali melihat ke arah sekeliling ruangan kerja itu. Sesekali ia memeluk tubuhnya seolah-olah takut terjadi apa-apa. Dan tatapannya sedikit ketakutan.

"Dena, tenanglah. Di sini aman." Ucap bos mafia itu setelah melihat gelagat Dena.

"Eh, oh iya, pak maaf. Jadi bisa kita mulai rapatnya?" Tanya Dena yang langsung dijawab anggukan oleh bos mafia.

Ketika obrolan soal bisnis itu tengah berlangsung, Ari yang memang sudah begitu dekat dengan Santi memberikan kode untuk mengajak perempuan itu keluar dari ruangan ayahnya. Santi pun mengerti.

"Pa, aku dan Santi ada urusan sebentar. Jadi bisa kami berdua tinggal sebentar?" Tanya Ari, dan bos mafia itu yang memang sudah mengetahui maksud putranya itu mengangguk.

"Dena, kamu aman di sini, kok. Jangan takut, ya." Ucap Santi sambil mengelus-elus lengan Dena.

"Iya, Santi. Kalau bisa cepat kembali ke sini, ya." Santi pun mengangguk.

---

Santi dan Ari tengah berada di taman belakang. Di sana mereka berdua tengah duduk di bangku taman itu sambil memandangi pemandangan taman yang dihiasi oleh pemandangan langit.

Biasanya, ketika Santi dan Dena sedang berada di mansion, Ari yang sedang melakukan usaha pendekatan ke Santi itu selalu mengajak perempuan pujaannya itu ke tempat ini.

Namun, kali ini, Ari nampaknya sedang tidak begitu tertarik untuk membahas sesuatu dari hati ke hati. Kali ini Ari justru penasaran dengan apa yang terjadi pada rekan bisnis ayahnya itu.

"Dena kenapa?" Tanya Ari yang langsung memulai percakapan.

"Dena dikuntit. Oleh salah satu investornya." Jawab Santi. Namun ekspresi wajah Ari terlihat biasa saja.

"Dikuntit, ya. Berani sekali orang itu bermain-main dengan bisnis papa?" Ari bergumam, sedangkan Santi memang sudah tahu apa yang akan terjadi pada investor yang berani melakukan hal kelewatan itu.

"Kamu akan melakukan sesuatu padanya?" Tanya Santi.

"Dia berani melakukan itu pada rekan bisnis papa, jadi dia harus siap menerima konsekuensinya. Apalagi kalau apa yang dilakukannya dapat mengacaukan bisnis papa." Ari pun menengok ke arah perempuan di sebelahnya. "kamu yang memang sudah tahu kerasnya dunia bawah pasti tahu apa yang akan papa lakukan, bukan?"

Santi yang sedari dulu sudah hidup di bawah garis kemiskinan tentunya tahu betapa kerasnya dunia bawah. Dan ia juga tahu apa konsekuensinya apabila berani menganggu bisnis bos mafia paling berkuasa dan ditakuti di kota ini.

"Lalu bagaimana dengan Dena? Sedangkan keadaannya sedang seperti ini." Tanya Santi.

Pertanyaan Santi membuat Ari tersenyum simpul. Ia sudah menyiapkan sebuah rencana. Rencana yang sangat manis.

"Itu tenang saja. Soal keamanan Dena.  Kalau nanti memang dibutuhkan, aku akan turut campur tangan." Jawab Ari.

"Dibutuhkan?" Ari pun mengangguk mantap ke arah Santi.

"Aku akan melacak terlebih dahulu handphone Dena, barangkali ada bukti yang bisa kutangkap. Tenang saja, aku tidak akan berbuat macam-macam. Aku hanya mengintip." Jawab Ari.

"Setelah itu, setelah aku mendapatkan buktinya, aku akan memperlihatkan ke seseorang. Seseorang yang memang sudah seharusnya selalu melindungi dan menjaga Dena." Lanjutnya.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang