Nama panggilan

4 0 0
                                    

Sopir itu selalu menyunggingkan senyum mesum dan senangnya ketika Don kini nampaknya sudah mulai ketagihan dengan tangannya yang selalu menggosokkannya ke selangkangannya itu.

Bahkan, di setiap kesempatan pada saat jalanan macet, pria seksi bertelanjang bulat itu selalu meraih tangan sopir itu untuk digosokkan ke area yang kata orang paling privasi itu.

Bahkan, setiap Don meminta tangan itu melecehkan selangkangannya itu, Don selalu menggeliat kegelian. Sambil matanya merem melek dan mulutnya mengeluarkan desahan yang sungguh membuat pria itu ingin kembali meninju-ninju area prostat Don.

"Don, ah... Apakah aku masih harus memanggilmu Don?" Tanya sopir itu sambil matanya fokus menatap jalan dan tangan satu lagi tengah asik menggosokkan selangkangan Don.

"Ya.... Sssshhhh... Memangnya kenapa..." Tanya Don sambil menggeliat.

"Ku rasa aku mempunyai nama panggilan yang lebih cocok kepadamu daripada namamu itu."

"Apa.... Itu... Aaahhh...."

"Bagaimana kalau mulai saat ini aku panggil kamu selangkangan. Karena selangkanganmu, bahkan lubang anusmu itu, ternyata begitu sangat murahan dan patut untuk selalu disiksa dan dilecehkan." Ah, rasanya kalau botol minuman itu tengah tidak bersarang di bagian rektum Don, ia ingin sekali kembali menyiksa area dalam selangkangan Don itu.

"Tentu saja... Selangkanganku sangat murahan... Siksa saja area itu tanpa ampun.... Aaahhh...." Don yang merasa terlecehkan membuatnya ingin kembali memuncratkan spermanya.

Lantas, gosokkan di area selangkangan Don, ditambah hentakan jalanan yang begitu kencang kembali membuat prostat Don tersiksa. Dan beberapa saat kemudian bagian penis Don yang sudah begitu membengkak kini kembali memuncratkan spermanya tanpa mampu ia tahan.

"Maaf... Mobilmu kotor..." Ucap Don terengah-engah. Ia melihat lendir beraroma pandan itu kini bercipratan di area dashboard mobil itu.

"Tidak apa-apa, selangkangan. Aromanya sangat enak." Jawab sopir itu.

Don pun beristirahat sambil tetap menahan tangan sopir itu supaya tetap berada di selangkangannya. Ketika tangan pria itu kini berpindah dari selangkangan Don dan ke tuas perseneling, Don pun terbangun dari tidurnya.

"Kenapa?" Tanya Don.

"Kamu tidak lapar? Bagaimana dengan pizza?" Tanya sopir itu. Don melihat mobil kini tengah memelankan lajunya ketika berada di depan area restoran pizza itu.

"Boleh." Lalu Don pun kembali tidur-tiduran. Ia kali ini membiarkan tangan sopir itu memegang alat pengemudi.

"Aku tengah bertelanjang bulat. Jadi sebaiknya aku di dalam mobil saja. Menunggumu." Ucap Don ketika mereka berdua tengah berada di parkiran restoran pizza tersebut.

"Baiklah. Aku hanya sebentar memesankan makanan. Nanti kita makan di mobil saja." Ucap sopir itu. Don pun mengangguk.

Lantas sopir itu pun turun dari mobilnya tanpa mematikan mesin mobil. Supaya Don tidak merasa kepanasan di dalam mobil itu.

Don memastikan kalau sopir itu kini sudah benar-benar pergi dari mobil itu. Lalu tatapan lemasnya pun kembali berubah menjadi serius.

"Ari. Kamu di sana?" Tanya Don sambil matanya terus meneliti tiap sudut interior mobil itu.

"Hai selangkangan. Ah, maksudku Don." Ucap Ari yang terhubung dari softlens Don. Ari sengaja sedari tadi tidak bersuara di alat komunikasi itu ketika Don tengah bersama orang-orang itu.

"Kamu sudah merekam pembicaraan kita tadi?" Tanya Don. Sambil pria itu kini membuka isi dari dashboard mobil itu.

"Iya. Bahkan apapun yang kamu lihat, aku sudah merekamnya." Jawab Ari.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang