Menjaga Dena

3 0 0
                                    

Ruangan kamar itu masih disinari cahaya remang ketika Rino terbangun dari tidurnya.

Cahaya dari luar ruangan yang tidak berhasil menembus ke dalam kamar karena tertutup gorden, ditambah kini hanya disinari cahaya lampu kamar yang temaram.

Pria yang dari semalam begitu letih dan akhirnya tertidur pulas itu terbangun. Ia menatapi langit karena sebenarnya dirinya merasa sangat segar karena sudah puas tidur. Ditambah lagi semalam ia ingat telah tertidur tanpa bantuan obat tidur yang setiap malam selalu ia suntikan ke dalam tubuhnya.

Rino merasa tubuhnya seperti ditindih sesuatu, ia lalu melihat ke bawah dan ia melihat seorang perempuan tengah tertidur pulas dengan kepalanya yang beralaskan bagian dada Rino. Ia juga merasakan kalau istrinya itu tengah memeluk pinggangnya dengan begitu nyamannya.

Lantas, Rino yang enggan membangunkan istrinya itu kini hanya bisa telentang, sedangkan salah satu tangannya membelai rambut lembut milik istrinya itu.

Setelah puas memandangi wajah cantik istrinya yang tanpa make up itu, Rino pun melihat ke atas dan kembali membayangkan percakapannya dengan Ari dua hari yang lalu.

---

"Rino. Saat makan siang, kita bisa bertemu sebentar?" Rino menerima pesan itu dari Ari.

"Ada apa?" Jawab Rino membalas pesan itu.

"Ada sesuatu yang harus kamu ketahui tentang Dena. Ku harap kamu ada waktu untuk menemuiku. Ini adalah masalah yang sangat penting dan membahayakan bagi istrimu." Ari membalas pesan itu.

Rino mengerucutkan dahinya ketika membaca pesan itu. Ia tahu posisi Dena saat ini membuat istrinya memiliki banyak musuh dan pesaing. Tapi apakah memang sebahaya ini?

"Baik. Temui aku di kafe dekat kantorku." Balas Rino.

---

Suasana kafe di dekat kantor perusahaan Dena itu terlihat begitu nyaman. Alunan suara musik jazz membuat suasana makan siang itu terasa begitu santai dan elegan.

Rino yang sambil ditemani secangkir kopi hangat setelah usai makan siang menunggu pria yang tadi berkirim pesan padanya. Hingga beberapa saat kemudian pria yang ditunggu itu datang ke meja Rino.

Ari sama sekali terlihat berbeda daripada ketika berada di mansion. Di luar mansion, Ari terlihat begitu santai dengan pakaian yang dikenakannya saat itu, sangat berbeda dengan pakaian yang dikenakannya pada saat di mansion, atau sedang berada dalam urusan bisnis.

"Mau pesan kopi dulu? Atau langsung membicarakan hal penting itu?" Tanya Rino setelah Ari duduk di depan pria berpakaian kantoran itu.

"Langsung saja. Ku tahu waktumu juga sangat berharga Rino. Pekerjaanmu pasti akan semakin banyak setelah ini." Jawab Ari tanpa berbasa-basi.

"Aku selama ini, sudah lebih dari dua hari melacak ponsel Dena." Lalu Ari pun menyerahkan layar handphonenya ke arah Rino. Di sana terlihat beberapa chat Dena bersama seseorang yang ia tahu adalah salah satu investor di perusahaan tempatnya bekerja itu.

Namun, ketika ia membaca beberapa tangkapan layar itu, tangan Rino tanpa sadar mengepal erat. Tatapannya tajam, dan rahangnya mengeras. Ia membaca dengan sangat jelas beberapa pesan yang tidak senonoh dikirimkan secara berturut-turut kepada Dena.

"Kenapa kamu memberitahuku mengenai hal ini?" Tanya Rino yang intonasi suaranya terdengar datar. Padahal ia sudah cukup menahan emosinya.

Ari lalu menutup handphonenya dan langsung menaruhnya di kantongnya. "Rino. Dena itu istrimu. Dan apakah kamu sama sekali tidak memerhatikan akhir-akhir ini raut wajahnya terlihat begitu ketakutan?"

Rino hanya diam bergeming. Ia memang sudah terlalu lama tidak melihat dan memedulikan sedikitpun mengenai istrinya. Ia masih sangat kecewa karena Rani yang telah menolak kehadirannya dan itu semua karena Dena yang sampai saat ini masih tidak mau menceraikannya.

Melihat wajah Rino yang tanpa ekspresi, Ari pun menghembuskan nafasnya pelan.

"Iya, Rino. Aku tahu kamu masih sangat kecewa pada Dena. Bahkan kamu juga sangat kecewa pada dirimu sendiri karena Rani yang telah menolak mu. Tapi, Rino. Untuk kali ini, lihatlah Dena sebagai seorang perempuan yang meminta perlindungan. Aku tidak tega melihat Dena yang begitu ketakutan." Ucap Ari pelan. Wajah Ari pun memelas kepada Rino.

"Aku dan papa memang Minggu lalu ditemui oleh Dena dan Santi. Saat itu, mereka berdua ada urusan bisnis dengan papa. Biasa, masalah investasi dan kerjasama." Ari pun memulai ceritanya.

"Di sana, aku dan papa melihat wajah Dena yang pucat pasi. Dia terlihat begitu kuatir walaupun perasaan itu selalu ia usahakan untuk ditutupinya. Namun kamu tahu kami berdua, bukan? Kami berhasil melihat ekspresi ketakutan itu tidak dapat dipungkiri dari wajah Dena."

"Lantas, aku pun yang berusaha mencari tahu mengenai keadaan Dena, bertanya kepada Santi tentang apa yang terjadi. Dan akhirnya Santi cerita kalau ternyata Dena akhir-akhir ini terus diteror oleh salah satu investornya dengan pesan-pesan tidak senonoh itu. Bahkan dirinya juga selalu dikuntit oleh seseorang pria dengan pakaian tertutup." Lanjut Ari.

"Lantas, sebagai seorang pria, apakah kamu masih acuh ketika melihat seorang perempuan tengah ketakutan seperti itu? Terlepas dia itu adalah istrimu atau bukan." Tutup Ari.

Rino hanya diam seribu bahasa. Ia masih memandangi cangkir yang berisi kopinya yang berwarna hitam itu.

Beberapa saat lagi waktu istirahat Rino sebentar lagi akan habis. Namun Rino masih belum menemukan jawabannya apakah ia akan melindungi Dena atau tidak. Mata pria itu menatap tamunya itu yang masih menatapnya dengan penuh tanda tanya.

"Aku masih belum menemukan jawabannya. Apabila perempuan yang dimaksud itu adalah Rani, tentu saja aku akan melindunginya dari pria brengsek itu. Tapi ini Dena. Dan kamu tahu, bukan sepak terjang hubunganku dengannya?" Ucap Rino setelah beberapa saat.

"Rino. Kuberi tahu. Rani sudah sangat bahagia semenjak hidup bersama Lion. Jadi lupakan mantan kekasihmu itu. Walaupun di dalam hatimu kamu masih memikirkan dia. Rani juga sudah sangat aman karena papa terus mengawasi dan memerhatikannya. Jadi, sebenarnya tidak ada seorangpun yang berani mengusiknya, apabila mereka masih menyayangi nyawa mereka." Ucap Ari setelah menghembuskan nafas panjangnya.

"Aku akan memikirkannya. " Lalu Rino melihat waktu istirahatnya yang sebentar lagi akan semakin habis, lalu pria itu beranjak dari bangkunya.

"Aku duluan." Ucap Rino, lalu Ari menganggukkan kepalanya.

Sepanjang perjalanan menuju kantor, seiring langkah kakinya menyusuri trotoar jalan, pikiran Rino terus memikirkan perkataan Ari. Ia tidak tahu apakah ia harus mencurigai investor itu dan melindungi Dena, ataukah memang investor itu cukup baik untuk Dena, dan pria itu hanyalah seorang penggemar gelap Dena dan menjadikan istrinya hanya objek fantasinya.

Di depan ruangan kerja Rino, pria itu melihat Dena yang juga baru kembali dari makan siang bersama Santi. Rino memerhatikan wajah Dena yang terlihat agak pucat pasi walaupun sudah ditutupi oleh make up nya.

Dena pun melihat ke arah Rino. Lantas wajah pucat pasi dicampur tegang dan ketakutan itu langsung sirna ketika melihat wajah suaminya itu. Dena merasa dirinya kembali aman ketika melihat wajah pria impiannya itu. Walaupun Rino sama sekali tidak menyapanya dan langsung masuk ke ruangan kerjanya.

Guratan Kehidupan S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang