Kamar itu lumayan luas. Di sana pencahayaannya yang lumayan temaram namun dapat terlihat dengan agak jelas.
"Aaahhh...." Rintih Don pelan ketika pistol yang sedari tadi tertancap di lubang anusnya itu ditarik secara perlahan oleh pria di sampingnya.
Don melihat pria itu menjilati ujung pistol itu sambil menatap mata Don dengan tatapan lapar. Di ujung pistol itu terlihat jelas kilatan cahaya yang berasal dari enzim di rektum Don.
"Nikmat sekali enzimmu, Selangkangan." Ucapnya sambil terus menikmati lendir itu. Don menatapnya dengan tatapan datar. "Pantas saja banyak sekali yang ketagihan dengan lubang anusmu itu."
Don hanya terdiam menyaksikan pria gempal itu menjilati setiap tetes dari lendir itu. Hingga akhirnya pistol itu pun bersih dari cairan yang berasal dari selangkangan Don.
Setelah puas menikmati cairan beraroma pandan itu, pistol itu pun diletakkan di atas sebuah meja. Don melihat meja itu dipenuhi dengan sebuah set komputer yang dicurigainya mempunyai segudang data rahasia perusahaan. Dan di atas meja itu juga terdapat beberapa berkas.
"Saat pria ini pergi, aku harus segera merekam semua itu." Ucap Don dalam hati.
Lamunan Don terganggu ketika sebuah tangan gempal dan kasar itu tiba-tiba menyusup di area selangkangan Don. Don menoleh ke belakang dan melihat bos itu tengah asik menciumi aroma tubuh Don.
Don merasa tidak nyaman ketika tangan itu semakin lama semakin kasar menggosok selangkangannya. Ia lalu memegang tangan pria itu supaya berhenti melakukan aksinya.
"Kenapa? Huh? Kamu masih berharap sopir itu yang menggosokkan tangannya ke area tempat sampah ini?" Tanya pria itu dengan semakin kencang dan cepat menggosokkan tangannya ke selangkangan Don.
Don yang kini selangkangannya terasa panas hanya bisa menjepit tangan itu dengan kedua pahanya. Berharap supaya pria itu menghentikan aksinya. Sedangkan kedua tangan Don yang dilarang menyentuh selangkangannya sendiri pun hanya bisa menahan tubuhnya di atas meja.
"Aaah.... Panas..." Ucap Don sambil menggeliat dan menahan posisinya supaya tetap berdiri.
"Lebarkan kedua kakimu!" Perintah bos itu, Don pun mematuhinya. Dan kini tangan bos itu sudah tidak terjepit lagi.
"Aku akan memperlihatkan kepadamu semua isi di kamar ini. Semua yang ada di kamar ini tentu saja sudah tidak sabar untuk merasakan hangatnya dan menjijikkannya lubang anusmu itu." Lalu bos itu mengangkat tubuh Don melalui selangkangan Don.
Sambil berjalan ke suatu sudut, tangan bos itu tidak berhenti untuk memegangi area pangkal paha Don. Don mau tidak mau harus terbiasa dengan tangan gempal yang kasar itu membuat selangkangannya tidak nyaman.
"Pertama-tama, ini adalah koleksi serangga menjijikan milikku." Pria itu memperlihatkan kepada Don sebuah rak yang berisi beberapa toples serangga-serangga menjijikan itu.
Di toples-toples itu, Don melihat sendiri beberapa hewan yang berukuran besar berada di dalamnya. Ia pernah merasakan kecoak Afrika itu bersarang di dalam lubang anusnya. Dan kini ia melihat beberapa serangga lainnya yang tidak kalah menjjikan itu ada di sana.
Di sana terdapat ulat sutra berukuran raksasa yang apabila disentuh saja sudah terasa geli, lalu ada juga kelabang, kaki seribu, dan beberapa hewan lainnya. Bahkan di sana juga ada cicak dan weta raksasa. Serangga yang terbesar di antara seluruh koleksi pria itu.
"Bayangkan jika binatang-binatang menggelikan itu bersarang di dalam lubang anusmu, Selangkangan. Pasti rasanya sangat tersiksa karena kegelian. Aku bahkan tidak sabar untuk melihat betapa menjijikan lubang anusmu itu ketika hewan-hewan itu bersarang dan beranak biak di daerah dalam selangkanganmu." Bisik pria itu sambil kini meremasi selangkangan Don. Bahkan kini jari-jemarinya sudah masuk ke dalam lubang anus Don dan mengorek-ngorek dinding lubang anus Don.
"Aku sudah tidak sabar menunggu waktu itu tiba, bos. Aku sudah tidak sabar menunggu lubang menjijikan dan murahan ini menjadi sarang dari serangga-serangga menjijikanmu itu." Balas Don.
Mendengar tantangan Don, bos itu semakin kencang mengorek-ngorek lubang anus Don. Bahkan kini jemari itu sudah mulai mengoreki prostat Don.
"Ah! Ssshhh...." Rintih Don ketika jemari itu sudah semakin dalam menyiksa dinding dalam selangkangan Don. Kini Don kembali menahan tangan pria itu supaya tetap berada di selangkangannya. Sedangkan tubuh Don sedikit membungkuk dengan tangan pria gempal itu sebagai penahannya.
"Ingat, selangkangan. Aku masih punya mainan lain yang juga tidak kalah menyakitkan untuk menyiksa lubang anusmu." Bisik pria itu.
"Tunjukkan padaku... Aahhh..."
Lantas sambil tetap asik menyiksa bagian dalam selangkangan Don, pria itu memperlihatkan koleksi lainnya yang dimilikinya kepada pria telanjang bulat yang sudah menjadi candunya itu.
Di sudut lain, Don melihat berbagai alat Penyiksaan elektrik yang begitu tidak lazim apabila dimasukkan ke dalam area pencernaan itu. Di sana, Don melihat berbagai alat penyetrum dan alat penusuk lubang anus lainnya. Yang tentu saja sudah terhubung dengan listrik.
"Semua itu sudah tidak sabar untuk menyiksa lubang anus ku?" Tanya Don menggoda.
"Tentu saja. Apa kamu sudah tidak sabar?"
Don mengangguk menjawab pertanyaan bos itu. Lantas bos itu pun mengeluarkan jari jemarinya dari dalam lubang anus Don. Dan tangan pria itu juga menyingkir dari selangkangan Don.
"Kamu sudah selesai menggosokkan tanganmu di selangkanganku?" Tanya Don yang bingung.
"Memangnya kenapa?"
"Bukannya kamu yang paling bernafsu dengan alat kelamin ini?"
Mendengar pertanyaan Don, bos itu mendengus.
"Aku harus pergi memanggil orang-orang ku untuk kembali membuat video. Aku tidak akan membiarkan dirimu pergi dari ruangan ini." Jawab bos itu. Don mengerti.
"Lagipula, aku membiarkan selangkanganmu beristirahat beberapa saat saja. Sebelum lubang anusmu kembali tersiksa dengan serangga-serangga menjijikan itu." Ucap pria itu lagi.
Lalu pria itu pun pergi meninggalkan kamarnya. Meninggalkan Don sendirian di ruangan itu. Ketika pintu itu tertutup rapat dan suara pintu kamar itu terkunci dari luar, tanda pria itu sudah pergi.
"Ari. Kamu di sana? Ada Dena juga?" Tanya Don. Ketika ia sudah benar-benar memastikan telah sendirinya di ruangan milik bos itu.
"Halo, Don?" Sahut Ari. "Di sini ada Dena."
"Di sini ada CCTV, Ari?" Tanya Don.
"Tidak ada. Kamu aman." Jawab Ari.
"Bagus." Ucap Don menutup.
Lantas Don pun memanfaatkan waktu mengistirahatkan selangkangannya yang sedikit itu untuk mencoba membacanya dan merekam semua berkas yang ada di atas meja tadi.
Sambil terus merekam, suasana itu begitu hening. Ari dan Dena yang sudah mulai terbiasa dengan cara kerja Don yang terlalu sensual dan tidak pantas dilihat oleh anak di bawah umur itu juga ikut memerhatikan layar laptop yang berisi rekaman berkas-berkas yang tengah dibaca Don.
Setelah selesai merekam isinya, Don pun dengan gesit dan hati-hati memeriksa seluruh isi dari komputer milik bos itu. Hingga akhirnya Don berhasil merekam semua database yang begitu penting itu bagi perusahaan Dena dan Don pun menutup komputernya.
"Itu semua yang berasal dari database dan berkas-berkas yang terlihat di atas meja kerja orang itu. Dena, coba kamu pelajari dan minta tolong Rino dan Santi untuk analisa." Lapor Don.
"Baik, Don." Jawab Dena.
"Dan Ari?" Tanya Don.
"Ya Don?" Jawab Ari.
"Apa kamu pernah membuka dark web? Kalau iya, coba kamu cari tahu database mengenai perusahaan milik bos ini. Dan hasilnya minta tolong Rino juga untuk analisa. Karena aku sama sekali tidak memegang komputer, jadi aku tidak bisa melakukan hal itu." Ucap Don serius.
"Baik, Don." Ucap Ari menutup.
Suara kunci itu terdengar kembali.
"Aku tutup dulu, orang itu sudah kembali." Lantas Don menutup sambungan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
RomanceBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...