Rino dengan pelan-pelan melepaskan diri dari pelukan Dena supaya tidak mengganggu tidur perempuan itu. Ia lalu dengan pelannya juga bangkit dari tempat tidurnya.
Pria yang bertelanjang dada itu memerhatikan istrinya yang kini masih tertidur pulas di atas tempat tidur, ia lalu kembali menyelimuti Dena dan lalu membuka sedikit gorden kamarnya.
Pria itu masih merenung sambil memandangi langit yang sudah berwarna cerah karena cahaya matahari. Ia lalu mengecek ponselnya dan masih serius membaca sesuatu dari alat komunikasi genggamannya itu.
"Rino. Kamu sudah bangun?" Ucap Dena beberapa saat kemudian.
Rino yang dipanggil itu melihat ke arah istrinya, perempuan itu mengulet pelan dan lalu melihat ke arah dirinya.
Dena lalu beranjak dari tempat tidur, dan Rino menyimpan handphonenya di kantongnya. Rino lalu melemparkan pandangannya ke arah pemandangan di balik jendela itu, dan Dena berjalan lalu memeluk suaminya itu dari belakang.
Dena masih ingat dengan betapa romantisnya suaminya itu kini masih memeluk mesra pria itu. Ia menyandarkan kepalanya di punggung Rino dan lalu mengecup salah satu area belakang Rino. Namun Rino sama sekali tidak merespon.
Rino hanya diam. Ia entah mengapa tidak merasa tersentuh oleh perlakuan romantis dari istrinya itu. Saat ini di kepalanya hanya memikirkan bagaimana cara melindungi Dena karena teror yang diterima oleh istrinya itu.
"Dena. Segeralah bersiap-siap. Hari ini kita harus ke kantor." Ucap Rino sambil dengan lembutnya menggenggam tangan istrinya yang mulai meraba-raba area torsonya.
"Iya." Ucap Dena malas. Lalu perempuan itu melepaskan pelukannya dan bersiap-siap berangkat.
---
Dena memandangi Rino dengan tatapan kagumnya. Padahal mereka berdua sedang sarapan.
Perempuan berpakaian kantoran itu kagum melihat suaminya yang terlihat begitu seksi dan elegan ketika memakai pakaian khas orang kantoran itu. Sedangkan yang ditatapnya itu masih serius membaca sesuatu di handphonenya sambil sesekali menikmati dua lembar roti dan secangkir kopi hitam yang menjadi sarapannya.
Rino yang sadar sedari tadi telah ditatap oleh istrinya itu sama sekali tidak memedulikan hal itu. Karena Dena telah melakukan itu setiap hari.
"Kamu sudah selesai sarapan?" Tanya Rino setelah dirinya selesai menghabiskan makanannya. Sedangkan matanya masih terus serius menatap layar handphonenya.
Dena pun tersadar. Ternyata dirinya sama sekali belum menyentuh sarapannya karena sudah terhanyut oleh paras suaminya.
Rino yang tidak mendapatkan jawaban langsung mematikan layar handphonenya dan meletakkannya di dalam tasnya. Ia melihat Dena terburu-buru menghabiskan sarapannya.
Rino menunggu Dena sarapan. Dan beberapa saat kemudian perempuan itu sudah selesai makan.
"Kamu hari ini tidak ada urusan meeting atau bertemu dengan investor itu?" Tanya Rino setelah Dena selesai sarapan.
"Aku hari ini ada meeting dengannya." Jawab Dena. Lalu raut wajah perempuan itu langsung berubah menjadi ragu-ragu. "Tapi setelah meeting, ia mengajakku makan siang."
"Kalian hanya berdua? Atau dengan Santi juga?"
"Dia memintaku untuk makan siang berdua saja. Aku tidak enak menolaknya." Jawab Dena masih dengan ragu-ragu.
Rino mengerti posisi Dena. Ia lalu memandangi serius wajah istrinya itu yang kembali terlihat ketakutan.
"Ya sudah. Aku tidak bisa membantumu saat ini. Tapi kamu tahu, kan kalau sebenarnya ada orang-orang yang mengawasimu? Terutama dari bos mafia yang adalah salah satu investormu?" Dena terkejut mendengar pernyataan Rino.
"Kamu tahu darimana kalau aku juga ada bekerja sama dengan bos mafia itu?" Tanya Dena yang menghadap lurus suaminya. Sedangkan intonasi suaranya dibuat setenang mungkin.
"Ari. Dia menceritakan semuanya." Jawab Rino. "Tenang saja. Aku tahu mereka. Mereka tidak akan membiarkanmu kenapa-napa. Bahkan mereka juga ternyata telah mengawasimu. Jadi harusnya orang itu tidak akan berani melakukan hal-hal yang tidak senonoh padamu."
Rino lalu beranjak dari tempat duduknya. Dena mengekorinya dari belakang.
---
Rino dan Dena telah sampai di kantor. Kehadiran mereka berdua di ruangan itu menuai perhatian para staff. Namun Rino dan Dena sama sekali tidak memedulikan hal itu.
"Dena. Jangan lupa, apa yang kuminta kemarin." Ucap Rino setelah mereka berdua telah sampai di depan ruangan Rino. Dena pun mengangguk.
Lalu beberapa saat kemudian, Rino pun akhirnya mendapatkan apa yang dimintanya. Melalui salah satu staff keuangan yang memberikan lembaran berkas itu di ruangannya.
Rino pun kembali berkutat memerhatikan deretan angka itu. Ia menyelusuri alur keluar masuk keuangan semenjak kemunculan investor itu.
Dan beberapa saat kemudian. Rino melihat suatu kejanggalan dan kecurangan. Investor itu ternyata telah membuat ulah dengan perusahaan Dena. Pria itu tidak terima dengan kenyataan itu. Ia lalu tanpa sadar telah menggenggam erat pen yang dipegangnya hingga patah. Matanya melotot, dan rahangnya mengeras.
Ternyata ini penyebab kenapa keuangan perusahaan istrinya itu mengalami masalah yang tidak masuk akal. bahkan sampai harus berurusan dengan orang berkuasa di dunia bawah itu.
---
Selagi Rino masih berkutat dengan pekerjaannya, Dena kini sedang melakukan meeting dengan para investornya.
Dena berusaha dengan profesional menerangkan progress dari keuangan para investor itu, dan ia berusaha meyakinkan supaya para investor itu tidak pergi meninggalkan perusahaan Dena.
Dena menunjukkan perkembangan perusahaannya yang jujur saja semakin meningkat dan semakin memuaskan.
Namun, dari semua investor yang menghadiri acara meeting yang rutin dilakukan itu -- kecuali bos mafia itu yang enggan datang ke perusahaan Dena, Dena sebenarnya merasa agak risih dengan pandangan seorang investor pria yang duduk di ruangan itu juga.
Ketika semua orang memandangi layar presentasi, justru pria itu memandangi lekuk tubuh Dena yang memang sangat menarik secara seksual itu.
Tatapan pria itu menyeringai seolah-olah hendak menelanjangi Dena. Entah mungkin Dena yang berpikiran terlalu buruk, atau memang seperti itu yang ada di pikiran pria itu.
Padahal apabila dilihat dari usianya, pria itu sebenarnya sudah mempunyai anak yang seusia dirinya.
Dena sebenarnya merasa sangat ketakutan. Tangannya sudah mulai Tremor, namun dirinya berusaha untuk mengusir rasa takut itu. Dengan menyapukan pandangannya ke arah beberapa orang lainnya yang juga ikut menghadiri rapat tersebut.
Santi melihat Dena yang grogi dan ketakutan. Namun ia hanya bisa diam karena tidak mau mengganggu acara meeting itu.
Acara meeting penting kini berakhir seiring munculnya jam makan siang. Para investor itu satu persatu menjabat tangan Dena dan Dena membalasnya.
Ketika Santi dan para investor itu sudah keluar dari ruang meeting. Pria gembul itu dengan tatapan mesum kini berjabat tangan dengan Dena. Dena merasa sangat tidak nyaman karena jemari pria itu menggelitik lembut tangannya.
Pria itu menatap mesum bagian dada Dena sedangkan tangannya masih tidak mau melepas tangan Dena. Dena sontak yang menyadari arah tatapan pria itu berusaha menutupi daerah menonjol dari tubuhnya itu dengan tangannya yang satu lagi. Sedangkan tangan satunya berusaha dilepaskannya dari jabatan tangan pria itu.
"Kumohon jangan macam-macam pada saya. Tidak sepantasnya bapak melakukan hal tidak senonoh ini." Ucap Dena pelan supaya orang-orang di luar ruangan meeting itu tidak mendengarnya.
"Oh, ya? Tapi kamu membutuhkan uangku, bukan?" Lalu pria itu dengan kurang ajarnya menyentuh dan meremas bagian belakang tubuh Dena yang menonjol itu. "dan aku menginginkan tubuh indahmu. Maukah kamu meninggalkan suamimu yang menumpang hidup kaya itu dan menjadi penghangat ranjang ku?" Tanya pria itu sambil berbisik.
Dena menatap pria itu dengan sangat ketakutan. Namun ia sama sekali tidak boleh menangis. Apalagi ia harus memenuhi undangan makan siang dengan pria itu. Ia tidak boleh mengundang rasa penasaran para staff.
KAMU SEDANG MEMBACA
Guratan Kehidupan S2
Storie d'amoreBaca Guratan Kehidupan S1 dulu, ya. supaya lebih mengerti alur ceritanya. penyesalan terbesar bagi Dena adalah merebut paksa Rino, dengan berbagai cara, dari pelukan Rani. Walaupun Dena kini sudah berhasil mendapatkan Rino, bahkan seluruh semesta me...