Tiga

28.3K 1K 9
                                        

Usia 20 tahun masih terbilang sangat belia untuk seorang wanita menikah, khususnya di Kota Cezar; di mana sebagian besar wanita di sana mengikuti paham feminisme. Namun, Anya tak memedulikan soal umur kala itu.

Meski dosennya berharap agar Anya mau memprioritaskan karier lebih dulu alih-alih menikah, Anya tetap memilih untuk menerima lamaran Raymond, dan siap menjadi ibu rumah tangga di umur belia.

Toh, ibu kandung Anya bahkan menikah dan melahirkan Anya di umur yang jauh lebih muda, yakni di umur 15 tahun. Yeah, sebelum paham feminisme merambat luas, zaman dulu pernikahan dini pernah dianggap lumrah.

Tak ada yang salah dalam pernikahan Anya. Raymond adalah pria idaman sejuta umat, sebab dia kaya, tampan, ramah, romantis, pintar, dan alim; membuat Anya tak memiliki alasan untuk tak bahagia karena diperistri oleh Raymond.

Raymond juga sangat akur dengan ibu Anya. Mereka bahkan tinggal bersama dalam satu rumah, dan rukun selayaknya keluarga akrab. Raymond yang ibunya sudah tiada, selalu menghormati dan menganggap mertuanya seperti ibu kandungnya sendiri. Ibu Anya pun selalu berterima kasih pada Raymond yang sudah memilih Anya untuk dijadikan teman hidup dan membuat Anya bahagia.

Tak ada yang salah dalam pernikahan Anya. Raymond dan Anya saling mencintai, dan ibu Anya merestui pernikahan mereka berdua.

Tak ada yang salah dalam pernikahan Anya. Meski Anya tak memiliki anak dari Raymond, Raymond tetap mencintai Anya hingga akhir hayatnya.

Benar-benar tak ada yang salah dari pernikahan Anya. Hanya saja, Fiona, salah satu sahabat Anya yang sering berkunjung, selalu dibuat penasaran mengapa tidak ada lagi satu pun bingkai foto keluarga yang terpajang di dinding rumah Anya semenjak suami dan ibu Anya meninggal.

Apa Anya menyimpan semua foto supaya tak lagi merasa sedih dan berduka setiap melihat foto bahagia mereka? Tapi bukankah kecelakaan yang merenggut nyawa Raymond dan Nadia—ibu kandung Anya—sudah berlalu dua tahun yang lalu?

Untuk wanita setangguh Anya, dua tahun adalah waktu yang cukup untuk bangkit dari duka. Namun, mengapa?

Fiona bahkan sering mendapati Anya menangis dalam tidurnya ....

"Kamu nggak kesepian, Ann?" tanya Fiona saat Anya menyuguhi teh dan beberapa potong red velvet ke meja.

"Kesepian?" Anya menuangkan teh dari teapot ke dua cangkir; satu untuknya, dan satu untuk Fiona. "Kesepian dalam hal apa?"

Fiona mengedarkan pandangannya, melihat ruang tamu rumah Anya yang damai dengan perabotan yang rapi, enak dipandang.

"Kesepian merindukan sentuhan pria ...?"

Semburat air dari mulut Anya yang sedang menyesap teh tak ayal mengenai wajah Fiona. Anya sontak buru-buru meletakkan cangkir tehnya ke meja, lalu meraih tisu untuk mengelap wajah Fiona dengan panik.

"I'm sorry ... aku nggak sengaja! Kamu, sih, ngomongnya aneh!"

Fiona meringis. "Habis minta maaf, kamu malah nyalahin orang?"

Di mata orang lain, Anya memang hanya wanita dingin yang menyerang orang dengan fakta tanpa kenal ampun—tak peduli jika orang yang mendapatkan tsunami fakta dari Anya merasa terpuruk karena itu. Namun, di mata para sahabat, Anya hanya wanita dengan sifat somplak 70 persen.

Hanya di depan para sahabat, Anya tak mampu mengendalikan reaksi.

"Nggak ada waktu untuk mikirin sentuhan pria. Di umur sekarang, aku cuma mau ngumpulin duit banyak-banyak biar bisa beli mulut tetangga."

"Kalau kamu masih mencari pria yang sama persis seperti Raymond, kamu cuma akan menyiksa diri sendiri." Fiona memberi nasihat. "Kamu kan tau sendiri, nggak ada orang seperti Raymond lagi di dunia ini."

Bitter Sweet PervertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang