Putus Kerja Sama

4 0 0
                                    

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Dena setelah acara meeting berdua dengan Rino.

Dena dan Rino, bersama Santi, kepala keuangan juga kepala gudang itu kini berkumpul di ruangan meeting. Orang gudang itu mengikuti acara meeting itu melalui online.

"Pertama kamu," tunjuk Dena kepada kepala keuangan itu. "Bagaimana kamu bisa tidak tahu kalau investor itu melakukan manipulasi data? Sedangkan dana yang diberikan investor itu sama sekali tidak ada fisiknya?"

"Seharusnya menurut data saya memang benar ada. Bahkan ia juga sampai memberikan bukti pembayarannya saat itu. Bagaimana mungkin dia bisa melakukan penipuan?" Bela kepala keuangan itu.

"Kemungkinan dia melakukan edit foto. Itu biasa terjadi." Jawab Rino. "Itu adalah hal yang harus diinvestigasi. Siapa tahu investor itu memang telah melakukan penipuan." Lanjutnya.

Dena menghembuskan nafasnya. Kepalanya pening karena sudah satu tahun lebih perusahaannya memberikan dividen kepada investor palsu itu.

"Baiklah. Untuk sementara kamu sampai di sini dulu. Kembali lanjutkan pekerjaanmu." Pinta Dena yang mengusir halus kepala keuangan itu. Lantas orang yang disuruh pergi itu mengundurkan diri.

"Lalu kamu." Dena kini berbicara dengan orang gudang itu. "Bagaimana kamu bisa lolos membiarkan barang cacat itu masuk dan digunakan selama masa produksi? Tidakkah kamu dan orang-orang mu mengecek barang-barang yang masuk sebelum tanda terima dan digunakan?"

"Maafkan saya, bu. Hanya saja orang itu selalu memaksa supaya kamu langsung menerima barang tersebut sebelum mengeceknya. Apalagi mereka berkata dengan iming-iming kalau itu barang gratisan dan sudah mendapatkan persetujuan dari ibu." Jawab orang yang berada di luar tempat meeting itu.

Rino melihat Dena sedang mengepalkan tangannya. Ia terlihat seperti menahan emosi. Dena kali ini terlihat sangat serius. Ia benar-benar sangat marah kepada pria itu.

"Lain kali. Mulai saat ini kita putuskan saja kerjasama dengan pria itu." Ucap Rino pelan.

Dena pun terdiam beberapa saat.

"Kamu dengar apa kata Rino, bukan? Mulai detik ini kita berhenti menerima barang-barang cacat itu. Biar nanti kupinta orang pembelian membeli barang serupa di supplier lain." Perintah Dena. Yang langsung diiyakan oleh orang gudang itu.

"Ya sudah, rapat kali ini selesai. Kalian sudah bisa meninggalkan ruangan ini."

Lantas Santi dan kepala keuangan itu meninggalkan ruangan meeting itu. Layar komputer itu juga dimatikan. Seusai meeting, kepala Dena terasa nyut-nyutan. Lantas perempuan itu duduk di salah satu bangku di ruangan itu.

Rino yang melihat istrinya tengah sakit kepala atas kenyataan yang tadi pagi ia paparkan langsung mendekati Dena. Ia duduk di sebelah Dena dan mengelusi pundak Dena.

"Aku pusing. Jadi selama ini ia itu hanya penipu. Aku bahkan kemarin terpaksa melayani nafsu bejatnya." Ucap Dena lirih.

"Lalu siang ini kamu juga harus bertemu dengannya?" Tanya Rino yang dijawab anggukan oleh Dena.

"Kita ucapkan padanya, ya supaya kita memutuskan kerja sama ini. Kalau tidak, perusahaan ini akan bangkrut dan gulung tikar." Ucap Rino yang memberikan solusi.

"Tapi, Rino. Aku tidak mau melihat wajah mesum pria itu. Melihat wajahnya mengingatkanku akan adegan itu. Aku takut." Saat ini Dena benar-benar ingin tenggelam dalam pelukan Rino dan menangis sesegukan. Namun ia sadar kalau kini ia berada di dalam kantor dan sekarang masih jam kerja.

"Kamu ingat, bukan perkataan ku tadi pagi?" Dena mengangguk. "Aku akan tetap bersamamu di jam makan siang itu. Jadi kamu seharusnya jangan takut."

"Dia mengajakku bertemu di hotel." Dena lalu kembali teringat adegan pemerkosaan di dalam mobil yang berlanjut di kamar hotel itu. Di hotel tepat investor itu mengajaknya makan siang.

---

Sepanjang perjalanan menuju hotel itu, Dena diam sambil tidak henti-hentinya memegang salah satu tangan Rino. Rino diam saja membiarkan Dena memperlakukannya seperti itu. Ia terus fokus mengemudi.

Dena melakukan hal itu sedangkan kini ia masih memakai jaket pemberian Rino semenjak perjalanan menuju tempat bertemunya itu. Ia melakukan itu supaya merasa aman.

Setibanya di restoran hotel, Dena dan Rino melihat seorang pria buncit yang memang sedari tadi menunggu mereka berdua. Lebih tepatnya menunggu Dena. Pria itu menatap Dena dengan tatapan menelanjangi dan penuh nafsu. Pria itu juga menjilati bibirnya hingga basah. Dena yang melihat itu memeluk lengan Rino semakin erat. Rino yang menyadari hal itu melihat Dena yang ketakutan kini tengah bersembunyi di belakang tubuhnya.

Apabila sewaktu SMA dulu Rino begitu risih dengan sikap Dena saat ini, namun kini ia sama sekali tidak berkeberatan. Ia melihat arah tatapan Dena ke pria yang sedari tadi menunggu mereka. Dan Rino dengan santainya dan tegapnya tetap berjalan menuju meja pria itu.

Rino sudah memutuskan kalau ia tidak akan lama berada di hotel tersebut. Maka ia dan Dena memutuskan untuk tidak mengambil makanan dahulu.

Dena begitu mencengkeram erat jaket kelonggaran itu ketika ia melihat jemari pria itu tengah mengelusi halus pinggiran meja. Ia ingat jemari itu yang kemarin mengobok-obok liang kewanitaannya.

Sedangkan kini, kaki pria itu menyentuh kaki Dena. Dan secara paksa menyelip di antara kedua kaki perempuan itu yang tengah duduk rapat. Dan kini kaki lancang itu sepatunya mulai masuk ke dalam rok Dena dan menggesekkan liang kewanitaan Dena yang tertutupi celana dalam.

Dena merasa risih dan takut dengan apa yang dilakukan pria mesum itu. Ia terus menundukkan kepalanya menahan malu.

Sedangkan Rino yang melihat posisi duduk pria itu yang agak merosot ke bawah, dan melihat Dena yang berada disebelahnya kini tengah menggenggam erat jemari Rino, pria itu merasakan ada yang aneh dari mereka berdua.

Walaupun Rino masih belum mempunyai hati kepada Dena, namun melihat kaki pria itu yang kembali melecehkan tubuh bagian bawah Dena, Rino kembali mengepalkan tangannya. Ia marah, sangat marah melihat pelecehan yang dilakukan pria itu kepada Dena. Namun ia harus menahan emosinya.

"Kamu tidak membawa makan dulu, Rino? Biarkan aku berbicara berdua dulu dengan ibu CEO kita satu ini." Ledek pria itu sambil ujung sepatunya itu masih memainkan alat kelamin Dena itu.

"Aku dan Dena di sini hanya sebentar. Jadi tidak perlu membawa makanan juga." Ucap Rino masih dengan intonasi suaranya yang pelan.

"Dan kamu Dena. Bagaimana perasaanmu kemarin? Apa kamu puas dengan permainanku kemarin? Mengingat milikmu yang cukup menggigit milikku, pasti kamu sudah lama tidak disentuh oleh suamimu yang numpang hidup mewah ini, bukan?" Pertanyaan pria itu melecehkan Dena. Namun Dena semakin ketakutan.

"Kamu bahkan berusaha melecehkan istri orang lain di depan umum? Apa kamu sama sekali tidak punya rasa malu? Atau apa memang kamu sebenarnya semiskin itu sehingga para perempuan enggan berdekatan denganmu?" Rino dengan intonasi tenangnya kini menyerang pria itu.

"Jangan sok tahu, kamu! Asal kamu tahu, aku adalah investor yang menyumbangkan dana terbesar di perusahaan tempatmu mengais rezeki!" Lantas pria yang sudah tersulut emosi itu berhenti melecehkan tubuh Dena. Dan ia berdiri dengan tegak.

Rino memberikan senyum mengejek kepada pria itu. "sumbangan terbesar? Asal kamu tahu. Kamu itu tidak ada bedanya dengan para penipu amatiran. Bahkan kamu menganggap perusahaan ini adalah perusahaan tempat sampah yang menerima barang-barang cacatmu itu."

"Apa maksudmu!?" Pria itu sangat tidak terima dengan ejekan Rino. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi karena akhirnya penipuannya terbongkar.

"Dena sudah memutuskan untuk berhenti bekerjasama dengan perusahaanmu. Bahkan silahkan tarik sahammu yang kamu bilang ada itu. Dan aku sepertinya sudah tidak sabar melihat kebangkrutan mu." Jawab Rino sambil mengejek.

Lantas Rino pun menggenggam tangan Dena. "Dan jangan sekali lagi berusaha melecehkan istriku ini. Kalau kamu masih sayang dengan nyawamu." Lantas Rino pun beranjak meninggalkan ruangan restoran itu sambil tetap menggenggam tangan Dena.

Pria itu pun menggenggam alat makan yang sedari tadi dipegangnya. Saat ini ia ingin sekali mengobrak Abrik seluruh yang ada di atas mejanya, namun ia takut tidak mampu membayar ganti ruginya.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang