Bagian 89. 'Gejolak Perang: Luapan Elemen Bayang'

27 8 0
                                    

Balkon yang mengitari menara utara adalah tempat yang tepat untuk melihat situasi di kompleks istana.

Meskipun ada beberapa titik buta yang tidak terlihat, sebagian besar kejadian dapat diawasi dari sana.

Sayangnya, tidak banyak orang yang bisa naik ke tempat tersebut. Hanya mereka yang bisa tahan dengan kekuatan suci dan dapat mendaki ke menara paling tinggi di istana itu.

Bagi Tarum itu sangat mudah. Ia yang juga memiliki kekuatan suci dapat tiba di tempat itu dengan berteleportasi.

Beberapa saat yang lalu, saat berjaga didepan Lockenham ia mendapat perintah dari Demelza untuk datang ke istana.

Meskipun Demelza memiliki pesan aneh yang menimbulkan banyak pertanyaan di kepalanya, Tarum tidak dapat menolak perintah itu.

"Ingatlah ! Dalam kasus tertentu, untuk menangani sihir rumit, gunakan sihir paling sederhana." itulah pesan Demelza.

Ia juga terus menerus memperingatkan Tarum untuk segera lari jika melihat penyihir yang mirip dengannya.

Pesan itu masih terngiang-ngiang dikepalanya seiring dengan kedua matanya yang menilik setiap sisi kompleks istana bagian depan dari menara utara.

Gabungan prajurit Ruzell dan Winter ark terlihat unggul melawan para mayat hidup, tentu saja.

Meskipun mayat hidup ini terus berdatangan, mereka masih senantiasa meladeni. Musuh mereka saat ini bukanlah mayat hidup itu, namun stamina mereka sendiri.

Jadi setidaknya, mereka akan bisa bertahan dua sampai empat jam dari sekarang. Pada saat itu, Tarum berharap lubang tempat keluar mayat hidup itu sudah dapat ditutup.

Bahkan Tarum dapat melihat dua orang berambut merah dengan brutal menghabisi banyak mayat hidup.

Gaston dan Bancroft Ruzellaim, bersama Morgan yang terus mengawasi sekitarnya.

Di sisi lain, di banyak sudut, para penyihir Istana ikut membantu dengan terus mempertahankan kekuatan pelindung mereka.

Tarum merasa mereka tidak membutuhkan bantuan yang dikatakan oleh Demelza.

Jadi Tarum memutari balkon itu, dilihatnya kompleks istana bagian belakang. 

Disana, ia menemukan lubang super besar yang menganga di tanah menuju hutan istana. Mayat hidup berkerumunan keluar dari lubang itu.

Tidak banyak bangunan dibelakang sana jadi Tarum berpikir mungkin tidak ada lagi yang perlu diawasinya.

Namun kemudian, pandangannya teralihkan ke dua orang yang berdiri di depan pintu istana Charlotte.

Sepertinya ia akan menemukan jawaban dari pertanyaan dikepalanya jika menghampiri kedua orang tersebut, oleh karena itu ia berteleportasi kesana.

"Apa penyihir jenius Vatillian memang selelet ini ?"

"Lady, itu cukup keterlaluan."

"Serius, Anda sudah menghabiskan empat puluh lima menit tujuh detik."

Begitu tiba di tempat yang dilihatnya dari atas tadi, yang ia dengar adalah keduanya yang tengah bertengkar.

"Permisi,"

Kedua anak muda itu menoleh kearah Tarum, terpasang ekspresi waspada di wajah keduanya.

"Tuan Tarum," ucap Ayrece, wajahnya terlihat amat sangat bersinar-sinar sekarang.

"Anda harus menahan energi elemen Anda," ucap Tarum pada Ayrece. Ia merasakan sihir Ayrece yang hampir saja meledak.

"Saya akan coba membantu, Tuan muda," ucap Tarum beralih kearah Faramond.

"Benar, silahkan coba. Aku sudah pakai limabelas mantra dan semuanya tidak berguna," ucap Faramond.

Tarum menempelkan tangannya di pintu besar itu, kalimat Demelza terngiang ditelinganya lagi.

"Coba ini," ucapnya. 

Hanya sekejap setelah ia mengatupkan bibirnya, sihir yang menutupi pintu itu terbuka. Seperti tirai merah transparan yang tersibak dengan perlahan.

"Kok bisa ?! Apa mantra yang kau pakai ?" heboh Faramond.

Ayrece mendecih menatap Faramond, ia ingin sekali memukul Faramond jika saja ia bukan Tuan muda Vatillian.

"Mantra pendorong pintu," ucap Tarum santai. Itu adalah mantra dasar yang biasanya dipelajari penyihir muda dikelas awal mereka.

Rasanya Ayrece lega sekali karena bisa masuk ke ruangan itu. Pintu itu terbuka lebar setelah Tarum mendorongnya dengan kuat.

Hal pertama yang mereka rasakan adalah energi hitam pekat. Lebih gelap daripada sihir gelap, bahkan melebihi sihir yang memenuhi seluruh istana saat ini.

"Sama sekali tidak terdengar ada pertarungan," ucap Faramond.

"Mereka pasti menggunakan pelindung lain," sahut Tarum.

Ayrece yang berjalan paling belakang melihat sekelilingnya, kabut hitam yang lebih mengerikan daripada kabut di Dantevale. Rasanya gelap dan sesak.

Sampai kemudian angin berhembus, kabut yang awalnya memenuhi ruangan depan Charlotte itu tersapu.

Tidak tersapu bersih, namun tergantikan dengan kabut lain yang tidak kalah gelapnya. Namun kali ini, energinya terasa berbeda.

Ayrece terhenyak, angin yang baru saja melewatinya membuat bulu kuduknya berdiri. Ia tahu apa arti dari semua ini.

"Kita harus berkeliling untuk memeriksa, untuk berjaga kita tidak boleh terpisah," ucap Tarum.

"Ayden !" seru Ayrece. Tanpa mendengar kalimat Tarum ia berlari masuk kedalam.

"Lady !"

Tarum dan Faramond yang terkejut segera berlari mengikuti Ayrece. Keduanya dapat merasakan bunga-bunga es yang mulai turun disekitar Ayrece.

Setelah mengikuti Ayrece berbelok ke kanan, mereka dapat melihat ruangan diujung lorong itu.

Ruangan aula yang terbuka lebar, sebagian besar lantainya sudah hancur, pun tembok dan pilarnya.

"Mereka disana !" seru Faramond pada Tarum.

Ayrece yang tiba terlebih dahulu di ruang aula itu menghentikan larinya. Ia berdiri terdiam menatap isi aula tersebut.

Sebuah pedang yang Ayrece kenal tergeletak di depan kakinya, di pegangannya terdapat bekas darah.

Di depan sana Ayrece melihat orang yang sangat mirip dengan Osmond, namun sosok besar yang berdiri dibelakangnya itu membuat Ayrece yakin ia bukan Osmond.

Osmond yang asli tengah membelakanginya berdiri memasang kuda-kuda, dibelakangnya Blue terlihat meringkuk begitu lemah.

Dan yang paling membuat Ayrece terkejut adalah saudara kembarnya sendiri.

Ayden berdiri ditengah-tengah ruangan itu, bayangan yang begitu hitam mengelilinya. Dari kaki hingga ke kepalanya, melambai-lambai dengan brutalnya.

Terlihat seperti api hitam tengah berkobar membakarnya.

"Ayden.." ucap Ayrece lirih.

Tarum dan Faramond yang berdiri dibelakang Ayrece juga melihat hal yang sama.

"Elemen bayangannya mengamuk," ucap Faramond.

"Ini buruk," tambah Tarum

Ayrece tahu, ini akan menjadi sesuatu yang amat sangat buruk.

"Selamat datang !" di ujung sana, Algar berseru.

"Ada Lady Dantevale juga ya, Lihatlah !" tangannya terlentang, seolah tengah mempersembahkan karya terbaiknya.

"Lihatlah kehancuran saudara kembarmu yang tertelan kekuatannya sendiri !"


Selanjutnya...

Bagian 90. 'Gejolak Perang: Perjanjian Suci'


Hi there ! Do you like this chapter ?

Kalau kamu suka jangan lupa kasih vote ya. See you next week !

Eternal WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang