Prolog

6.7K 223 11
                                    

"Hahhh .... "

Panas. Udara di dalam ruangan itu terasa begitu panas. Bahkan pendingin ruangan rasanya belum cukup untuk menghentikan keringat bercucuran disekujur tubuh dua laki-laki di atas ranjang itu.

Tidak terhitung berapa lama sudah mereka saling bercumbu. Sejak awal pintu hotel tertutup, suara ciuman dan juga decapan liar menggelegar diseisi ruangan. Jas kantor biru tua, kemeja putih, kaus lengan panjang berwarna hitam, tali pinggang dan lainnya tergelatak asal di atas karpet hotel. Barang itu terlihat seperti seonggok sampah yang di letak asal dan terinjak sampai kusut seolah tak berharga.

"Hahhh ... hahh ... "

Nafas terengah-engah itu terdengar begitu ciuman erotis keduanya terhenti. Dengan dahi yang saling bertautan, bibir mereka ternganga lebar mencoba menarik oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi rongga di dada yang sudah hampir terkuras habis.

Sang dominan menatap seorang pemuda yang ada dibawahnya dalam diam. Pemuda manis itu hanya memejamkan mata, menetralkan nafas sepertinya. Tangan yang terkalung dileher sang dominan kian membuat jarak di antara keduanya sangat dekat.

"Aku belum bertanya namamu," ucapnya.

Sebuah senyuman sinis tersungging di sudut bibir pemuda manis itu, ia masih tidak membuka mata seolah ingin berusaha menghindari kontak mata.

"Hah yang benar saja, apa itu masih penting ? Kita sudah melakukannya sejak 30 menit yang lalu dan kau baru ingin bertanya siapa namaku sekarang ?"

"Oh ayolah, itu bukan apa-apa."

Netra kecoklatan akhirnya terbuka, sorot tajam itu berusaha mengintimidasi. "Apa ada yang berubah kalau kau tahu namaku ? Atau kau mulai berubah pikiran ... setelah kita melakukannya sejauh ini ?"

Sang dominan terdiam. Kelereng coklat itu begitu memikatnya dari detik pertama mereka bertemu.

Ada sesuatu di balik tatapan tajam pemuda manis yang berhasil menarik seluruh pusat perhatiannya.

"Kalau kau berubah pikiran, menyingkir dari atas. Aku tidak suka membuang waktu percuma untuk adegan saling menatap seperti ini," sarkasnya lagi.

Dingin, angkuh, arogan, sarkastis, tapi sayangnya sangat menawan. Tidak ada yang tahu isi pikiran pemuda itu, sekedar menebak saja pun tidak bisa.

Apakah ini sejenis permainan tarik ulur ?

Sang dominan tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu, ia lebih suka sesuatu yang menguntungkannya. Ia benci ketika harus berusaha menyenangkan hati orang lain. Sayangnya, mungkin tidak akan berlaku untuk pemuda arogan namun cantik yang satu ini.

"Aku hanya ingin tahu namamu, paling tidak aku juga harus tahu dengan siapa aku bercinta kan ?"

"Kau penasaran ... ?" Dengan belaian halus di pipi, pemuda itu menarik leher dominannya mendekat. Seringaian tipis terukir di bibirnya saat ia berbisik seduktif di telinga, "It depends on ... how well you can satisfied me tonight," ujarnya ingin menggoda.

"Aku akan mendengar jawabannya setelah ini."

Sang dominan melebarkan senyum kemenangan, pria itu memberikan kecupan di sekitar tengkuk, namun pemuda manis itu kembali menahannya.

"J–jangan meninggalkan jejak ... "

"As your wish, sweety ... "

Kepala pemuda itu mendongak ke atas, ia sengaja memberikan akses agar sang dominan mencumbu leher jenjangnya. Kecupan-kecupan di tengkuknya membuat pemuda itu merasakan sensasi geli yang menyenangkan dan juga memabukkan untuknya.

Desire || Woosan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang