Love Maze

Chapter 72

Min Yoongi terlalu sadar diri tentang keinginannya. Ia menginginkan Loona lebih dari hanya sekedar kecupan bahkan lumatan biasa tapi situasi saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk terus melumat labium merah muda sang istri tanpa memberi jeda. Keinginannya untuk memiliki Loona seutuhnya berbeda dengan keinginannya saat ini. Lewat pertemuan bibir mereka dan rangkulan erat penuh penegasan Yoongi hanya ingin mendeklarasikan bahwa ialah pemilik mutlak sang gadis. Tak ada yang boleh merebut bahkan menyentuhnya dengan satu jari pun tidak boleh.

Yoongi melepaskan ciumannya, membuka matanya perlahan lalu dengan intens menjelajah ke dalam bola mata Loona. Ia tersenyum mengelus kepala Loona lembut, membuat gadis itu tak ingin melepaskan rangkulannya dari pinggang Yoongi. Yoongi ibarat sebuah ruang bawah tanah ditengah angin topan yang berhasil menyelamatkan Loona.

Yoongi tersenyum lalu matanya teralih kearah sepatu sang istri. Luka lecet yang dihasilkan akibat memakai sepatu heels tersebut mengalihkan perhatian Yoongu "Sepatu itu serasi dengan gaunmu tapi sepertinya aku terlalu memaksamu memakainya. Maaf, ayo kita ganti sepatumu" ajak Yoongi diakhiri sebuah senyuman.

Loona mengangguk pelan berusaha meniadakan badai besar yang baru saja menerjang dirinya tanpa ampun beberapa menit yang lalu. Yoongi membungkuk meraih jas hitamnya lalu kembali menyelimuti bahu Loona. Ia kemudian merangkul bahu Loona dengan sebelah tangannya untuk berjalan namun tepat saat mereka mulai melangkah suara Taehyung kembali mengintruksi.

"Loona, aku akan mencari mu. Aku akan mendapatkanmu kembali!" Ucap Taehyung dengan kedua tangan terkepal kuat disisi tubuhnya.

Langkah Loona terhenti bersamaan dengan langkah Yoongi. Yoongi menoleh, menatap Loona bingung namun ketika melihat ada guratan ketakutan teramat kuat dan bola mata sang istri yang mulai bergetar hendak kembali menangis membuat Yoongi kian merekatkan rangkulannya. Tak ada pergerakan dari Loona, gadis itu memantung kaku dengan tatapan kosong. Dada Yoongi kembali berdenyut nyeri, seperti ada benda tajam yang menghantam dadanya.

Tahu Loona tak baik-baik saja Yoongi menunduk menyelipkan tangannya di perpotongan kaki dan punggung Loona. Ia menggedong Loona ala bridal style membuat Loona sadar presensi sang suami tak pernah pergi darinya. Loona merangkul leher Yoongi, wajahnya ia sembunyikan tepat di dada Yoongi.

"Jangan dengarkan! Kau aman bersamaku, hmm?" Ucap Yoongi lalu tersenyum manis.

Loona mengangguk kencang. Ada isakan kecil yang berhasil Yoongi tangkap disana.

"Kim Taehyung!" Panggil Yoongi tanpa mengalihkan tubuhnya untuk menghadap Taehyung "Aku tak peduli masa lalumu sudah selesai atau belum. Aku peringatkan untuk tidak mengganggu, istriku!" Tegas Yoongi lalu melangkah pergi diikuti Jungkook.

Jeon Jungkook. Pria bertubuh kekar yang digadang-gadang sebagai tempat ternyaman Loona itu berjalan didepan Loona dan Yoongi memandu keduanya menuju kamar hotel.
Sepanjangan perjalanan menuju kamar Yoongi tak ada satupun yang bertanya, yang terdengar hanya isakan kecil Loona dikeheningan keduanya. Melihat ekspresi Yoongi Jungkook tahu pria itu mati-matian untuk tetap waras di depan Loona. Terlebih ia yakin CEO itu sudah terkenal dengan tempramennya yang buruk.

Usai membantu Yoongi membukakan pintu kamarnya Jungkook pun pamit. Berpesan untuk mengabarinya jika Yoongi membutuhkannya. Yoongi tak mengucapkan sepatah katapun, pria dengan tatapan dingin itu hanya terdiam. Jungkook menduga Yoongi sepertinya cukup terkejut mendapati pria dalam masa lalu Loona adalah temannya sendiri.

Yoongi menurunkan tubuh Loona diatas tempat tidur. Mengambil air diatas nakas dan meminta Loona meminumnya. Gadisnya masih terisak. Jika dikatakan sedih tentu sedih. Marah? jelas Yoongi begitu marah karna selama ini ia berjuang menjaga kebahagiaan Loona tapi orang lain dengan seenaknya datang lalu membuat gadisnya seperti ini. Dan yang membuat perasaan Yoongi makin kacau adalah sebuah fakta bahwa pria dalam masalalu Loona adalah Kim Taehyung. Orang yang sudah ia anggap seperti adiknya. Yoongi seperti dihadapan dengan pilihan yang sulit antara mati atau hidup tersiksa.