Jangan Kuatir

2 0 0
                                    

"Nggg... Pak...." Dalam mata masih terpejam, Don merasakan selangkangannya kembali digosokkan oleh sebuah tangan. Don membiarkan tangan itu melecehkan bagian yang seharusnya privasi itu dan menikmati sentuhan yang terasa agak kasar itu.

Kini, Don membuka matanya pelan-pelan setelah tertidur beberapa jam. Dalam kondisinya yang telentang, ia melihat pria gembul itu kini duduk di antara kedua kakinya yang tengah mengangkang lebar, dan ia juga melihat pria yang dipanggil bos itu tengah menyeringai tajam dengan tatapan mesum menatap dirinya.

Don hendak terbangun, namun ketika ia ingin mengubah posisinya, tangan pria itu justru menarik paksa kedua kakinya sehingga kini kedua kaki itu terpaut oleh kedua bahu bos itu.

Sambil memegang ujung sofa itu, Don berusaha menahan dirinya supaya tidak jatuh. sedangkan kini tubuh bagian bawahnya semakin terangkat, Don melihat ekspresi tidak sabar dengan air liur yang menetes itu terlihat sangat jelas dari wajah pria yang kini menatap area selangkangannya dengan penuh nafsu.

"Lubang anusmu masih mengecil, selangkangan. Padahal semalam dua lenganku sudah masuk ke dalam lubang ini." Lantas sambil menahan kedua paha Don, bos penipu itu kedua jarinya kembali membuka lebar-lebar lubang anus Don.

Don yang kini kembali merasa kegelian kembali menggeliat sambil memejamkan matanya. Ketika bagian kasar dari area mulut pria itu bergesekan dengan kulit selangkangannya. Lidah pria itu kini tengah asik menjilati bagian dalam lubang anus Don sehingga Don bergenjit kegelian.

"Aaahhh...." Rintih Don sambil tetap berusaha mempertahankan posisinya.

Dada pria telanjang bulat itu kini menggembung karena semakin terasa geli. Melihat posisi Don yang semakin seksi itu, kedua tangan yang sedari tadi jemarinya membuka lebar-lebar lubang anus Don itu kini berpindah ke kedua puting Don dan memelintirnya dengan sangat keras.

"Ah!" Jerit Don ketika rasa sakit kini tengah menyiksa area ujung dadanya. Matanya yang tadinya terpejam kini membuka sayu melihat dadanya kini sudah diperah secara sangat kasar oleh pria mesum yang sepagi ini sudah melecehkan dirinya.

Don menyadari kalau resleting celana pria gemuk itu ternyata telah terbuka dan kini memamerkan penisnya yang sudah menegang walaupun tidak sebesar miliknya. Ia melihat penampakan alat kelamin pria itu setelah ia melepaskan lidahnya dari jepitan lubang anus Don.

"Lubang anusmu sepertinya sudah tidak sabar untuk menerima asupan di pagi hari, ya?" Tanya pria itu sambil menyeringai mesum.

Dan tanpa aba-aba pria yang sedari tadi duduk itu sedikit menaikkan pinggulnya dan langsung saja memasukkan batang miliknya ke dalam lubang anus Don.

"Ah!... Aaahhh...." Don pura-pura merintih dengan memasangkan wajah kesakitan ketika alat kelamin itu masuk dan mengobok-obok area dalam lubang anusnya.

Jujur saja, karena penyiksaan fisting yang selalu diterimanya dari semalam itu, lubang anus Don kini terasa sangat lebar, ditambah lagi alat kelamin pria yang kini menyetubuhi dirinya itu menurutnya sangat kecil dan kurang menyiksanya.

Namun, demi melancarkan misinya, Don harus berpura-pura merasa tersiksa, karena pria itu memang semakin bernafsu pada dirinya ketika ia tengah tersiksa.

Adegan bersetubuh sesama jenis itu berlangsung beberapa menit. Hentakan-hentakan brutal itu seolah-olah disebabkan pria gembul itu tengah dipenuhi nafsu membara oleh Don. Hingga akhirnya dalam waktu yang sebentar, pria itu langsung mengeluarkan spermanya di dalam tubuh Don.

Don pura-pura memasang wajah kelelahan ketika pria itu melepaskan dirinya. Dan tanpa bertanggung jawab membersihkan sperma yang mengalir ke luar dari dalam lubang anus Don, bos itu pergi meninggalkan Don layaknya pria seksi itu adalah barang sekali pakai yang tidak berguna.

"Ternyata milikmu itu sangat sempit, ya. Aku sebenarnya ingin sekali terus menyiksa lubang anusmu. Tapi aku harus pergi sekarang." Ucap bos itu sambil berlalu.

Ketika pintu ruang tamu itu terbuka lebar, dan pria itu sudah pergi, Don pun mengubah posisinya menjadi duduk. Ia membiarkan begitu saja sperma itu mengotori sofa yang menjadi tempatnya berisitirahat semalam.

Setelah memastikan kalau di ruangan itu tidak ada orang, Don pun pergi ke halaman untuk mencari keran air dan selang untuk membersihkan area lubang anusnya itu dari sperma-sperma yang berada di dalam area pencernaannya itu. Setelah itu, ia pun secara leluasa memeriksa bagian dalam ruangan itu untuk mencari beberapa barang bukti dan berkas-berkas untuk menjatuhkan pria yang menjadi targetnya itu.

"Ada apa, RI?" Jawab Don setelah memastikan tidak ada orang yang tengah berada disekitarnya.

"Don... Kamu tidak apa-apa, kan..." Suara seorang perempuan kini terdengar di alat komunikasi dan pelacak antara Don dan Ari.

"Dena?" Tanya Don dengan santainya. Sedangkan pria itu kini tengah memerhatikan satu persatu surat tagihan yang berada di atas sebuah meja. Don kini tengah merekam isi surat itu.

"Don... Kamu tidak apa-apa, kan? Maafkan aku... Karena aku... Kamu justru yang jadi korbannya..." Ucap Dena sambil tersedu-sedu.

"Dena. Justru aku yang harusnya bertanya kepadamu. Kamu tidak apa-apa? Aku baik-baik saja di sini." Don masih bersikap santai.

"Maksudmu, Don?" Dena kini tengah berusaha meredakan suara tangisnya.

"Aku sudah biasa, Dena mendapatkan pelecehan seksual seperti itu. Lubang anusku memang sudah seperti tempat sampah yang menampung berbagai benda-benda menjijikan seperti di video itu." Lanjut Don. Kini pria itu sudah selesai merekam di bagian surat-surat itu. Ia kini beralih ke tempat lain untuk mencari bukti lainnya.

"Tapi itu karenaku, Don. Seharusnya aku yang menerima pelecehan seksual seperti itu."

"Tidak. Sebaiknya kamu tetap menjaga milikmu hanya untuk Rino. Jangan kamu perjualbelikan bahkan sampai mengobralnya kepada orang lain." Don memberikan kata-kata penenang dan penguat itu setelah menghembuskan nafasnya pelan.

"Biar aku saja yang berkorban untuk urusan ini. Lagipula, seharusnya kamu sudah merasa lega karena ternyata pria itu semakin bernafsu pada selangkanganku. Jadi, ia tidak akan mengirimkan penguntit bahkan untuk sampai memperkosamu." Mata Don kini melihat sebuah kamar. Kamar itu yang adalah milik bos penipu itu. Ia yakin pasti ada sesuatu yang penting berada di dalam kamar itu.

"Don... Maaf..." Dena kini kembali menangis. Don mengerti karena Dena memang sepertinya belum tahu tentang dirinya makanya ia menjadi sekuatir ini.

"Dena. Sedari dulu, sedari kecil, aku akui sudah tidak punya harga diri. Selangkanganku dan tubuhku sedari kecil sudah menjadi bahan pelampiasan nafsu bejat banyak orang. Anggap saja aku ini gigolo. Jadi kamu tidak usah merasa tidak enak padaku."

"Kamu jangan kuatir. Ketika saatnya tiba, aku akan datang menghadap wajahmu, dan yang lainnya. Aku akan kembali dengan utuh dan hidup. Dan saat itu tiba, kamu sudah tidak melihat lagi penipu itu berusaha menghancurkan dirimu dan perusahaanmu. percaya saja, dan jangan kuatir."

Sedangkan di sambungan lain, Dena yang sedari tadi mendengar perkataan Don hanya bisa tertegun. Air matanya kembali menetes sedangkan ia berusaha menutup mulutnya supaya suara sesegukannya tidak terdengar oleh Don.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang