Cantik, Cerdas, berwawasan luas, pintar mengajar, dan jangan lupa dengan baik hati. Perempuan berseragam dosen yang kini tengah berduaan dengan Rino untuk memilih buku-buku referensi belajar astronomi ini adalah salah satu dosen favorit di kampus tersebut.
Bahkan jangan heran. Walaupun perempuan yang kini memandangi serius tumpukan buku-buku yang kini berjejer rapi dihadapannya itu sebentar lagi menginjak umur 30 tahunan, namun perempuan itu mempunyai banyak sekali penggemar.
Bahkan ketika publik mengetahui statusnya yang ternyata masih belum menikah, bahkan belum mempunyai pacar ini, banyak dosen-dosen muda pria dari jurusannya, bahkan dari fakultas lainnya yang mengejar-ngejar cintanya. Tidak hanya itu, bahkan para mahasiswa dari yang adalah anak didiknya, bahkan dari fakultas lainnya juga tidak mau kalah berlomba-lomba untuk mengejar dan berusaha meraih hatinya.
Namun, sampai saat ini, tidak ada seorang pun yang berhasil meraih hati dan cintanya, kecuali seorang pria yang sedari SMA dulu, pada pandangan pertama telah berhasil masuk ke dalam hatinya. Seorang pria yang sampai saat ini membuatnya bingung. Apakah ia harus melepaskan cinta pertamanya ini, atau justru bertahan dengan ketidakpastian selama sepuluh tahun ini.
Rino menatapi perempuan yang kini berdiri di sebelahnya itu, dari antara rak-rak buku perpustakaan sembari terus membawa beberapa buah buku yang sedari tadi diberikan kepadanya.
Selagi perempuan itu masih berpikir untuk meminjamkan buku apa lagi, Rino sebenarnya masih tidak habis pikir, bagaimana perempuan yang sudah dikenalnya semenjak SMA ini bahkan kini sudah lulus S3 Astronomi, bahkan dengan program beasiswa, dan kini sukses menjadi dosen S2 jurusan Astronomi. Salah satu jurusan yang satu fakultas dengan dirinya.
"Sudah, Rino. Segitu dulu buku referensinya. Besok kamu bisa pinjam lagi kalau sudah selesai difotokopi." Perempuan itu selesai melakukan pencariannya di perpustakaan, dan melihat pria di sebelahnya masih memegang buku-buku referensi darinya itu.
"Ini aku langsung ke tempat administrasinya, ya. Buat melakukan peminjaman. Nanti aku langsung fotokopi saja." Pinta Rino yang langsung dijawab anggukan oleh perempuan itu.
"Oh, iya. Ngomong-ngomong kamu habis ini ada kelas kah? Kalau tidak ada, aku mau ngobrol sebentar." Perempuan itu berpikir sesaat ketika mendengar pertanyaan Rino. Lalu ia menggeleng kepala dengan wajah datarnya.
"Memangnya mau bahas apa?"
"Ada beberapa hal, sih. Dan aku juga mau nunjukin sesuatu ke kamu."
---
Usai menitipkan buku-buku referensi itu untuk difotokopi di tempat fotokopian kampus, sambil menunggu, Rino dan perempuan itu duduk makan siang sembari menghabiskan waktu di salah satu restoran di dalam kampus itu.
"Memangnya mau bahas apa, Rino?" Tanya perempuan itu setelah beres-beres sehabis makan siang.
"Aku mau kamu lihat ini." Rino yang sedari tadi membawa buku pelajaran milik Rani yang dipinjamnya kemarin itu menyodorkan ke arah perempuan di depannya.
Di balik kacamatanya yang besar, namun membuatnya terlihat cantik, perempuan itu menatap serius jawaban-jawaban dan cara pemecahan permasalahan contoh kasus yang sudah dicoba oleh Rani. Ia benar-benar terkejut melihat bagaimana cara penyelesaian permasalahan dari pemilik buku itu. Karena setelah sepuluh tahun, ternyata ia sama sekali tidak melupakan pelajaran yang menurutnya tergolong rumit ini.
"Kamu serius, Rino? Setelah sepuluh tahun?" Perempuan itu menatap pria yang duduk di depannya itu dengan tatapan yang tidak mampu menyembunyikan keterkejutannya.
"Awalnya aku kira mungkin perkiraan ku yang salah. Soalnya baru saja kemarin sore dia kembali mengulang segala rumusan-rumusan di pelajaran kelas 2 SMA itu." Jawab Rino dengan Kembali menatap perempuan itu dengan tatapan tidak percaya. "Tapi, bagaimana menurutmu? Apakah jawaban Rani itu ada yang salah, atau benar perkiraan ku kalau jawaban dia begitu sempurna?"
"Aku gak nyangka sama sekali, Rino. Jawaban dia masih sangat sempurna! Bahkan anak-anak didikku belum tentu mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sesempurna Rani. Bahkan dengan jawaban seperti ini, Kukira berita Rani yang dirawat selama sepuluh tahun di rumah sakit jiwa itu hanya bohongan."
Mendengar perkataan perempuan di depannya, Rino pun terkekeh.
"Kamu tahu dari Dena, ya? Soal berita itu?" Perempuan itu mengangguk penuh semangat akan pertanyaan Rino. "Berita itu memang benar, kok. Dan bahkan walaupun dalam keadaan kehilangan kewarasannya, dia ternyata masih tidak melupakan kegemarannya untuk memandangi langit."
"Tapi. Ada satu hal yang membuatku jauh lebih terkejut." Perempuan itu mengerutkan keningnya.
"Aku sama sekali tidak menyangka, seorang dirimu. Yang dulu sewaktu SMA tidak begitu antusias belajar astronomi, kini justru menjadi dosen S2 jurusan Astronomi. Bahkan kamu bisa mengejar S2 dan S3 sampai pada akhirnya lulus dengan nilai yang sangat memuaskan itu dengan beasiswa. Bagaimana aku tidak terkejut dengan berita itu, Dara?" Keterangan Rino lantas mengubah raut wajah perempuan bernama Dara ini. Teman Rino semenjak menginjak SMA itu.
"Kamu beneran masih belum percaya dengan kenyataan yang telah kuraih ini? Aku sendiri juga sama sekali tidak menyangka, lho." Jawab Dara sambil tersenyum renyah. "Sudah, yuk. Waktu sudah menginjak sore. Aku tinggal dulu, ya. Masih banyak tugas-tugas mahasiswa ku yang harus kuperiksa." Dara yang sudah tidak nyaman dengan lanjutan obrolan Rino itu bergegas meninggalkan meja dan restoran itu. Meninggalkan Rino yang menatapnya penuh dengan tanda tanya.
Selagi berjalan menuju ruangan kantornya. Dara kembali bernostalgia di dalam pikirannya. Sesungguhnya rasa sakit itu sampai saat ini masih terasa sangat pedih dan menyakitkan. Bukan tanpa alasan mengapa ia justru menuangkan segala pelampiasannya ke dalam ilmu astronomi.
Sejujurnya, Dara menggeluti dunia astronomi bukan dengan alasan yang sama dengan Rani. Rani memang sangat menyukai ilmu astronomi karena kegemarannya memandangi langit. Namun, jauh berbeda dengan Dara. Dara benar-benar saat itu berniat fokus di dunia yang ia geluti ini hanya untuk menghindari seseorang. Seseorang yang kemungkinan besar tidak mungkin bisa ia raih. Baik fisik, maupun hatinya.
Dara berusaha melupakan Dika. Cinta pertamanya yang ternyata masih mampu bertahta di hatinya selama ini. Sampai saat ini.
Namun, kenyataan perih itu terjadi. Ketika justru Dika yang setahunya sama sekali tidak mempunyai bakat di dunia hitung-hitungan, bahkan dalam ilmu sains itu justru malah nekat untuk mengambil salah satu jurusan di Fakultas MIPA. Mengikuti Dewi, Dea, dan Rio.
Mengingat hal itu, selama empat tahun ia mengejar gelar S1 itu, ia justru hampir setiap hari bertemu Dika dengan ketiga orang yang selalu bersamanya itu.
Bahkan, ada hal yang jauh menyakitkan bagi Dara. Sehingga akhirnya benar-benar membuatnya bersusah payah untuk berusaha melupakan sosok pria kecintaannya itu. Ternyata, Dika telah bertunangan dengan Dewi. Justru ketika mereka berdua tengah menginjak masa-masa tingkat akhir sebelum mereka semua mendapatkan gelar Sarjana Sains (S.Si).
Walaupun begitu, sampai saat ini ternyata Dara tidak mampu melupakan Dika. Apalagi ketika ia selama ini akhirnya mampu berteman dekat dengan Rino. Entah mengapa, sosok Rino membuatnya teringat akan Dika. Dan rasanya sangat menyakitkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
Любовные романыBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...