"Kapan pizza-pizza ini keluar dari rektumku? Rasanya roti-roti ini sudah melebur di dalam sini." Tanya Don sambil menggosokkan tangan sopir itu di selangkangannya.
"Ah iya. Nanti saja, selangkangan. Nikmati dulu saja." Ucap sopir itu sambil tatapannya fokus mengemudi. "memangnya kenapa? Seandainya itu bisa membuatmu kenyang, kamu bisa tidak makan sampai besok pagi."
"Makanan ini tidak melalui proses pencernaan di lambungku. Jadi percuma saja kalau aku kenyang. Kalau sudah cukup lama, sudah seharusnya dikeluarkan." Jelas Don.
"Lagipula kamu masih ingin menyiksa bagian dalam lubang anusku, bukan? Apa kamu tidak jijik ketika menyadari tanganmu telah dihiasi oleh kumpulan roti yang sudah melebur itu?" Tanya Don.
"Kamu benar juga. Lalu apa yang harus kulakukan?" Tanya sopir itu setelah mendapatkan penjelasan dari Don.
Don melihat kini mereka tengah berada di jalanan sepi. "Turunkan aku sebentar di sini saja. Dan aku juga minta botol minummu. Di sana masih tersedia air, bukan? Aku ingin membersihkan area dalam lubang anusku sebentar."
"Tapi..."
"Tenang saja. Aku dalam keadaan telanjang bulat, bukan? Aku tidak mungkin bisa kemana-mana." Don kini menggenggam erat tangan sopir itu yang kini masih nyaman diapit oleh selangkangannya.
"Baiklah." Lantas sopir itu menghentikan mobilnya di pinggiran jalan sepi itu. Lalu ia memberikan botol minuman itu kepada Don.
"Terimakasih, kamu baik sekali." Ucap Don sambil menerima botol minuman itu. Lantas wajah sopir itu memerah malu.
Sambil memegang botol minuman itu, Don keluar dari mobil itu dan menuju semak-semak dekat mobil itu untuk membersihkan area pencernaan terakhirnya itu. Sedangkan sopir itu masih wajahnya memerah, ia tidak mau melihat proses pembersihan itu karena merasa jijik melihatnya.
Sopir itu melihat tangan yang sedari tadi menjadi tempat duduk selangkangan Don. Selama perjalanan, tangan itu selalu terhimpit oleh selangkangan Don yang sangat seksi itu. Dan bahkan ini adalah obsesinya selama ini untuk tangannya bisa menyiksa dan menyentuh bagian selangkangan Don. Dan Don kini terlihat sudah ketagihan untuk melecehkan selangkangannya dengan tangannya itu.
"Aku sudah selesai. Kita bisa lanjut jalan." Ucap Don setibanya ia kembali ke dalam mobil. Pria itu setelah memasang seatbeltnya kembali meraih tangan sopir itu untuk digosokkan ke selangkangannya.
"Pak?" Tanya Don lagi membuyarkan lamunan sopir itu.
"Ah iya." Sopir itu tergagap.
"Kita bisa lanjut jalan?" Tanya Don. "Atau aku harus melepaskan tangan ini sebentar untuk tuas perseneling itu?"
"I... Iya, sebentar." Lantas tangan yang sedari tadi terhimpit oleh selangkangan Don itu memainkan tuas perseneling. Dan setelah itu, tangan tersebut Don ambil untuk diletakkan ke dalam selangkangannya.
Don kini kelihatan sangat nyaman dengan tangan sopir itu masih meremasi selangkangannya. Karena rasa nyaman itu, Don pun tertidur kembali. Terkadang tubuhnya menggeliat ketika jari sopir itu mengorek-ngorek prostat pria telanjang bulat itu. Dan ia pun terbangun ketika tangan tersebut lagi-lagi memindahkan gigi. Dan pria itu pun kembali memejamkan mata ketik tangan itu kembali menggosokkan selangkangannya.
Waktu berlalu beberapa saat. Hingga akhirnya mobil itu berhenti di tempat yang dimaksud.
"Hei selangkangan. Bangun. Kita sudah sampai." Ucap sopir itu sambil kini tangan itu mulai meninju area lubang anus Don.
Don yang sedikit merasa kesakitan itu membuka matanya. Ia melihat mobil itu sudah sampai di sebuah rumah yang tidak cukup besar.
Lalu sambil menggeliat, Don kembali menggesekkan tangan sopir tersebut di selangkangannya. Ia terlihat baru saja terbangun dari tidur pulasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...